Menuju Konferensi Tingkat Menteri
(KTM) ke 9 WTO 3-6 Desember, WTO dan pemerintahan SBY-Boedino semakin
menunjukan watak fasis dan anti demokrasi. Front Mahasiswa Nasional, organisasi mahasiswa nasional yang menjadi anggota
Indonesian Peoples Alliance/Aliansi Rakyat Indonesia, dicabut akreditasinya
oleh WTO berdasar rekomendasi pemerintahan SBY.
Pada 30 November, L. Muh Harry Sandy Ame, Sekretaris Jenderal FMN, datang ke Hotel Santika untuk mengambil kartu tanda pengenal peserta KTM 9 WTO, bersama 1 orang anggota FMN. Namun diloket pengambilan tanda pengenal petugas yang bertanggung jawab menolak untuk memberikan tanda pengenal tersebut tanpa mendapatkan penjelasan terkait penolakan.
Sekjen FMN berusaha untuk mendapatkan
keterangan yang jelas kepada petugas loket agar memanggil koordinator
registrasinya. Beberapa petugas dari lintas kementerian kemudian menemui Sandy,
mereka adalah Gantosori (Kementerian Luar Negeri RI), Budi Wibowo (Kementerian Luar Negeri RI),
Karel (Kementerian Industri dan Perdagangan RI), Alfest(Kementerian Industri
dan Perdagangan RI). Gantosari mengatakan pencabutan terhadap FMN diputuskan
dalam rapat lintas kementerian, Polri, TNI, dan BIN.
Alasan utama pencabutan ini dikatakan
Gantosari karena: (1) Pandangan dan Sikap FMN yang kritis dan melawan WTO; (2)
FMN dianggap merupakan ancaman terhadap keamanan terhadap KTM 9 WTO.
Alasan yang dikemukan sungguh tidak
masuk akal. Ya betul pandangan FMN memang kritis dan melawan WTO karena WTO
merupakan ancaman terhadap masa depan pendidikan dan hak pendidikan pemuda
mahasiswa serta seluruh warga negara. Atas dasar inilah mengapa kami menyerukan
hal tersebut kepada WTO yang akan bersidang. Kalau hal demikian dianggap
merupakan ancaman terhadap keamanan KTM 9 WTO, maka ini memperlihatkan
pandangan dan sikap WTO yang anti demokrasi dan pemerintahan SBY yang Fasis.
Dalam pandangan Front Mahasiswa
Nasional ini merupakan sikap fasis pemerintahan SBY-Boediono.
FMN berhasil memenuhi seluruh
persyaratan legalitas melalui tahapan-tahapan yang diatur WTO. Hasil permohonan
di terima.
Pencabutan akreditasi bagi FMN merupakan tindakan yang anti demokrasi dan Fasis. Tindakan represif oleh pemerintahan Republik Indonesia dapat dimaknai sebangai kelanjutan dari implementasi kebijakan dalam rangka penerapan globalisasi-neoliberal yang sangat bertentangan dengan kehidupan dan rakyat Indonesia.
Tidak hanya di Bali, pencekalan
anggota FMN juga dilakukan oleh kepolisian Nusa Tenggara Barat ketika akan
terlibat dalam acara Youth Solidarity Festival dan Kemah Rakyat Dunia di Gor
Ngurah Rai, 3-6 Desember 2013. Kepolisian memeriksa dan tidak memperbolehkan
anggota FMN masuk Bali bahkan sempat di interogasi di Polres Lombok Barat.
Peristiwa ini tidak menyurutkan semangat FMN menyelenggerakan Youth Solidarity Festival di Bali.
Penyangkalan terhadap FMN, pada akhirnya hanya akan menjadi bahan bakar dalam perjuangan melawan sikap-sikap dan pendiririan yang anti rakyat oleh pemerintah Indonesia. Kami akan terus menuntut perdagangan internasional alternatif yang dibangun atas dasar solidairtas antar rakyat, perlindungan terhadap kehidupan, dan pembangunan yang berkelanjutan, dimana hal-hal tersebut tidak dapat diberikan oleh WTO
Atas pemaparan di atas FMN menyatakan sikap “ Mengecam Pencabutan Akreditasi FMN oleh WTO
melalui Pemerintah Indonesia” selain itu FMN menyatakan sikap:
- Menuntut kepada Pemerintahan Republik Indonesia untuk tidak menjual Indonesia melalui forum-forum Internasional seperti WTO
- Menuntut kepada Pemerintahan SBY-Boedino untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia
- Menuntut kepada Pemerintahan SBY-Boedino menjamin kebebasan warga negara menyampaiakan pendapat dan aspirasinya.
- Kepada Seluruh rakyat Indonesia, kami mengajak untuk bersama-sama menolak skema liberalisasi perdagangan di Indonesia dan menolak WTO
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.
Jakarta, 2 Desember 2013
Pimpinan Pusat
Front Mahasiswa Nasional
0 komentar:
Posting Komentar