Fenomena Rancangan
Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT)
“DPR sibuk melakukan
Revisi, Pemerintah mendesak pengesahan-Penolakanpun tak terhentikan”
Rancangan undang-undang pendidikan tinggi
(RUU PT) ialah rumusan kebijakan yang dirancang sebagai pengganti UU BHP yang
telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010 silam. Sejak diterbitkan pertamaka kali, RUU
tersebut terus mangalami penolakan dari berbagai kalangan karena dinilai tidak
berpihak kepada Rakyat. RUU tersebut dalam berbagai pasalnya mencerminkan
orientasi akan liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan. Selain berdampak
akan semakin mahalnya biaya pendidikan tinggi sehingga akses rakyat akan
semakin sempit, tentu saja hilangnya demokratisasi didalam kampus adalah salah
satu dampak yang juga tak terelakkan bagi civitas akademika.
Demikian penggalan analisis yang
diterbitkan oleh komite nasional pendidikan (KOMNAS pendidikan) dalam diskusi
terbuka dan konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, 06/07/12.
Hari ini (12/07/12), Komite Nasional
Pendidikan kembali menggelar Aksi demonstrasi didepan kantor dewan perwakilan
rakyat (DPR) RI dengan mengusung isu yang sama, yaitu penolakan atas RUU PT.
Aksi demonstrasi dimulai pukul 10.30-13.00 WIB. Aksi tersebut diikuti oleh
sekitar seratus massa
perwkilan dari berbagai organisasi mahasiswa, organisasi serikat guru, serikat
pekerja, NGO dan berbagai elemen lainnya. Aksi dimeriahkan dengan berbagai
pernak-pernik dan perlengkapan aksi seperti spanduk, poster dan selebaran.
Komnas pendidikan juga menganugerahkan piagam penghargaan yang ditujukan kepada
Kemendikbud (M. Nuh) dan Ketua Panja
RUU PT DPR RI (H. Syamsul Bachri, M.Sc.)
sebagai perwakilan Pemerintah dan parlemen yang telah berusaha keras
memperjuangkan perumusan dan pengesahan RUU PT sebagai legitimasi akan
Liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan.
Setelah dibuka oleh coordinator lapangan
aksi (Yogo Daniyanto), Aksi
dilanjutkan dengan penyampaian pandangan secara bergantian oleh perwakilan
seluruh organisasi yang tergabung dalam komnas pendidikan. Aksi kita hari ini,
bukanlah aksi perdana kita dalam menolak RUU PT, namun aksi ini adalah aksi
yang kesekian kalinya dan, tentu apapun hasilnya esok, kita akan terus
melakukan perlawanan atas setiap kebijakan yang anti terhadap rakyat seperti
RUU PT ini, tegas Yogo.
Harry Sandy Ame (Sekejnd. PP-Front Mahasiswa Nasional) dalam orasinya menegaskan
bahwa, lahirnya RUU ini tidaklah terlepas dari sejarah panjang pendidikan dan
penindasan yang panjang di Negeri ini. Sejak tahun 70an silam, telah dilahirkan
berbagai kebijakan yang tidak terlepas dari intervensi kapitalisme monopoli
dunia (Imperialisme) tentang pengelolaan pendidikan, khususnya pendidikan
tinggi. Ditengah krisis keuangan (crisis Finance) yang hebat, melalui
ratifikasi GATS sebagai hasil perjanjian kerjasama dalam organisasi perdagangan
dunia (WTO) yang diikuti Indonesia
sejak tahun 1994, Pendidikan telah dimasukkan menjadi sector jasa yang dapat
diperjual belikan. Dengan demikian, “Sandy melanjutkan” anggaran pendidikan yang
sudah menjadi tanggungjawab Negara dapat dialihkan untuk membantu penanganan
krisis imperialisme dengan mengalihkan dana public menjadi dana talangan bagi
perbangkan dan perusahaan milik imperialis yang Colaps ketika itu.
Karenanya, setelah UU BHP dicabut oleh
MK, Pemerintah terus memaksakan kehendaknya untuk melahirkan UU baru sebagai
legitimasi akan berlansungnya Liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi
pendidikan di Indonesia,
Ungkap Sandy. Sebelum menutup orasinya,
Sandy menyampaikan bahwa, sikap kita dalam menolak RUU ini tidaklah hanya untuk
kepentingan kita (Mahasiswa) saja, namun juga kaitannya dengan kepentingan kaum
tani dan klas buruh sebagai komposisi yang mayoritas dalam masyarakat
Indonesia, serta bagi rakyat tertindas lainnya yang kian terancam tidak akan
mampu membiayai pendidikan anaknya.
Faldo
Maldini (Ketua BEM Universitas Indonesia) juga menyampaikan, kita telah melihat kenyataannya dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya, khususnya melalui penerapan PT BHMN dan UU
BHP bagaimana pendidikan kian sulit bagi Rakyat. Dengan kebijakan-kebijakan
liberalisasi seperti demikian telah melahirkan kesenjangan bagi mahasiswa dan
rakyat secara luas. Karenanya, bagaimanapun caranya kita tidak akan pernah
berhenti untuk menolak kebijakan Liberalisasi tersebut, lanjut Faldo. Esok, kita akan turun lagi, meskipun jika tetap akan
disahkan, kita akan terus mengikutinya sampai ke Mahkamah konstitusi dengan
melakukan Judisial Review, tegas Faldo.
Setelah secara bergantian menyampaikan orasi,
Aksi kemudian ditutup oleh korlap dengan pembacaan statemen bersama yang
dipimpin oleh Faldo Maldini (Ketua BEM
UI). Komnas pendidikan menuntut: 1). Tolak Pengesahan RUU PT, 2). Hentikan
Liberalisasi, Privatisasi dan Komersialisasi Pendidikan, 3). Hentikan kekerasan
dan tindakan anti demokrasi lainnya didalam kampus dan diseluruh jenjang
pendidikan, 4). Wujudkan Pendidikan Ilmiah, Demokratis dan Mengabdi pada
Rakyat. Aksi masih akan dilanjutkan kembali esok pagi, ungkap Faldo
mengingatkan kepada seluruh massa
Aksi.
Organisasi-organisasi yang tergabung
dalam Komnas pendidikan:
Front Mahasiswa Nasional
(FMN), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Pembebasan, FORMASI-IISIP
Jakarta, BEM UI, BEM FH-UI, BEM FKM-UI,
BEM FT-UI, BEM FE-UI, BEM FISIP-UI, BEM UNJ, BEM Satyagama, REMA UPI, Kabinet
KM ITB, BEM KM UGM, Forum Komunikasi Mahasiswa (FKMU) UIN, KOMPAK, Federasi
Guru Independen Indonesia (FGII),
Paguyuban Pekerja Universitas Indonesia (PP-UI),
Federasi Guru Swasta Indonesia (FGSI),
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI),
Serikat Perempuan Indonesia (SPI), Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI),
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta,
LBH-P, Lembaga Advokasi Pendidikan
Anak Marjinal (LAPAM), Pusat Study
Hukum dan Kebijakan (PSHK), ELSAM, LBH Padang.
Red. Gelora FMN: Harry Kusuma
0 komentar:
Posting Komentar