Pendidikan Imperialisme tidak akan menjadikan rakyat merdeka - Marco Kartodikromo
Pengantar
UKT adalah bagian yang
terintegrasi dalam satuan sistem di bawah naungan UU DIKTI. Semangat otonomi
oleh UU DIKTI kemudian termanifestasi ke dalam bentuk proses penetapan UKT di
masing-masing perguruan tinggi. Dalam hal ini, perguruan tinggi diberikan
keleluasaan untuk menghitung seluruh biaya operasionalnya dalam
menyelenggarakan pendidikan tinggi. Hal ini yang menjadi dasar penetapan Biaya Kuliah
Tunggal. BKT ini yang kemudian bisa disebut sebagai beban biaya pendidikan.
Beban biaya ini yang akan dikenakan
kemudian ke mahasiswa setelah dikurangi dana bantuan operasional pendidikan
yang diberikan oleh pemerintah, kemudian dibagi lagi dengan dana dari
masyarakat (dunia usaha, dunia industri, dll). Melihat pembagian ini, jelas
sudah sangat sama dengan mekanisme yang
tertulis dalam UU DIKTI, BAB V tentang Pendanaan dan Pembiayaan, pasal 83-87 yang memposisikan pemerintah sebagai pendukung
penyelengaraan pendidikan, sedangkan masyarakat menjadi tumpuhan utama dalam
pendanaan.
Selain itu, dijelaskan bahwa dunia usaha atau bisnis dapat bermitra baik
memberikan bantuan atau berinvestasi di dunia pendidikan tinggi di Indonesia,
yang tentu orientasinya adalah meraup keuntungan semata dan menanamkan
nilai-nilai untuk mendukung dunia bisnis dan asing di tanah Indonesia. Jadi, Jelas
bahwa UKT sebagai bagian erat
UU DIKTI yang merupakan bentuk nyata komersialisasi pendidikan tinggi, yang sudah pasti semakin menutup akses rakyat mendapat
pendidikan dan sekaligus
memupuskan cita-cita bangsa mencerdaskan
seluruh rakyatnya.
Dalam pelaksanaannya,
UKT diatur oleh satu peraturan menteri tersendiri. Dalam periode tahun 2014,
peraturan menteri yang mengaturnya adalah Permendikbud
No. 73 Tahun 2014 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal.
Peraturan ini menggantikan peraturan yang terdahulu, Permendikbud No. 55 Tahun
2013. Permendikbud tersebut ditujukan untuk mengatur mekanisme pembiayaan UKT
dan juga melampirkan besaran UKT yang harus dibayarkan mahasiswa pada tiap
perguruan tinggi negeri.
Pembahasan: Permendikbud
No. 73 Tahun 2014 Menaikkan biaya pendidikan secara bar-bar
Uang
Kuliah Tunggal (UKT) adalah jenis biaya tunggal yang harus dibayarkan oleh mahasisiwa
per semester pada perguruan tinggi. UKT adalah hasil dari pembagian seluruh
beban pembiayaan operasional pendidikan tinggi, keseluruhan biaya ini kemudian
disebut Biaya Kuliah Tunggal (BKT). BKT sendiri dirumuskan sebagai dasar
penetapan biaya yang akan dibebani kepada mahasiswa, masyarakat, dan
pemerintah. Sehingga dalam konsepsi dan penerapannya jelas bahwa UKT adalah
bukti nyata dari lepas tanggung jawabnya pemerintah untuk membiayai pendidikan
tinggi.
Secara
esensial, Permendikbud No. 73 Tahun 2014 tidaklah berbeda dengan Permendikbud
sebelumnya No. 55 Tahun 2013, bahkan pada perubahan tersebut merupakan penyempurnaan untuk terus menaikkan biaya pendidikan tinggi.
Permendikbud No 73 Tahun 2014 secara nyata semakin memperjelas keinginan pemerintah
untuk melakukan komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi. Perubahan
terjadi pada dua Pasal, yaitu Pasal 3
dan Pasal 4 saja.
Berikut
kutipan Permendikbud No. 73 Tahun 2014:
Pasal I
Mengubah beberapa ketentuan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya
Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di
Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai berikut:
1. mengubah ketentuan Pasal 3
sehingga berbunyi:
Pasal 3
(1) Biaya kuliah
tunggal dan uang kuliah tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal
2 tercantum dalam:
a. Lampiran I
untuk mahasiswa pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi negeri
badan hukum tahun akademik 2013-2014 sampai selesai masa studi; dan
b. Lampiran II untuk mahasiswa pada
perguruan tinggi negeri mulai tahun akademik 2014-2015.
yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.
(2) Ketentuan mengenai biaya kuliah
tunggal dan uang kuliah tunggal bagi perguruan tinggi negeri badan hukum
mulai tahun akademik 2014-2015 diatur dengan Peraturan Menteri.
2. mengubah ketentuan Pasal 4 sehingga berbunyi:
Pasal 4
(1) Uang kuliah
tunggal kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I dan Lampiran II
diterapkan paling sedikit 5 (lima) persen dari jumlah mahasiswa yang diterima
di setiap perguruan tinggi negeri.
(2) Uang kuliah
tunggal kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I dan Lampiran II
diterapkan paling sedikit 5 (lima) persen dari jumlah mahasiswa yang diterima
di setiap perguruan tinggi negeri.
(3) Kriteria
kelompok UKT I sampai dengan VIII
berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain
yang membiayainya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria kelompok UKT sebagaimana
dimaksud dalam ayat 3 ditetapkan oleh pemimpin perguruan tinggi negeri
(*) Cetak Tebal dari Penulis
|
Itulah kutipan dari isi Permendikbud
No. 73 Tahun 2014. Dalam perubahan ini perlu menjadi sorotan adalah Pasal 4,
Ayat1, 2, 3 dan 4. Dalam ayat 1 dan 2 bagaimana sekali lagi pemerintah
menunjukkan usaha secara terus-menerus untuk melepaskan tanggung jawab atas pendidikan.
Pemerintah nyatanya memberikan subsidi hanya kurang lebih 5% pada mahasiswa di masing-masing kelompok 1 dan II dengan biaya yang tergolong tinggi pula. Maka dapat
dipastikan sekurang-kurangnya sekitar 90% mahasiswa baru setiap PTN akan
dibebankan dengan biaya tinggi mulai kelompok III-VIII. Sementara dalam
ayat 3 terjadi perubahan, Pada Permendikbud No. 55 Tahun 2013 tidak dicantumkan
mengenai kriteria kelompok/level. Namun, pada Permendikbud No. 73 telah tertera
jelas bahwa kelompok/level UKT adalah I sampai VIII. Hal ini jelas bahwa
pemerintah secara terang-terangan berkedok
memperbanyak variasi biaya. Namun orientasi utamanya
adalah tetap bertujuan untuk menaikan biaya kuliah melalui penambahan level
UKT. Logika bahwa pemerintah menyesuaikan besaran biaya UKT sesuai dengan
kemampuan/daya beli rakyat juga hanya ilusi. Berikut dapat di simak data
kenaikan nominal UKT dari tahun 2013 ke 2014:
Nama
Universitas
|
Nominal
Tertinggi
(Level
5)
UKT
2013
|
Nominal
Tertinggi (Level 6/8)
UKT
2014
|
Kenaikan
UKT
|
Universitas Negeri
Jakarta
|
6.400.000
|
10.700.000
|
4.300.000
|
Universitas Jenderal
Soedirman
|
15.000.000
|
17.500.000
|
2.500.000
|
Universitas Diponegoro
|
18.500.000
|
19.500.000
|
1.000.000
|
Universitas Negeri
Yogyakarta
|
4.500.000
|
4.950.000
|
450.000
|
Universitas Negeri
Surabaya
|
6.000.000
|
7.500.000
|
1.500.000
|
Universitas Brawijaya
|
21.450.000
|
23.000.000
|
1.550.000
|
Universitas Syiah Kuala
|
17.966.500
|
22.000.000
|
4.033.500
|
Data:
Permendikbud No.55 Tahun 2013 & No. 73 Tahun 2014
Dari
data diatas terlihat jelas bahwa tujuan dari Permendikbud No. 73 Tahun 2014
adalah bukan untuk menurunkan biaya pendidikan, namun hanya semakin menunjukkan
kenaikan
biaya kuliah yang semakin melambung tinggi setiap tahun. Hal ini terlihat dari
contoh beberapa Universitas di atas, mengalami kenaikan antara Rp. 450.000
sampai Rp. 4.300.000. Tabel diatas hanya sebatas contoh perbandingan besaran
biaya dari masing-masing level/kelompok tertinggi pada dua Permendikbud, pastilah di level/kelompok lain juga banyak yang
mengalami kenaikan di PTN Indonesia.
Dalam
Permendikbud No. 73 Tahun 2014 juga semakin mempertegas posisi pemerintah untuk
melepaskan tanggung jawabnya dalam membiayai pendidikan dan
menjalankan praktek komersialisasi atas pendidikan tinggi melalui skema otonomi
non-akademi/keuangan. Hal ini tercantum jelas pada Pasal 4 Ayat 4 “Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria kelompok UKT sebagaimana
dimaksud dalam ayat 3 ditetapkan oleh pemimpin perguruan tinggi negeri”. Ayat ini jelas ingin menyampaikan bahwa
pihak pimpinan Universitas memiliki otoritas
absolut untuk mengatur secara leluasa besaran
nominal di tiap level untuk memperbesar keuntungan yang diraih dari “bisnis”
pendidikan.
Penutup: UKT Ancaman Pendidikan di Bawah Rejim Jokowi-JK
Hal ini memperlihatkan bahwa
sesungguhnya pemerintah baik setelah
Rejim Boneka Jokowi-JK berkuasa, tidak akan pernah memiliki orientasi
untuk bisa membuka akses pendikan tinggi yang
seluas-luasnya
untuk rakyat. Pemerintah dengan segala
tipu muslihat dan program ilusinya terus saja menaikan biaya pendidikan, baik
secara langsung maupun melalui penambahan kelompok/level seperti yang terjadi sekarang. Level ditambah, nominal
dinaikan namun Permendikbud No. 73 Tahun 2014 tetap mematok batas minimal 5%
kuota mahasiswa yang harus ditampung oleh Universitas masing-masing kelompok/level
1 dan 2. Demikian pun adanya kebebasan mandiri/otonom yang
diberikan kepada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) sesuai amanat UU DIKTI
Pasal 66 ayat 2 untuk menentukan system pembayaran uang kuliah melalui statuta selain UKT.
Namun baik sitem UKT atau system pembayaraan lain, masih tetap berorientasi
untuk terus menaikkan biaya pendidikan tinggi di Indonesia dari tahun ke tahun.
Symphaty Dimas (Ka. Dept. Dikprop PP FMN)
Symphaty Dimas (Ka. Dept. Dikprop PP FMN)
2 komentar:
mantap sekali!
memang Rezim Jokowi-JK benar-benar lebih fasis.
soearamassa.com
z mau nanya bung..
di kampus Unhas, Makassar, dengan disahkanx sebagai kampus ber-PTN BH maka Wakil Rektor I (bidang akademik) akan mengambil alih tugas Wakil Rektor III (bidang kemahasiswaan), truz Wakil Rektor III akan bertugas sebagai Humas klw g salah. mmngx semua kampus PTN BH juga gitu yaa??? truz kira2 gmana analisisx???
Posting Komentar