“Kemerdekaan
sejati bagi rakyat Indonesia adalah kemerdekaan yang diraih melalui perjuangan maha hebat
rakyat untuk Indonesia yang berdaulat dan mandiri secara
politik, ekonomi dan budaya yang bebas dari
cengkaraman Imperialisme AS dan feodalisme”
Salam
Demokrasi !
17
Agustus 1945 adalah hari bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasalnya
momentum itu merupakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
telah resmi mendeklarasikan negara yang berdaulat, yang lepas dari penjajahan.
Kemerdekaan Indonesia dicapai oleh perjuangan berjuta-juta rakyat yang dengan
gigih dalam melawan penjajahan. Oleh karenanya, capaian tersebut adalah puncak
pergolakan rakyat Indonesia semenjak abad 17 sampai di penghujung abad 19 untuk
melawan kolonial imperialisme dan feodalisme. Namun, sayangnya usaha rakyat
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan dengan
berdarah-darah dikhianati oleh boerjuasi komprador dan tuan tanah. Praktik
jahat dilakukan untuk menjual kembali dan membuka pintu neokolonialisme kembali
ke Indonesia. Usaha kompromis kepada Belanda yang puncaknya Konferensi meja
bundar (KMB) 1949, menyebabkan Indonesia tenggelam sebagai negara yang secara ekonomi, politik dan
budaya di bawah cengkraman imperialisme beserta kaki tangannya
rejim boneka sebagai pemerintahan bersama antara borjuasi besar komprador,
tuan tanah dan kapitalisme birokrat.
Usia Indonesia pun semenjak diproklamirkan telah mencapai 69 tahun. usia ini sudah cukup matang yang seharunya dapat memberikan kedaulatan kemandirian bagi seluruh rakyatnya. Namun hakekat kemerdekaan Indonesia masih menjadi sebuah formalitas de fakto dan de jure dalam bernegara dan berbangsa. Sebab, Indonesia sampai usia ke-69 masih menjadi negara setengah jajahan setengah feodal yang ekonomi politik dan budaya masih dikuasai oleh imperialisme AS dan feodalisme.
Usia Indonesia pun semenjak diproklamirkan telah mencapai 69 tahun. usia ini sudah cukup matang yang seharunya dapat memberikan kedaulatan kemandirian bagi seluruh rakyatnya. Namun hakekat kemerdekaan Indonesia masih menjadi sebuah formalitas de fakto dan de jure dalam bernegara dan berbangsa. Sebab, Indonesia sampai usia ke-69 masih menjadi negara setengah jajahan setengah feodal yang ekonomi politik dan budaya masih dikuasai oleh imperialisme AS dan feodalisme.
Kemerdekaan
RI ke-69 merupakan sejarah panjang perjuangan rakyat Indonesia
Ekspansi penjajahan
kolonialisme dimulai sejak abad ke 16, ditandai dengan kedatangan Portugis,
Spanyol kemudian disusul kedatangan kongsi dagang Hindia Belanda (VOC) pada
abad 17. [1]Kedatangan
mereka ke Indonesia terkenal dengan sistem merkantilisme yang sedang mengemuka
di Eropa. Pelayaran dengan rombongan besar untuk memperoleh daerah koloni
sebagai tempat untuk mendapatkan rempah-rempah, memasukan pengaruh politik dan
di satu sisi menyebarkan pengaruh keyakinan/teologis. Kalau di dalam litetratur
sejarah sering disebut dengan pelayaran 3 (tiga) G (Gold, Glory, dan Gospel).
Diantara ketiga negara yang melabuhkan kapalnya
di tanah Nusantara, hanya Belanda yang bertahan lama. Dengan masa
penjajahan secara langsung selama 350 tahun atau tiga setengah abad.
Dengan penindasan dan penghisapan yang
dijalankan oleh kolonial belanda bersama raja-raja/tuan tanah lokal yang merampas
hak-hak petani, buruh dan pemuda pelajar serta perempuan Indonesia, melahirkan
sebuah penindasan yang maha hebat dalam mengusir Belanda. Alhasil, kemerdekaan
RI dapayt diraih 17 agustus 1945.
Namun, kemenangan
rakyat tersebut dinodai oleh bermacam perjanjian-perjanjian, perundingan-perundingan
yang dilakukan oleh para borjuis besar komprador di Indonesia dengan pihak
kolonial. Taktik bersandar pada perundingan inilah yang menggadaikan kedaulatan
rakyat Indonesia dihadapan Kolonial Belanda dan Sekutu yang terus berusaha
masuk kembali untuk menjajah. Puncak dari kompromis yang merugikan rakyat Indonesia
adalah perjanjian KMB [2]sekaligus
menandai secara resmi Indonesia menjadi negara jajahan dan setengah feodal yang
dimana ekonomi, politik, budaya dicengkram oleh imperialisme AS dan feodalisme.
Kemerdekaan
RI ke 69: Rezim Baru Boneka Imperialisme AS
Rejim boneka SBY
sebagai pemerintahan bersama antara borjuasu besar komprador,, tuan tanah dan
kapitalisme birokrat, selama 10 tahun berkuasa telah menunjukkan kesetiannya pada
tuan Imperialisme AS. Hal ini dapat dibuktikan dengan kesuksesan SBY mengemas
kebijakan Nasional baik ekonomi, politik dan budaya yang semuanya
mempresentasekan kepentingan dari Imperialisme AS trersebut beserta feodalisme.
Kebohongan
besar ketika SBY saat pidato kenegaraannya terakhir dalam sidang bersama DPR dan DPD
RI (15/08/2014). SBY memaparkan keberhasilan pembangunan ekonomi selama menjabat
10 tahun dengan statistik pembangunan ekonomi[3]
yang sangat manipulatif. Sebab, apa yang dirasakan oleh rakyat Indonesia selama SBY
menjabat 10 tahun, adalah penghisapan dan penindasan yang teramat kejam dengan
perampasan hak-hak rakyat yang dipersembahkan kepada imperialisme AS, borjuasi
besar komprador dan tuan tanah.
Tanggal 9 Juli lalu
menjadi momentum dalam pemilihan presiden Indonesia, yang sejenak seakan-akan memberikan
harapan baru bagi rakyat yang telah lelah mengalami penindasan dan penghisapan
di negeri setengah jajahan dan setengah feodal Indonesia. Namun, usainya
perhelatan Pemilu yang ditandai dengan momentum pengumuman hasil rekapitulasi
suara pada tanggal 22 Juli lalu, tidak serta merta mengurangi beban penderitaan
rakyat Indonesia. Setelah paksaan dari pemerintah, parpol dan Capres-cawapres
agar rakyat berpartisipasi dalam Pemilu tersebut. Tidak sampai disitu, rakyat
juga kembali dipaksa untuk fokus dan berpartisipasi dalam menjaga hasil Pemilu dengan
adanya tontonan gugatan MK yang sesungguhnya hal tersebut ingin mengaburkan rakyat
agar fokus memperjuangkan hak-hak demokratinya yang dirampas.
Kita ketahui bahwa
pemilihan umum baik legislatif maupun eksekutif yang di selenggarakan di negara
setengah jajahan dan setengah feodal seperti Indonesia ini adalah tak ubahnya
sebagai momentum pergantian pelayan baru bagi Imperialisme AS. Namun dengan
kemenangan pasangan Jokowi JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden yang
mempunyai popularitas di tengah runtuhnya kepercayaan rakyat terhadap partai,
akan melahirkan sebuah ilusi perubahan tsnpa memandang bahwa Jokowi JK adalah
pemerintahan baru yang akan menggantikan rejim boneka AS.
Sementara dari kubu
Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, tidak ubahnya merupakan
rezim boneka baru yang siap melayani imperialisme AS sebagai tuannya. Jokowi-JK
menaruh embel-embel “Tri Sakti” dalam Visi dan Misinya. Mereka seolah berupaya
menjadi pemimpin yang akan berpihak pada kepentingan rakyat. Namun, kita bisa
menelusuri dengan seksama apa yang menjadi agenda rezim boneka Jokowi-JK ini
sesungguhnya. Kedaulatan dibidang politik, Kemandirian dalam ekonomi, dan berkepribadian
dalam budaya adalah slogan atau janji yang sesalu didengukan. Namun hal ini berbanding
terbalik dengan kenyataanya, kenyataan bahwa Jokowi-JK tetap mendukung
megaproyek MP3EI yang sudah sangat nyata menjadi momok penghisap dan terus
diperangi oleh rakyat. MP3EI adalah megaproyek imperialisme AS yang di konversi
menjadi kebijakan nasional. Tujuanya jelas untuk semakin memasifkan perampasan
tanah rakyat untuk mengeruk sumber daya alam dan memperluas monopoli tanah.
Dalam hal ini, Jokowi-JK mengilusi dengan akan melaksanakan land reform dengan
mendistribusikan tanah 9 juta hektare selama 5 tahun kedepan dengan targetan 2
Ha per rumah tangga melalui konsep pertanian keluarga yang hakekatnya tanah
tetap dikuasai oleh perkebunan-perkebunan skala besar untuk menanami tanaman
komoditas. Selanjutnya Jokowi juga berencana untuk membangun dan memperbaiki
berbagai infrastruktur. Akan ada pembangunan jalan baru sepanjang 2000
kilometer, dan perbaikan jalan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan
Papua, membangun 10 pelabuhan baru dan merenovasi yang lama, membangun 10
bandara baru, dan juga membangun 10 kawasan industri baru.[4]
Jelas bahwa skema pembangunan infrastruktur tersebut ditujukan bukan
diorientasikan untuk kepentingan rakyat, namun sebagai sarana penunjang jalur
distribusi dan pembukaan kawasan pabrik milik imperialsime dan bojuasi komprador.
Demikian juga dengan
keterlibatan Indonesia dalam kongsi dagang internasional WTO, Jokowi-JK juga
tetap mendukung keterlibatan Indonesia dalam keanggotaan di WTO. Sudah jelas
bahwa WTO adalah skema perdagangan yang dimonopoi oleh imperialisme untuk
mengontrol seluruh arus perdagangan dunia. Dan jelas pula seluruh kebijakan
yang dikeluarkan WTO tidak pernah berpihak kepada rakyat. Selain itu Jokowi
juga akan tunduk pada instrumen imperialisme AS yakni terhadap IMF dan Word
bank terutama dalam agenda ketahanan pangan nasional. Ditambah dengan kesan
heroik Jokowi-JK akan menyabut skema komunitas ASEAN di tahun 2015 yang
sejatinya akan menghilangkan batasan teritorial negara dengan skema persaingan
bebas yang hakekatnya adalah kepentingan monopoli AS atas asia pasifik. Hal ini
membuktikan bahwa Jokowi-JK tetap akan menjadi rezim bonek imperialis yang
menjual kedaulatan dan kemandirian negara.
Dalam sektor
kebudayaan, dengan skema “revolusi mental” Jokowi berbicara seakan dengan
peningkatan materi budi pekerti dapat menjawab persoalan pendidikan di Indonesia.
Pendidikan yang rencanakan adalah dengan melaksanakan wajib belajar 12 tahun,
meningkatkan subsidi untuk Perguruan Tinggi Negeri, meninjau sisdiknas dan UN.
Jokowi akan tetap memaksakan institusi dan kurikulum pendidikan berorientasi
menjadi penyedia tenaga kerja murah, pendidikan diarahkan untuk menopang
kepentingan imperialisme dan feodalisme dalam memenuhi hasrat eksploitasinya.
Terlebih lagi Jokowi-JK sebagai presiden dan calon presiden terpilih tetap
mendukung Kurikulum 2013, UN dan Undang Undang Pendidikan Tinggi (UU PT) yang
nyata-nyata adalah kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Semua ini jelas
membuktikan bahwa pergantian rezim baru akan tetap menjadikan pendidikan di
Indonesia tidak ilmiah, tidak demokratis, dan tidak berpihak kepada rakyat.
Terang sudah pandangan kita bahwa, peringatan kemerdekaan Indonesia ke-69 tahun ini yang
dibarengi dengan pergantian rezim baru boneka imperialisme AS tidak akan
merubah nasib rakyat. Kaum buruh akan semakin diperparah dengan ancaman PHK dan
politik upah murah, sementara kaum tani akan terus dibayangi oleh berjalanya
skema perampasan tanah yang akan semakin massif untuk memaksimalkan keuntungan
dari imperialisme AS yang disokong oleh borjuis besar komprador, tuan tanah dan
pemerintahan boneka Jokowi-JK. Sedangkan di pemuda mahasiswa, akan tetap
dihadapkan dengan mahalnya biaya pendidikan, kurikulum yang tidak ilmiah, serta
sempitnya lapangan pekerjaan yang layak. Jelas sudah dengan bergantinya rezim,
dengan menangnya Jokowi-JK dalam Pemilu, namun status Indonesia akan tetap
menjadi negara setengah jajahan dan setengah feodal. Indonesia akan tetap
menjadi negara yang belum merdeka.
Kemerdekaan
RI ke-69: Bangkit, Bersatu, Rebut Kemerdekaan Sejati !
Dengan menyadari
bahwa sampai usianya yang ke-69 ini Indonesia masih belum merdeka. Maka tidak
ada kata atau tindakan yang tepat selain bangkit dan bersatu untuk merebut
kembali kemerdekaan sejati. Karena pemuda mahasiswa sadar sepenuhnya bahwa
kemerdekaan sejati lahir bukan dari pemberian namun dari usaha keras dan
panjang atas perjuangan rakyat melawan musuh-musuh rakyat. Semangat proklamasi
17 Agustus 1945 yang anti imperialisme dan anti feodalisme harus kembali
digelorakan. Rakyat harus bergandengan tangan untuk terus menentang dan
menendang 3 musuhnya, yaitu Imperialisme, Feodalisme, dan Kapitalis Birokrat.
Hanya dengan terus
bertalian erat dengan seluruh sektor rakyat dan bertumpu pada aliansi dasar
klas buruh dan kaum tani serta dipimpin oleh orientasi politik untuk perjuangan
pembebasan nasional-lah kemerdekaan sejati dapat direbut kembali oleh rakyat
Indonesia. Untuk itu, penting bagi seluruh sektor rakyat untuk menghimpun
dirinya dalam ormas-ormas yang benar-benar memperjuangkan kepentingan massanya
atau ormas sejati dengan memprioritaskan pembangunan orgaisasinya di basis
terendah yaitu di pabrik, pedesaan, kampung, kampus ataupun di tempat kerja.
Selanjutnya mengobarkan perjuangan massa baik menuntut hak-hak demokratis
ataupun soal-soal politik yang memang mengancam penghidupan dan kepentingan
massa. Perjuangan ini terus ditingkatkan dari hal-hal kecil hingga yang besar,
dari skala kecil hingga skala luas sebagai upaya untuk terus memberikan
perlawanan terhadap rezim boneka imperialisme dan meningkatkan kemampuan daya
juang dari seluruh rakyat Indonesia. Karena kemerdekaan sejati yang diraih menghantarkansebuah identitas nasional dengan jalan land reform sejati dan membangun industri nasional di ibu pertiwi untuk memenuhi kebutuhan domestik rakyat Indonesia.
Secara khusus kepada
pemuda-mahasiswa yang sehari-hari beraktivitas dalam kampus, sudah saatnya kita
menjadikan kampus sebagai “benteng perjuangan rakyat” massa mahasiswa untuk
menuntut hak-haknya dan soal-soal politik umum untuk memblejeti kaki tangan
rezim di dalam kampus.
Oleh karena itu kami Pimpinan Pusat FMN dalam
HUT Kemerdekaan RI menyampaikan sikap “Rebut kemerdekaan sejati rakyat Indonesia dengan
semangat perjuangan pemuda mahasiswa dan
rakyat menuju Indonesia yang berdaulaut, mandiri secara politik, ekonomi dan
budaya yang bebas dari cengkaraman
Imperialisme AS dan feodalisme”. kemerdekaan sejati ibu pertiwi lebih berharga dari segalannya, Terima kasih.
Jayalah Perjuangan Massa !
17 Agustus 2014
Hormat Kami,
PIMPINAN
PUSAT
FRONT
MAHASISWA NASIONAL
Rachmad P Panjaitan
Ketum
[1] M.C. Rickefs. Sejarah Indonesia Modern. Serambi, Jakarta 2008
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundar,
Diakse pada tanggal 16 Agustus 2014, pukul 08.03 WIB.
[3] http://politik.news.viva.co.id/news/read/529419-pidato-terakhir-sby-buat-pimpinan-dpr-terpukau,
Diakses pada tanggal 16 Agustus 2014, pukul 08.30 WIB.
[4] Visi Misi, dan Program Aksi Jokowi-Jusuf
Kalla, “Jalan Perubahan Untuk Indonesia
Yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian. Jakarta, 2014.
0 komentar:
Posting Komentar