“Lawan
seluruh skema kerjasama anti rakyat-Bangun kerjasama dan pembangunan yang Adil
dan Mengabdi pada Rakyat!”
Stop
Liberalisasi-Bubarkan APEC dan WTO!
I.
Pengantar
Tahun 2013 menjadi momentum penting bagi konsolidasi
Imperialisme AS untuk segera mengakhiri krisis global sejak 2008 dengan mengintensifkan
kerjasama-kerjasama multilateral baik regional ataupun global. Melalui
kerjasama-kerjasama yang telah dibentuknya akan melahirkan perjanjian kerjasama
yang mengikat bagi Negara-negara khususnya berkembang untuk menjalankan
liberalisasi perdagangan dunia yang tentunya menguntungkan Negara maju
(Imperialisme AS).
Imperialisme telah menetapkan 3 (tiga) agenda
konsolidasinya terhadap Negara-negara yang berada dibawah dominasinya, yakni
melalui: Pertama, 1). Pertemuan High Level Panel (HLP) untuk melakukan
penilaian atas perjalanan dan pencapaian Millennium Developments Goals (MDGs)
sejak tahun 2000-2015 dan sekaligus merumuskan rencana program pembangunan
paska 2015. Kedua. Pertemuan Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC) yang ditandai dengan rangkaian pertemuan SOM I-III
dan puncaknya 1-8 Oktober 2013. Ketiga,
yaitu pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Ke-9 Organisasi perdagangan
Internasional (WTO) yang akan diselenggarakan pada bulan Desember 2013. Seluruh
agenda tersebut akan diselenggarakan di Bali, Indonesia.
Brosure ini diterbitkan dalam rangka untuk menyikapi
konferensi tinkat tinggi (KTT) APEC, 1-8 Oktober di Bali, Indonesia. Adapun pokok
bahasan dalam brosur ini akn menguraikan sejarah lahirnya APEC, prioritas pembahasan pertemuan
APEC 2013, kepentingan Negara Maju khususnya Imperialisme AS pada pertemuan
APEC dan terakhir Sikap rakyat Indonesia
dalam pertemuan APEC 1-8 Oktober di Bali.
II.
Sejarah Lahirnya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
APEC
adalah suatu forum kerjasama ekonomi untuk “memfasilitasi” [1]pertumbuhan
ekonomi, perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik. Forum tersebut
berdiri tahun 1989 dan beranggotakan 21 Negara, yakni: Australia, Brunei
Darussalam, Canada, Chile, China, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Mexico,
New Zealand, Papua New Guinea, Peru, Philipina, Russia, Singapore, China
Taipei, Thailand, dan Amerika serikat.
Mengapa AS, Rusia, Peru, Mexico dan, Kanada mempunyai status keanggotaan di
Asia Pasifik, sementara negara tersebut di luar asia pasifik?
Secara normatif dijelaskan bahwa beberapa
Negara ini dianggap mencakup negara-negara utama di kawasan Asia yang terletak
di sekeliling lingkar luar Pasifik (Pacific-rim) yang membujur dari Oceania,
hingga ke Rusia, dan turun ke bawah sepanjang pantai barat Amerika. Sehingga dalam kerjasama APEC memasukkan Kanada, Chili, Rusia, Mexico, Peru, dan Amerika Serikat[2].
Namun sesungguhnya bahwa APEC merupakan sarana yang dilahirkan Imperialisme AS
di regional Asia Pasifik untuk menyambut integrasi ekonomi neoliberalisme
melalui isu liberalisasi perdagangan dan globalisasi[3]
sebagai skema untuk menguasai politik, budaya, militer dan khususnya ekonomi di
Asia Pasifik.
Perkembangan Pertemuan APEC
Rangkaian beberapa
Pertemuan APEC mulai dari Deklarasi sampai menuju Pertemuan APEC Oktober di
Bali, Indonesia antara lain[4]:
1.
Pertemuan Canberra,
Australia-Tahun 1989
APEC
resmi terbentuk pada bulan Nopember 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan
forum ini merupakan usulan mantan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke, yang
merupakan kelanjutan dari berbagai usulan dan upaya untuk mengadakan kerjasama
ekonomi (Baca: perdagangan dan investasi)
regional Asia Pasific.
2. Pertemuan Blake Island, United States (AS)- Tahun 1993
Para pemimpin ekonomi APEC
bertemu untuk pertama kalinya dan menyusun Visi APEC yakni “stabilitas, keamanan dan kemakmuran
bagi masyarakat”.
3.
Perteuan Bogor, Indonesia-Tahun
1994
APEC
mencetuskan Bogor Goals yang isinya “Liberalisasi dan
fasilitasi perdagangan, serta investasi yang didukung kerjasama ekonomi dan
teknis (pembangunan)”. Hasil kesepakatan Bogor Goals 1994 akan menjadi
prioritas Imperialisme AS dan Indonesia menjadi kesepakatan pertemuan APEC
Oktober 2013 nanti di Bali).
4. Pertemuan Osaka,Jepng-Tahun 1995
APEC
menerima Osaka Action Agenda (OAA) yang memuat kerangka kerja untuk mencapai
Bogor Goals melalui liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi bisnis dan
kegiatan sektoral. Upaya tersebut didukung dengan dialog kebijakan dan
kerjasama ekonomi dan teknik. Dalam pertemuan ini telah tampak intervensi
kepentingan Imperialisme AS melalui korelasi WTO dengan APEC atas dasar prinsip-prinsip untuk memandu pencapaian
liberalisasi dan fasilitasi meliputi konsistensi dengan WTO-APEC, persaingan,
non-diskriminasi, transparansi, komprehensivitas, standstill.
5. Pertemuan Manila, Filipina-Tahun 1996
Pertemuan Manila Menyetujui
the Manila Action Plan for APEC (MAPA) yang menekankan langkah-langkah
liberalisasi dan fasilitasi perdagangan, investasi dalam mencapai Bogor Goals,
dan untuk pertama kalinya menyusun Rencana Aksi kolektif (Collective Action
Plans – CAPs) dan Rencana Aksi individu (Individual Action Plans – IAP)
yang menjelaskan bagaimana anggota ekonomi APEC akan mencapai tujuan
perdagangan bebas yang merupakan targetan Imperialisme AS di Asia Pasifik.
6. Pertemun Vancouver, Canada-Tahun 1997
APEC menyetujui usulan
percepatan liberalisasi 15 sektor (Early Voluntary Sectoral Liberalization –
EVSL) di dalamnya termasuk hasil
pertanian, kehutanan, laut, energy. Selain itu forum ini juga memutuskan
bahwa Rencana Aksi Individu harus diperbaharui setiap tahun.
7. Pertemuan Kuala Lumpur, Malaysia-Tahun 1998
Keputusan
penting yang dihasilkan di Kuala Lumpur (Cyberjaya Declaration), yakni
kesepakatan mendesak Negara Maju untuk bertanggung jawab membenahi krisis
financial 1997 di Asia. Tentu ini merupakan ilusi Negara Maju untuk menguasai
Negara Berkembang khususnya kawasan Asia Pasifik melalui eksport kapital dalam
bentuk investasi, hibah, hutang dan, pinjaman. Hal ini menyebabkan semakin
bergantungnya Negara Berkembang khususnya Indonesia terhadap Negara Maju. Selanjutnya para pemimpin ekonomi APEC mendorong
kerjasama dengan lembaga multilateral seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia
(ADB) yang merupakan instrument Imperialisme AS. Dalam perkembangannya, situasi
tersebut (Krisis Finans 1997) menjadi salah satu dasar penyusunan program
“United Nations Millennium Development’s Goals (MDGs)/Target pembangunan
milenium” yakni program ilusif atas nama pembangunan yang dijalankan secara
global dibawah paying PBB atas kontrol Imperilisme AS.
8.
Pertemuan Auckland, New
Zealand-Tahun 1999
Pada
pertemuan di Selandia Baru disepakati bahwa, dalam upaya mempercepat pemulihan
ekonomi Asia, dapat dilakukan melalui penajaman komitmen liberalisasi dengan
penghapusan hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif (Barang, Jasa, HAKI). Tentu ini adalah
skema ekonomi neoliberalisme yang dijalankan atas rumusan Washington Consensus
(1989) yakni pada kebijakan De-Regulasi yang menghilangkan hambatan di
negara-negara berkembang atas arus perdagangan bagi Negara-negara maju
(kapitalisme monopoli) yang dikemas atas nama “perdagangan bebas (Free trade
Agreement-FTA)”. Skema ini kemudian terus dikembangkan dibawah kerjasama
bilateral dan multilateral yang mengilusikan rakyat dunia dan kawasan bahwa
dibawah skema ini (FTA) rakyat diseluruh Negara dapat bersaing secara bebas atas
produk-nya, baik dipasar nasional maupun Internasional.
Dengan
demikian, setiap Negara anggota dipaksakan membuka diri seluas-luasnya untuk
kerjasama perdagangan, termasuk menyediakan fasilitas perdagangan[5]
(Ex. export-import) yang akan mempermudah pembukaan pasar dalam negeri untuk
Produk luar Negeri. Kenyataannya, seluruh aspek perdagangan dan pasar secara
umum telah dikuasai oleh kapitalis monopoli, mulai dari modal, bahan mentah,
alat kerja dan teknologi, serta perbedaan system produksi (Kapitalisme monopoli memproduksi barang secara massal, sementara
rakyat di Negara miskin dan berkembang melakukan produksi dalam skala kecil dan
terbatas). Akibatnya, produk milik kapitalis monopoli (Imperialisme)
terus membanjiri pasar dalam negeri dengan harga yang relative lebih murah. Akibatnya,
industry manufactur, rakitan dan industry semi processing serta industry kecil
yang ada didalam negeri terpukul habis oleh kekuatan modal dan produk milik
kapitalis monopoli asing karena kehilangan kemampuan untuk bersaing.
Artinya bahwa dalam perkembangan saat ini, tidak ada satu
skema-pun yang pantas disebut sebagi “system perdagangan bebas”. System
tersebut adalah system perdagangan yang telah usai puluhan tahun silam, sejalan
dengan perkembangan sistemkapitalisme menuju puncaknya. Kini, sistem telah
berada pada fase akhir (Puncak-nya), yakni sistem kapitalisme monopoli
(Imperialisme) yang samasekali tidak memiliki syarat akan adanya perdagangan
bebas dengan persaingan yang adil dan setara. Perdagangan bebas (Free trade agreement-FTA) yang terus
digadang-gadang oleh Imperialisme dan didukung oleh Pemerintah didalam Negeri
atas nama globalisasi hanyalah Ilusi semata. Perdagangan bebas yang dimaksud
saat ini, tak lain hanya “ke-konyolan” yang tidak akan pernah hadir bersama
keadilan dan kesetaraan ditengah system monopoli yang terus dipertahankan oleh
Imperialisme bersama bonekanya diseluruh Negeri.
9. Pertemuan Bandar Seri Begawan, Brunei
Darussalam-Tahun 2000
Pada tahun ini kesepakatan diambil masih tetap
sama, yakni menjalankan liberalisasi perdagangan di Asia Pasifik. Negara-
negara anggota APEC memperkuat komitmennya atas menjalankan Action Plan for
the New Economy sebagai targetan Imperialisme AS untuk tetap menguasai SDA
dan SDM di negara berkembang khususnya Indonesia.
10.Pertemuan Shanghai, Repubik Rakyat China-Tahun 2001
APEC menyetujui Shanghai Accord yang
difokuskan untuk memperluas Visi APEC, menegaskan kembali langkah-langkah
mencapai Bogor Goals dan memperkuat
mekanisme implementasinya. Menyetujui memperkuat struktur pasar dan institusi,
memfasilitasi investasi infrastruktur dan teknologi untuk transaksi secara
elektronik dan mendorong kewirausahaan dan peningkatan kapasitas manusia.
Dalam
pertemuan inipula, APEC mencetuskan kerjasama militer dan pertahanan atas nama
counter terrorisme untuk pertama kalinya yang dikenal dengan ”APEC’s Counter-Terrorism
Statement” atas dasar kepentingan
Imperialisme AS yang melihat gerakan rakyat mulai bangkit menolak
Imperialisme AS beserta Instrumennya termasuk APEC. Di satu sisi Imperialisme
menginginkan sebuah stabilitas keamanan di Negara berkembang agar bisa
menjalankan segala prioritas liberalisasi perdagangan di Asia Pasifik. Maka
Imperialisme AS mendapatkan legitimasi untuk membangun pangkalan militer di
kawasan asia pasifik dan keuntungan atas kerjasama penjualan alusista.
11.Pertemuan Los Cabos, Mexico-2002
APEC menerima Trade
Facilitation Action Plan, Policies on Trade and the Digital Economy and
Transparency Standards (Rencana Aksi
Fasilitasi Perdagangan, Kebijakan Perdagangan
dan Ekonomi Digital dan Standar Transparansi). Dan
semakin mengukuhkan perang melawan teroris (isu bikinan imperialisme AS) di
Asia Pasifik.
12.Pertemuan Bangkok, Thailand-Tahun 2003
Pertemuan APEC Bangkok,
2003 mengusung Tema ”A World of Differences: Partnership for the Future” membawa
kekuatan individu dari semua anggota APEC untuk meningkatkan kemakmuran.
Mempromosikan perlindungan atas manusia (Promoting of Human Security),
memberdayakan masyarakat untuk lebih aktif dan dapat mengandalkan
ekonomi regional. Knowledge Based Economy (KBE) for all – KBE sebagai
landasan pertumbuhan ekonomi dikawasan APEC. Financial Architecture for a
World of Differences – meningkatkan investasi dan perdagangan serta pembiayaan
atas pembangunan infrastruktur (best practices of financial regulations and
corporate governance) yang dapat diterapkan di semua anggota ekonomi. Growth
Enterprises: SMEs and Micro Business.
Selain itu, dalam pertemuan ini isu UKM
sebagai alternatif pembangunan ekonomi Asia Pasifik untuk mengejar kesetaraan
dengan Negara Maju. Tentu isu UKM adalah bagian dari ilusi Imperialisme
AS untuk lebih memperlancar Investasi perdagangan dan infrastuktur dengan kedok
UKM. Dan tentu merupakan mimpi di siang bolong bahwa kebijakan UKM
Negara Berkembang dapat bersaing dengan Industri Negara Maju baik secara
kualitas, kuantitas dan terutama persaingan atas akses dan penguasaan pasar.
13.Pertemuan APEC 2004-2012
Semenjak
APEC dideklarasikan1989 di Australia, Pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
APEC sudah dijalankan 24 kali (secara keseluruhan). Mulai dari tahun 1989-2012,
seluruh kebijakan yang ditetapkan dalam pertemuan KTT APEC, seluruhnya tidak
jauh dari kepentingan Imperialisme AS yakni “ liberalisasi dan fasilitas
perdagangan, investasi, infrastuktur serta koneksi kerjasama pembangunan yang
komprehensif “.
III.
Prioritas Pertemuan APEC 1-8
Oktober 2013 di Bali, Indonesia
Dari setiap Pertemuan KTT APEC,
Imperialisme AS semakin menunjukkan watak aslinya yang Eksploitatif, Ekspansif dan
Akumulatif atas modal dalam menguasai negara-negara berkembang di Asia Pasifik,
khususnya Indonesia. Namun puncak dari skema yang lebih intensif dan
bar-bar dapat dilihat dari pertemuan KTT APEC yang akan diselenggarakan 1-8 Oktober
2013 di Bali, Indonesia. Pertemuan itu merupakan sarana konsolidasi di Asia
pasifik menuju pertemuan WTO Desember di Bali, Indonesia pula. Adapun 3 prioritas agenda Pertemuan KTT APEC di Bali
yakni[6]:
1. Mencapai the
Bogor Goals 1994, (Program utama: Liberalisasi dan fasilitasi perdagangan,
serta investasi yang didukung kerjasama ekonomi dan teknis)
2. Mewujudkan
kesetaraan dalam pembangunan berkelanjutan, dan
3.
Mendorong terwujudnya
konektivitas sesama anggota negara Asia Pasifik dan Global
Pertemuan
KTT APEC adalah ilusi kedaulatan dan kemandirian kawasan ekonomi Asia pasifik,
sejatinya bukanlah skema kerjasama regional yang independen. Sebab, di dalamnya
tertancap kuat intervensi dan dominasi Imperialisme AS melalui pemerintahan
boneka-bonekanya di Negara-negara Asia Pasifik khususnya Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Melalui kacung-kacungnya tersebut, Imperialisme terus
mendorong seluruh Negara di Asia Pasifik untuk menerima dan mengadopsi seluruh
skema-nya untuk dimutakhirkan dalam
Pertemuan WTO nanti. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
pokok-pokok program APEC yang terintegrasi secara langsung dengan seluruh agenda
Global-WTO. Bahkan secara lansung mempunyai orientasi untuk mensukseskan
seluruh program global anti rakyat untuk memeperkuat kepentingan Imperialisme
AS atas Liberalisasi sektor perdagangan[7].
Tentu
hal ini akan senantiasa membuat Negara Indonesia tidak mempunyai kedaulatan atas
kekayaan alamnya untuk mensejahterhkan rakyat Indonesia. Sebab melalui agenda
APEC yang ditindaklanjuti melalui
pertemuan WTO, akan semakin merampas hak-hak dasar rakyat, terutama perampasan
dan monopoli atas tanah oleh negara dan tuan tanah besar serta borjuasi besar
komprador melalui perkebunan, pertambangan dan pertanian skala luas. Sementara
itu, sarana dan hasil produksi akan dikontrol penuh melalui mekanisme Negara
Maju (Imperialisme AS) dan perusahan komprador[8] seperti Cargil, Nestle,
Unilever, Kraft Foods, Philip Morris, Musanto, Dow Agro, Bakrieland.
Sementara
itu dalam Pertemuan APEC nanti, Indonesia
akan mengajukan penambahan pembahasan produk
pertanian ramah lingkungan (Utamanya CPO dan Karet) sebagai bagian
prioritas komoditas perdagangan (dimasukkan dalam daftar APEC Environmental
Goods-EGs) dengan dalih “untuk melanjutkan proses pengurangan emisi karbon
secara global”. Tentu isu menjaga ekosistem lingkungan dan agraria merupakan
tipuan rejim komprador SBY untuk menguatkan eksistensi Negara, borjuasi besar
komprador, tuan tanah besar dan Imperialisme untuk mempertahankan kelansungan atas
dominasi dan seluruh skema penghisapannya atas seluruh aspek penghidupan rakyat
di Indonesia.
Terbukti
bahwa Indonesia sebagai pemasok CPO terbesar di dunia, berbanding terbalik
dengan kesejahteraan rakyat Indonesia yang terus merosot. Bahkan peningkatan
perkebunan, khususnya sawit malah terus mengancam dan merusak lingkungan dan
diikuti dengan kriminalisasi dan kekerasan terhadap kaum tani dan, suku bangsa minoritas
di Indonesia. Sementara itu, Indonesia juga mengusulkan pembahasan UKM [9] yang sebenarnya
merupakan “bahan candaan” di tengah prinsip liberalisasi perdagangan. Artinya
perusahaan raksasa Imperialisme AS akan memangsa habis-habisan UKM dalam
persaingan dagang baik modal ataupun pasar.
Sedangkan
dalam sektor Pendidikan dalam
Pertemuan APEC, akan membahas sejumlah konsep tentang
kerjasama pendidikan untuk mempermudah pendistribusian ilmu pengetahuan dan
keterampilan dengan prinsip lintas regional dan global[10].
Denan demikian, pendidikan akan dijadikan sebagai sektor jasa untuk
menguntungkan perusahan-perusahan raksasa Imperialisme melalui investasi modal
di sektor pendidikan Indonesia. Esensi dari liberalisasi pendidikan dalam
Pertemuan APEC adalah perdagangan monopoli Imperialisme AS yang beriorientasi
untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya di sektor pendidikan Indonesia.
Sehingga tanggung jawab Negara atas pendidikan ditanggalkan atas dasar
liberalisasi (baca: otonom) yang menyesatkan. Inilah yang menjadi dasar
mahalnya biaya pendidikan dari tahun ke tahun di Indonesia.
IV.
Kepentingan Imperialisme AS atas Pertemuan APEC
1. Pertemuan APEC pada hakikatnya bukanlah kerjasama independen
Asia Pasifik yang mengabdi pada kepentingan rakyat, Namun merupakan kepentingan
Imperialisme AS untuk memuluskan skema liberalisasi dalam pertemuan WTO
Desember 2013.
2. Pertemuan APEC
mempunyai orientasi untuk menopang dan mensukseskan stabilisasi dalam
pertemuan WTO sebagai instrumen untuk menjalankan kepentingan Imperialisme AS
atas liberalisasi dan fasilitas perdagangan serta investasi yang didukung
kerjasama ekonomi dan teknis (pembangunan Infrastuktur).
3. Imperialisme AS juga mempunyai kepentingan atas konektivitas
untuk memasifkan kerjasama baik regional ataupun global agar terhubung dengan
pembangunan Negara Berkembang demi meraup keuntungan dan menyelamatkan
kehancuran perusahaan raksasa AS (MNC,TNC) akibat krisis.
4. Melalui kerjasama yang komprehesif, Imperialisme AS
sesungguhnya bertujuan melimpahkan beban krisis yang dideritanya (termasuk
Negara Maju Uni Eropa) kepada Negara-negara Berkembang khususnya Indonesia.
V.
Penutup: Sikap Rakyat Dalam Pertemuan KTT APEC 2013
“Lawan seluruh skema liberalisasi
perdagangan dan globalisasi-Bubarkan
APEC dan WTO”
Berdasarkan
paparan diatas, APEC bukanlah kerjasama regional independen di Asia Pasifik yang
mengabdi pada rakyat. Kerjasama APEC hanya sebagai ajang konsolidasi untuk
memperkuat dominasi dan kepentingan ekonomi Imperialisme AS yang akan ditindaklanjuti salah satunya dalam pertemuan
WTO pada Desember 2013.
Pertemuan
APEC akan merampas hak-hak dasar rakyat atas tanah, upah, pendidikan, kesehatan,
fasilitas infrastuktur untuk dijadikan sebagai sasaran liberalisasi perdagangan
Imperialisme AS. Proyek MP3EI di Indonesia (baca: prioritas Indonesia dalam
pertemuan APEC) merupakan agenda Komprador SBY untuk memberikan ruang
liberalisasi yang seluas-luasnya berinvestasi kepada tuannya, Imperialisme AS. Melalui
pembohongan publik, pemerintah berkedok ketahanan ekonomi dalam koridor
kepentingan nasional. Agenda Pertemuan APEC 2013 juga berhubungan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, dan khususnya
mendorong percepatan pembangunan infrastruktur dalam skema MP3EI[11] yang sesungguhnya manifestasi
kepentingan Imperialisme AS di Indonesia.
Oleh
karena itu, sudah menjadi kewajiban rakyat negara berkembang (Indonesia) dan
dunia pada umumnya terlibat aktif menyebarluaskan penolakan atas pertemuan KTT
APEC 1-8 Oktober. Sebab Pertemuan ini merupakan sarana akselerasi bagi
negara-negara maju (Imperialisme AS) untuk menjalankan skema liberalisasi
perdagangan di negara berkembang khususnya Indonesia.
Konskwensi
liberalisasi perdagangan akan membuat petani terancam semakin menderita akibat perampasan tanah dan sarana-modal-harga
produksi yang dimonopoli oleh negara-negara maju. Sementara itu buruh akan
semakin terancam dalam skema upah murah serta jaminan kesejahteraan yang layak.
Sedanngkan pendidikan yang mahal akan semakin membuat pelajar, pemuda mahasiswa
tidak mampu mengecap dunia pendidikan. Di sisi lain, lapangan pekerjaan yang
diciptakan terbatas akan membuat jutaan tenaga kerja produktif menjadi
penganguran. Maka, tidak ada alasan
untuk menerima pertemuan APEC dan WTO nanti.
Sikap rakyat
sudah jelas menolak dan melawan kerjasama Pertemuan APEC yang diadakan Oktober
di Indonesia. Kerjasama ini akan menghilangkan kedaulatan dan kemandirian
rakyat atas kekayaan alam di negaranya. Berjuang bersama rakyat dalam Organisasi
massa yang bergabung di aliansi yang anti Imperialisme AS dan Feodal adalah
kunci kemenangan kedaulatan ekonomi, politik, budaya seluruh rakyat Indonesia. FMN sebagai Ormass Mahasiswa harus
mampu mengabarkan berita ini kepada mahasiswa-mahasiswa secara luas di
kampus-kampus hingga pabrik ke pabrik dan desa ke desa. Sehingga rakyat paham
bahwa Pertemua APEC, WTO adalah derita yang menakutkan bagi rakyat.
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Jayalah perjuangan massa!
[1] Dalam KBBI, arti kata
Memfasilitasi adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi; kemudahan.
Tentu jika melihat dikursus yang dibangun dalam APEC, arti Memfasilitasi adalah
meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Namun
analitis kritis akan arti kata memfasilitasi dalam diskursus APEC adalah
memperlancar pelaksanaan fungsi dan kemudahan bagi negara Imperialisme AS untuk
menjalankan skema liberalisasi perdagangan dalam rangka menguasai asia pasifik
khususnya di bidang ekonomi.
[3] Globalisasi
adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh
dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas
suatu negara menjadi semakin sempit dan tidak
berdaulat. Globalisasi ini dilahirkan dan dijalankan oleh Imperialisme AS
melalui instrumen-instrumentnya (WTO, Word Bank, IMF, PBB, ADB, APEC, dll)
[4]
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/files/content/4/apec20041030112922.pdf,
diuduh pada tanggal 02-10-2013, pukul
10.04 WIB
[5] Fasilitas perdagangan dikelurkan dalam berbagai bentuk.
Politik: membuat kebijakan (UU dan bentuk peraturan lainnya) yang akan
mempermudah liberalisasi perdagangan, Infrastruktur, pengurangan tarif yang
ditargetkan hingga nol tarif (Zero tarif) untuk pajak Eksport-Import, pembukaan
pasar, pembukaan lahan sumber bahan mentah, penyediaan tenaga kerja murah, dll.
[6]http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/01/1110484/Memanfaatkan.Kesepakatan.yang.Tak.Mengikat.di.APEC,
diunduh pada tanggal 02-10-2013, pukul 15.43 WIB
[7]
http://pp-frontmahasiswanasional.blogspot.com/2013/02/indonesia-menjadi-poros-seluruh-agenda.html,
diunduh pada tanggal 02-10-2013, pukul 15.56 WIB
[8]
http://fprsatumei.wordpress.com/2013/06/07/stop-land-grabbing-and-junk-wto/,
diunduh pada tanggal 02-10-2013, pukul 16.14 WIB
[9] http://www.bisnis.com/m/ktt-apec-2013-empat-agenda-disiapkan-untuk-pengembangan-ukm, diunduh pada tanggal 02-10-2013, pukul
17.36 WIB
[10] http://www.antaranews.com/berita/383240/apec-bahas-konsep-kerja-sama-pendidikan, diunduh pada tanggal 02-10-2013, pukul
17.40 WIB
[11] http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/16/1347560/Indonesia,
diunduh pada tanggal 02-10-2013, pukul 18.04 WIB
0 komentar:
Posting Komentar