Sebagaimana
kita ketahui bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai kewenangan dalam menguji
Undang-undang terhadap UUD 1945. Tentu itu memberikan sebuah ruang
publik kepada masyarakat yang ingin menggugat sebuah undang-undang yang
dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan bernegara dan berbangsa.
Senada dengan fungsi dari MK, FMN yang bergabung dalam Komite Nasional
Pendidikan (KNP) pada tanggal 07 Maret
2013 melakukan gugatan atas UU DIKTI No. 12 Tahun 2012. Adapun alasan dari KNP
melakukan gugatan, karena menggangap bahwa UU DIKTI melalui otonomi perguruan
tinggi bertentangan dengan cita-cita penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
UU DIKTI secara eksplisit mengatur otonomi perguruan tinggi yang dianggap
sebagai bentuk lepasnya tanggung jawab Negara serta mendorong liberalisasi di
dalam dunia pendidikan. Atas dasar otonomi perguruan tinggi melalui UU DIKTI,
mengancam semakin hilangnya akses rakyat untuk mendapatkan pendidikan tinggi.
Selain otonomi yang diperkarakan, kita juga melihat bagaimana UU DIKTI mengatur
pinjaman lunak kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah. Tentu kita dapat
menilai bagaimana Negara menyuruh warga negaranya ‘berutang’ hanya untuk mendapatkan
pendidikan di negeri ini. Sungguh
ironi ketika tanggung jawab telah diabaikan Negara. Bahkan di dalam UU DIKTI
melegalkan penimbunan kekayanan dengan berbagai jenis usaha yang diberikan
secara otonom kepada perguruan tinggi. Ini bertentangan dengan tujuan pendidikan tinggi untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa yang berubah institusi pendidikan sebagai lembaga meraup
keuntungan.
FMN
menyatakan bahwa perlunya mengugat UU DIKTI karena semangat dari UU DIKTI tidak
jauh berbeda dengan UU BHP yang telah dibatalkan MK pada 31 maret 2010. Adapun
alasan MK membatalkan UU BHP pada saat itu, karena menganggap bahwa UU BHP mempunyai
semangat otonom yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila, yang menyebutkan UU BHP sarat akan
komersialisasi di dunia pendidikan. MK juga menjelaskan bagaimana Negara harus
bertanggung jawab penuh atas pembiayaan pendidikan tinggi di Indonesia.
Namun
tepat pada sore tadi (29/04/2014)
pukul 14.16 WIB kita digegerkan dengan berita bahwa gugatan yang dilakukan oleh
KNP atas UU DIKTI tidak dikabulkan oleh MK. Tentu keputusan ini membuat kita
kecewa sekaligus “geram” melihat MK
yang tidak profesional dan berpihak kepada mahasiswa. Bahkan MK menolak secara
keseluruhan dari isi gugatan pemohon KNP (Pemohon; salah-satunya-Pimpinan Pusat
FMN). Alasan dari MK sangat sederhana dan membinggungkan. Mereka menyebutkan bahwa UU
DIKTI sudah menggambarkan “akuntabilitas” dalam dunia pendidikan tinggi. Hal
itu membuat kita tercengang dan semakin lucu melihat tingkah laku MK yang
tidak kredibilitas dan bahkan kualitas yang rendah. kita menganggap bahwa ketika MK menyebutkan akuntabilitas menjadi alasan untuk
mempertahankan UU DIKTI, itu hanyalah kebohongan besar dan alasan yang dangkal.
Contohnya saja; UU DIKTI yang mengamanatkan kebijakan operasional dalam
menjalankan perguruan tinggi, bahkan tidak melibatkan mahasiswa yang merupakan
bagian civitas akademis. Selain itu, di dalam UU DIKTI bahkan mentolerir ketika dalam audit ada
tindakan kesalahan dari perguruan tinggi.
Yang lebih membongkar kebohongan dari akuntabilitas UU DIKTI adalah
proses penetapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) setiap tahun akan sarat korupsi
anggaran. Beberapa contoh Itu saja sudah bisa dapat menyanggah dan membantah
alasan MK yang tidak mendasar dan ilmiah. Apalagi menurut kami bahwa MK membatalkan
gugatan UU DIKTI, tidak berdasarkan uji materil pemohon yang menyebut UU DIKTI
melegalkan komersialisasi akibat otonomi perguruan tinggi.
Oleh
karena itu, kami PP FMN menyatakan sikap bahwa Putusan MK Menolak Gugatan
Judiicial Review (JR) UU DIKTI merupakan bentuk tidak berpihaknya MK untuk menyelenggarakan
pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat
Indonesia. MK tidak ubahnya menjadi instansi yang menjadi kacung dari rejim
boneka SBY untuk melegalkan liberalisasi di dunia pendidikan. Kita pun mengetahui bahwa MK sekalipun adalah
lembaga yang pernah tersandung korupsi, tentu akuntabilitas serta
profesionalitas kerja akan jauh dari keputusan-keputusan mengabdi kepada rakyat.
Sekarang, perjuangan atas pencabutan UU DIKTI adalah perjuangan yang harus
ditumpuhkan pada gerakan mahasiswa dan rakyat. Bahwa kemenangan ada tangan kita, bukan di tangan MK apalagi rejim
Boneka SBY. Sehingga FMN tetap
menyerukan untuk terus-menerus mengelorakan dan memperluas kampanye atas Pencabutan UU DIKTI. Terima Kasih.
Hormat
saya,
29/04/2014
Rachmad P Panjaitan
Ketua FMN
0 komentar:
Posting Komentar