“Memperhatikan
pentingnya nilai-nilai tradisi dan budaya setiap bangsa demi perlindungan dan
pengembangan anak yang serasi”.
(Mukadimah Deklarasi Hak Anak 1959)
Di Indonesia,
Hari Anak Nasional diperingati setiap 23 Juli
sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tanggal
19 Juli 1984 [1]. Anak
adalah mereka yang berumur di bawah 18 Tahun, hal tersebut tertulis dalam
konvensi tentang perlindungan anak yang
di sahkan oleh majelis umum PBB, 20 November 1989. Selain itu negara juga bertanggungjawab untuk
melindungi dan memenuhi segala hak baik sosial, ekonomi maupun budaya bagi
anak-anak, aturan-aturan lain mengenai perlindungan anak sesungguhnya sangat
jelas diatur dalam konvensi PBB tentang perlindungan anak tahun 1989. Bahkan
dalam konvensi sudah diatur tentang hak kemerdekaan anak untuk berserikat dan
berkumpul secara damai. Sehingga peran besar
dalam upaya melindungi dan memenuhi hak anak atas kehidupan dan masa depannya
diletakan pada tanggung jawab negara.
Dalam
perjalanannya Indonesia sesungguhnya telah menandatangani konvensi tentang
perlindungan atas hak anak, karena bagaimanapun juga anak-anak adalah bagian
dari masa depan sebuah negara sehingga pentingnya untuk melindungi hak-hak anak
menjadi hal yang tidak bisa ditinggalkan. Dalam hal ini salah satu aspek
penting dalam perkembangan anak adalah jaminan atas pendidikan yang berkualitas
dan mampu di akses secara luas.
Ironisnya,
komitment negara untuk menandatangani konvensi perlindungan anak tidak sejalan
dengan prakteknya. Kasus-kasus yang melibatkan anak-anak tidak mendapat
perhatian yang semestinya dari pemerintah, perdagangan anak, pekerja anak di
bawah umur,kekerasan terhadap anak sampai perampasan hak anak atas pendidikan
masih sering terjadi, dan penanganannya seperti hanya seperlunya saja.
Mahalnya biaya
pendidikan menjadi factor utama tingginya angka putus sekolah dari tingkatan
dasar sampai pendidikan tinggi. Pada tahun 2013 saja, angka putus sekolah
mencapai 182.773 anak. Sementara tingkatan SMP mencapai 209.976 anak. Sedangkan
tingkatan SMA yang putus sekolah sebanyak 223.676 anak[2].
Kemudian Dari 80 persen yang lulus SD, hanya sekitar 61 persen yang melanjutkan
ke SMP maupun sekolah setingkat lainnya. Kemudian dari jumlah tersebut, yang
sekolah hingga lulus hanya sekitar 48 persen. Tentu Ini jumlah yang sangat
memprihatinkan dan membongkar kebohongan sekolah gratis sebagai program 9 tahun
wajib belajar seperti yang digalak-galakkan oleh pemerintah. Sementara itu,
dari 48 persen tersebut, yang melanjutkan ke SMA tinggal 21 persen dan berhasil
lulus hanya sekitar 10 persen. Sedangkan yang melanjutkan ke perguruan tinggi hanya sekitar 1,4 persen[3].
Selain
rendahnya akses anak-anak mendapatkan pendidikan, anak-anak juga mengalami persoalan
tindak kekerasan yang semakin tinggi baik secara fisik ataupun seksual. KPAI
mendapatkan laporan kekerasan yang dialami peserta didik pada bukan
januari-maret 2014 meningkat mencapai angka 379 orang[4]. Kekerasan tersebut
dilakukan baik dalam bentuk penganiayaan dan pelecehan seksual di dalam institusi pendidikan,
Sungguh ironi wajah pendidikan
Indonesia yang tercoreng akan tindakan-tindakan kekerasan yang dialami peserta
didik. Pendidikan yang seharusnya
menjadi wadah dalam meningkatkan nilai-nilai baik terhadap peserta
didiknya, telah berubah menjadi nilai buruk (amoral), bahkan peserta didik
menjadi korban atas seluruh peliknya kasus kekerasan.
Oleh
karena itu, kami dari Pimpinan Pusat FRONT MAHASISWA NASIONAL menyatakan sikap pemerintahan
SBY selama 10 tahun gagal dalam memberikan pendidikan bagi anak-anak di
Indonesia serta memberikan perlindungan dari tindak kekerasan. Oleh karena itu,
kami secara tegas meminta kepada Rejim yang baru agar mampu memberikan
pendidikan bagi anak-anak serta seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan hak demokratis
yang harus dipenuhi Negara. Selain itu, Rejim baru harus mampu memberikan
perlindungan terhadap anak-anak di tengah-tengah semakin meningkatnya tindak
kekerasaan fisik, pelecehan terutama di dunia pendidikan. Terima kasih.
23
Juli 2014
Hormat
Kami,
PIMPINAN PUSAT
FRONT MAHASISWA NASIONAL
Rachmad P Panjaitan, S.IP
[2]http://lipsus.kompas.com/kemdikbud/read/2013/10/16/1236445/Si.Miskin.Tidak.Dilarang.Sekolah, Diunduh pada tanggal 23 juli 2014, pukul 19.10
WIB
[3] http://www.tempo.co/read/news/2013/02/11/079460436/Gerakan-Anti-Putus-Sekolah-Dimulai-Tahun-Ini, Diunduh pada tanggal 23 juli 2014, pukul 19.24
WIB
[4] http://www.kpai.go.id/berita/3-bulan-kpai-terima-379-laporan-kekerasan-atas-anak/, Diunduh pada tanggal 23 juli 2014, pukul 19.30
WIB
0 komentar:
Posting Komentar