Judul Buku :
Suara Berdarah Untuk Presiden (Suara Hati BMI Hong Kong)
Pengarang :
Nadia Cahyani Dkk
Penerbit :
Lini Jendela (Cetakan Pertama, Desember 2010)
Jumlah Halaman :
400 Hlm
A.
Pendahuluan :
6,5 juta rakyat Indonesia (TKI) tersebar ke
seluruh negeri di dunia untuk mencari lapangan pekerjaan. Dari angka yang
funtastis tersebut, hampir 70% di dominasi oleh perempuan (TKW) Indonesia yang
sebagian besar bekerja di sektor informal atau menjadi pekerja rumah tangga.
TKW mempunyai peran penting dalam pemasukan APBN di Indonesia, sampai-sampai
TKW secara khusus mampu menghasilkan devisa terbesar bagi negara setelah
pendapatan dari Pajak dan Migas. Tak ayal, TKI atau TKW secara khusus
disebut-sebut sebagai pahlawan devisa
negara.
Namun konstribusi yang besar yang diberikan
TKI khususnya TKW kepada Negara, ternyata tidak sebanding didapatkan dari
Pemeritahan Indonesia. TKW yang pergi
mengadu nasib ke Negeri orang, tak henti-henti menjadi korban siksaan,
kekerasan, pembunuhan, kriminalisasi bahkan perkosaan yang menghancurkan segala
impian mereka yang bersusah-payah meninggalkan sanak saudara (anak, suami,
orang tua, pacar). Tak henti-hentinya televisi lokal dan internasional membuat hati kita teriris, tersayat-sayat
melihat saudara kita (TKW) diperlakukan secara tidak manusiawi di luar negeri.
Persoalan TKW pun datang silih berganti. Pukulan, cacian dari majikan menjadi
coretan merah bekerja di luar negeri (untung-untung tidak diperkosa). TKW juga mendapatkan ketidakadilan dari
Agen-PJTKI bahkan Negara (BNP2TKI) yang merampas Hak-hak upah mereka melalui
pemotongan yang tinggi (Overcharging) serta Kartu Tanda kerja Luar Negeri
(KTKLN) yang memberatkan. Di sisi lain,
perlakuan kekerasan, terhadap TKW sudah tak asing lagi di telinga kita. Malah
hal itu dibiarkan dengan perlindungan yang rendah oleh pemerintah RI untuk
menjaga Pahlawan Devisa Negara kita.
Buku ini membahas TKW atau Buruh Migran
Indonesia (BMI) yang ada di Hong Kong dalam bentuk kumpulan surat dan artikel.
Puluhan bahkan ratusan ribu menyambangi negeri Hong Kong sebagai gambaran
sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Di desa tanah mereka dirampas oleh tuan tanah,
sedangkan di kota pekerjaan murah sekalipun tidak gampang untuk didapat. Tentu
hal inilah yang melandasi tingginya angka TKI khususnya TKW mencari kerja di
Luar Negeri. Tentu serikat-serikat buruh migran yang ada di Hong Kong berjuang
membekali TKW dengan keahlian-keahlian khusus agar harapan dapat pulang ke Negeri
tercinta untuk tidak menjadi budak di Negeri orang (walau nanti di negeri
sendiri akan lebih kejam).
B.
ISI :
Bagian 1 : Hong Kong, Negeri Seribu Kisah BMI
I.
Surat Berdarah
untuk Presiden
Surat ini ditulis oleh Rosminah asal TKW dari
Kediri. Bekerja di Hong Kong mengurus 5 ekor Anjing majikan. Anak Rosminah yang
masih balita, terpaksa ditinggal di kampung dan diurus oleh neneknya yang sudah
tua. Surat ini ditujukan pada bapak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai
keresahan dan kekacauan hati bekerja di Negeri orang yang hanya menjaga 5 ekor
Anjing majikan. Minah hanya tamatan SD.
ia tak mampu melanjutkan SMP apalagi membayangkan Universitas yang mahal,
mengingat ia adalah anak seorang buruh tani. Rosminah menikah dengan seorang
suami yang bekerja menjadi Petani penggarap tembakau. Namun karena lahan yang
sempit dan gagal panen, membuat kehidupan mereka bertambah menderita dan
miskin. Mereka berhutang dimana-mana. Dan pada suatu ketika, suaminya
meninggalkan ia dengan buah hatinya yang masih balita.
Dalam penggalan suratnya ia menulis “Bapak Presiden yang saya hormati. Dahulu
saya bercita-cita menjadi Presiden, tapi ndak bisa mungkin karena nasib saya
jelek, malah jadi pembantu. Saya pernah diceritakan bapak saya, kalau Pak
Presiden itu serba tahu dan serba bisa menyelesaikan permasalahan rakyatnya.
Pokoknya, pak Presiden itu orang paling pinter dan paling baik Se-Indonesia.
Maka dengan itu Rosminah menceritakan permasalahan yang sedang saya alami. Saya
ingin Pak Presiden membantu saya”.
Rosminah menulis Surat Kepada Presiden di
tengah-tengah kesibukan menjaga 5 ekor anjing. Terkadag ia mengeluarkan
coretannya dengan hati was-was, karena apabila dia tidak berhati-hati,
anjingnya bisa lari. Bila majikannya mengetahui, bisa-bisa ia tak diberi makan
selama 3 hari. Ia pernah dihukum 3 hari tidak diberi makan karena dianggap
tidak mengurus 5 anjing majikannya dengan baik. 1 hari pertama ia masih bisa
menahan rasa lapar. Hari ke-2 ia sudah mulai lapar, bahkan ia memakan nasi
anjing dengan campuran air mata. Di hari ke-3 ia memakan sedikit nasi anjing
karena ia takut kalau majikannya tahu jatah nasi anjing kepunyaannya berkurang.
Dan terkadang iya berpikir, apakah Ia
lebih hina dari 5 Ekor Anjing !
Setiap hari ia mengajak anjing majikannya jalan-jalan ke taman. Dengan
makannan secukupnya, membuat anjing-anjing tersebut sejenak tenang. Di sela-sela itulah dia
melanjutkan surat buat bapak Presiden SBY. Mungkin dia juga binggung ketika
suratnya selesai. Ia tak tahu kemana alamat untuk dikirim. Jika ia pun tahu
mungkin biaya pengirimannya mahal dan lebih baik ditabung untuk dikirim ke anak
dan orang tuanya di kampung. Tapi hatinya tetap bersikeras melanjutkan Suratnya
buat Presiden.
Rosminah di dalam tulisan Surat Berdarah untuk Presiden, ingin menyampaikan segala
permasalahan yang membuatnya terhina bahkan mengalami kekerasan fisik.
Penderitaan itu ditambah dengan perampasan hak-hak normatif atas upah, libur,
kebebasan berorganisasi yang sesungguhnya harus dijamin oleh pemerintahan RI dan
negara tempat ia bekerja. Ia juga menyampaikan kekecewaan atas pendidikan yang
mahal di Indonesia, yang membuat dia dulu harus putus sekolah dan sekarang hanya
menjadi pembatu rumah tangga bahkan penjaga anjing di negeri orang. Selain itu,
Tanah yang sempit dan pekerjaan yang terbatas, akan membuat derita panjang bagi
kami Buruh Migran Indonesia Pak Presiden, Ujarnya di akhir Surat Berdarah untuk
Presiden.
II.
Ibarat Kaca
Benggala
Ketika Ramadhan menjelma, hatiku (TKW) sungguh
gundah, disadari bahwa seharusnya mereka sudah siap-siap untuk mudik,
berlebaran dan dapat berkumpul bersama untuk mendapatkan kehangatan dari anak,
suami, orang tua bahkan pacar. Namun keadaan memang tidak selalu mendukung bagi
BMI agar bisa bersama sekali pun moment Hari Besar umat beragama. Ribuan bahkan
jutaan mil terbentang, tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki atau naik bus. Klo
toh pun bisa, itu adalah mukzijat dari majikan atau bisa-bisa mendapatkan
ancaman PHK. Pertimbangan yang tak kala menjadi factor utama selain izin
majikan adalah Dana, waktu dan lain-lain yang membuat beku akan kerinduan
kebersamaan. Sehingga para TKW hanya bisa berangan-angan akan indahnya
kebersamaan lewat udara dan mimpi di malam hari. Tak kala TKW ingin mencurahkan
seluruh air mata, ketika keluarga majikannya saling berbagi kasih dengan
anak-anaknya atau dengan pasangan majikannya. Dan aku bertanya mengapa aku tak
dapat merasakan seperti mereka rasakan akan indahnya kebersaman.
III.
Rumah Singgah
Penuh Berkah
Ratu TKW yang berasal dari Subang. Sebagaimana
tradisi untuk melegitimasi merampas Hak buruh migran Indonesia, para BMI harus
berada di bawah pengawasan 3 bulan penuh oleh PJTKI dengan dalih mempersiapkan
mereka menjadi TKW yang handal dan mampu menjamin kualitas di negeri sasaran
Tentu itu adalah perdagangan manusia sesungguhnya, yang melengkapi skill
menjadi PRT, sedikit berbahasa agar efektifnya komunikasi dengan majikan di
Hong Kong, sehingga nantinya majikan tidak mencaci dan memukul bahkan membunuh
kami (TKW) jika salah bekerja. Tempat singgah di PJTKI adalah konspirasi negara
dengan agensi untuk merampas upah buruh selama ± 9 bulan, sebagai pengganti
biaya pembinaan di PJTKI (Rumah singgah).
Dua bulan di PJTKI, Ratu mendengar orang
tuanya sakit keras. Dengan hati yang bimbang sebenarnya Ratu ingin menjengguk
beliau dan berada di sampingnya. Namun manager PJTKI ibarat singa berbulu
domba, yang halus dipermukaan namun sesungguhnya menakutkan. Sehingga Ratu pun
harus mengurungkan niat untuk menjegguk. Namun
tak berselang lama, ia mendengar jika emaknya meninggal dunia. Ratu dengan
hati sedih menghadap sang manager yang galak dan menyampaikan berita duka itu.
Namun ironi, manager PJTKI itu tak
sedikit pun mempunyai rasa belangsukawa, bahkan ia mengatakan “kalau sudah mati, ya tinggal dikubur saja.
Memang kamu mau apa? Mau pulang ? klo kamu pulang memang bisa apa ? mau
menemaninya tidur di kuburan ?” dan Ratu pun pasrah untuk tidak melihat
emak walau hati sakit sungguh mendalam. Dan Pada akhirnya, tanggal 12 Desember
2005 ia pergi meninggalkan Indonesia menuju Hong Kong demi menjadi PRT.
IV.
Ramadhan Dalam
Ikhlas
Juwana Azza adalah TKW yang teramat
menjungjung tinggi nilai-nalai agama. Ia bertepatan seorang muslim. Maka sudah
menjadi kewajiban bahkan seluruh umat manusia untuk menjalankan ibadah yang harus
dijamin dan dilindungi oleh Negara manapun. Namun itu berbeda dengan yang
dialami Juwana. Ia bekerja setahun di rumah majikannya dan tidak medapatkan
kebebasan dari majikannya untuk menjalankan ibadahnya. Alasan dari majikan
sederhana, ibadahnya nanti dapat
mengganggu pekerjaan merawat anak-anak si majikan. Bahkan ia pernah melaporkan
kepada PJTKI atau kedutaan besar republik Indonesia (KBRI) di Hong Kong, namun
sampai surat ini termuat, belum ada tanggapan sama sekali.
Pada tahun ke-2 tepatnya pada bulan ramadhan,
ia ketahuan majikannya berpuasanya. Ia dimarahi sama majikannya karena kondisi
badannya bisa lemah ketika harus berpuasa dan bekerja. Namun Juwana dengan
sedikit ketakutan mengatakan bahwa tahun lalu sebenarnya dia juga sudah
berpuasa, namun pekerjaannya tidak ada sedikit pun terkendala. Mendengar itu,
majikannya pun lantas tidak pernah lagi mempermasalahkan ibadahnya. Namun hati
Juwana sesungguhnya terbelenggu dan ingin berontak atas ketidakadilan yang ia
alami.
V.
Terima Kasih Peri
Kehidupan
Namanya Yuni Shandira Ratmoko, umur 36 tahun
TKW asal dari Jawa Tengah, ia hanya lulusan SMP. Keputusan pergi ke luar negeri
menjadi TKW untuk bekerja hanya untuk menyekolahkan adik-adiknya yang masih
kecil dan ia pun sadar harus bekerja keras agar dapat membayar biaya sekolah
yang mahal. Sementara bapaknya bukan tidak bertanggung jawab, namun bapaknya
sudah lama mengidap penyakit setruk. Tentu sebagai anak paling tua, ia menjadi
tulang punggung keluarga.
VI. Artikel-artikel dalam bagian satu masih tersisa beberapa lagi, namun penulis menganggap bahwa tulisan di atas sudah menjadi representatif atas gambaran umum kehidupan BMI di Hong Kong yang masih mendapatkan kesejahteran dan perlindungan yang rendah oleh Pemerintahan RI. Seperti tindakan kekerasan, siksaan, pelecehan seksual dan pulang tak bernyawa ke negeri tercinta, Indonesia. Artikel pada bagian Pertama memuat surat dan tulisan narasi diskripsi sebagai kisah nyata yang di alami BMI di Indonesia khususnya di Hong Kong.
Bagian 2 : Surat-surat Presiden
Bagian ke-2 dalam buku ini memuat surat-surat
BMI atas segala persoalan yang dihadapi TKW di Luar negeri tempat ia bekerja.
Mulai dari persoalan upah rendah, pemotongan upah oleh agen bahkan negara
sekalipun sampai pada rendahnya akan perlindungan terhadap BMI di Luar Negeri.
KBRI/KJRI sebagai perwakilan di luar negeri tempat bekerja, bagaikan sebuah lembaga
yang tak mempunyai fungsi sama sekali. Tentu ini adalah gambaran buruk
pemerintahan dari SBY yang mereka lukiskan dalam bentuk Surat Berdarah untuk Presiden.
Pada bagian kedua (2) ini ada 17 Surat yang
ditujukan pada Presiden SBY. Namun penulis akan memaparkan satu tulisan sebagai
perwakilan atas surat-surat lain.
Judul Surat: “Banyak Cerita Kecil Untukmu”
Kepada Yth.
Bapak Presiden RI
Assalamu’alaikum wr.wb
Ketika surat ini sampai kepada Bapak Presiden,
semoga bapak membacanya di waktu shubuh. Ketika pikiran Bapak masih fresh, dari
masalah utang negara yang trilyunan US$
dollar. Saya Cuma ingin menceritakan masalah-masalah ‘kecil’, tentang saya dan
beberapa nasib yang dialami oleh tetangga saya.
Pak Dasman, setiap pagi dia berangkat ke sawah
dan pulang sore hari. hal ini dia lakukan semenjak saya kecil hingga kini.
Kenapa harga padi turun, di waktu panen ? itu yang ia keluhkan setiap enam
bulan sekali, sewaktu panen ‘kecil-kecilan’. Apa jawaban Bapak atas pertanyaan
Pak Dasman, tetangga saya ini? Tidak usah menggunakan istilah bahasa yang
rumit. Seperti subsidi atau kebijakan otonom. Saya yakin dia tidak akan mengerti.
Karena dia tidak begitu pandai baca tulis apalagi istilah-istilah ilmu ekonomi.
Dan dia juga jarang menonton televisi ketika kabinet bapak mengadakan rapat di
Gedung DPR RI. Katanya buat apa? Hanya menonton orang ngantuk yang berdasi ?
Saya juga ingin mengabarkan nasib Cardi bocah
kecil di belakang rumah. Sejak kecil dia bermain sendiri di pekarangan rumah,
dengan ingus yang mengering dan rambut merah jagung yang terbakar matahari. Ia
ditinggal ibunya pergi ke Arab Saudi menjadi TKW. Ketika ia kembali hanya
dengan satu kaki karena ditebas sang majikan akibat berontak ketika akan
dijadikan sebagai pelampiasan nafsu. Dan ironinya, ia kembali ke Indonesia
tanpa membawa uang sepeser pun dan tunjangan apapun. Di mana fungsi KBRI yang
seharunya melindungi ibu Cardi ?
Itu salah satu bukti tertindasnya kaum buruh
di Luar negeri, baik oleh majikan dan terlebih-lebih oleh pemerintahan negeri
sendiri. Padahal setahu saya bahwa pemerintah digaji dari pajak yang selalu
kami taati. Sungguh kami tak ikhlas, para pejabat seolah memakan gaji buta dari
hasil keringat kami.
Pak Presiden
yang saya hormati,
Kenapa juga kian hari kian banyak koruptor,
yang seolah-olah KPK tak berguna lagi. Dari pejabat rendah sampai
terlebih-lebih pejabat tinggi, semua melakukan korupsi. Bapaklah yang
bertanggung jawab atas ini, ujarku.
Sekarang negeri yang Bapak pimpin juga tak
memberi kesempatan kerja kepada saya, yang hanya memiliki dua lembar ijasah.
Hal ini memaksa saya untuk menggadaikan tahun demi tahun ke negara orang-orang,
bersama jutaan orang warga negara Bapak. Walaupun kami mendapatkan gelar
Pahlawan Devisa, tetapi kami tidak terlalu bangga. Karena kami sering
mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari Agen, PJTKI bahkan Negara (BN2PTKI).
Banyak pejabat yang datang menemui kami di
luar negeri, entah untuk keperluan apa. Karena gaji kami tetap terpotong
sembilan bulan untuk memberi makan para agensi dan pemerintah RI. Dan para
pejabat itu tak pernah menanggapi tuntutan kami, mengenai hak buruh Luar Negeri.
Demo setiap minggu seolah lelucon bagi KJRI. Mungkin kedatangan para pejabat
itu lebih pantas dikatakan agenda wisata ke luar negeri, yang tak memberikan
perubahan apa-apa bagi nasib TKW atau TKI secara menyeluruh.
Pak Presiden
yang terhormat,
Saya berharap setelah membaca surat pribadi
saya ini, Bapak bisa menemukan solusi untuk permasalahan-permasalahan seperti
ini. Masalah Pak Darsim seorang petani yang menuntut kesejahteraan yang layak,
dengan stabilnya harga padi dengan sembako ketika panen. Masalah Cardi atas
nasib ibunya yang mendapatkan pelecehan seksual, kekerasan dan kurangnya perlindungan hukum dari KJRI. Dan
nasib saya yang kesulitan mencari pekerjaan di usia produktif di negeri
sendiri.
Cukup ini yang ingin saya sampaikan,
sebenarnya bukan masalah kecil bagi kami. Tapi mungkin tidak pernah terlintas
dalam benak Bapak urusan kecil seperti ini.
Salam Hormat
Kurnengsih
C.
Komentar
Buku ini sungguh menceritakan sisi buram
kehidupan Pahlawan Devisa Negara. Secara komprehensif dalam bentuk kumpulan
surat dan artikel, dapat memberi gambaran umum bagaimana persoalan yang
dihadapi oleh BMI khususnya TKW atas
kesejahteraan Upah dan perlindungan yang rendah oleh Negara melalui
Pemerintahan SBY. Pemotongan Upah yang berlebihan (Overcharging) sebagai bentuk
manifestasi perampasan upah BMI. Hampir 9 bulan TKW yang bekerja di Luar
Negeri, upahnya dipotong penuh. Dari hampir 6,5 juta rakyat Indonesia yang
mengantungkan diriny di Luar Negeri, hampir 70 % didominasi oleh TKW yang
bekerja di sektor Informal (Pembantu Rumah Tangga). TKI yang bekerja di Luar Negeri
sebagian besar berasal dari desa yang orang tua, suami bekerja menjadi
petani miskin dan buruh tani. Sementara saat
bekerja di Luar Negeri, TKW Indonesia malah kerap harus mendapatkan ancaman
perlakukan yang tidak manusiawi seperti cacian, siksaan, pelecehan seksual
bahkan yang berujung pada kematian oleh majikan, yang dibiarkan oleh Negara
sasaran dan khususnya Negara kita.
Namun tingginya angka BMI yang bekerja di Luar
negeri, Penulis menarik sebuah kesimpulan sebagai analisis atas buku ini adalah sebagai
berikut;
1. Tingginya BMI bekerja di Luar Negeri Akibat
dari Sempitnya akses atas penguasaan tanah oleh petani di desa. Bahkan tanah
petani terancam atas perampasan dan monopoli Tanah dalam bentuk perkebunan,
pertanian, pertambangan skala besar oleh Negara
(PTPN, Taman Nasional, Perhutani/Ihutani, dll atau perusahan swasta
besar (Borjuasi besar komprador dan tuan tanah besar seperti Sinar Mas, Wilmar,
Salim Group dll)
2. Sempitnya akses atas tanah sebagai topangan
hidup petani, membuat petani kehilangan pekerjaan di desa, sehingga mendorong
rakyat Indonesia mencari pekerjaan di Luar
Negeri
3. Di Sisi lain, Negara melalui Pemerintahan SBY
tak mampu menjamin Lapangan Pekerjaan yang luas bagi rakyat Indonesia
4. Tingginya angka BMI khsusunya TKW bekerja
menjadi PRT disebabkan rendahnya akses atas pendidikan dikarenakan biaya
pendidikan mahal dan fasilitasi yang rendah khususnya di Pedesaan.
Tak ada gading tak retak, sama halnya dengan
buku ini. Namun, Penulis menganggap bahwa
Buku ini tetap menarik untuk menjadi salah-satu literatur melihat sisi
kehidupan BMI khususnya TKW yang
diterlantarkan oleh Pemerintah Indonesia.
Oleh : Rachmad P Panjaitan
0 komentar:
Posting Komentar