Lawan Privatisasi dan
Komersialisasi AIR oleh Swasta-Asing dan Berikan Hak Rakyat Mengakses AIR
sepenuhnya
Pada 22 Maret 2015
rakyat dunia akan kembali memperingati
momentum Hari Air Sedunia. Peringatan ini tentunya sebagai momentum yang sangat
berarti bagi seluruh rakyat dunia. 22
Maret dapat menjadi peringatan untuk mengkaji kembali pentingnya ketersediaan
air bersih dan sumber daya air tawar bagi rakyat. Hari Air Internasional mulai diwacanakan dan diusulkan pada Konferensi PBB
1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED). Kemudian, PBB mengesahkan 22
Maret sebagai Hari Air Sedunia pada tahun 1993. Hal ini menjadi penting untuk
diperjuangkan karena air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi
kehidupan manusia.
Peringatan Hari Air Sedunia
tentunya bertepatan dengan semakin buruknya kondisi ketersediaan air dunia. Hal
ini dikarenakan sebagai dampak dari sistem kapitalisme monopoli yang terus
menggerogoti sumber daya alam seluruh dunia, tidak terkecuali air. Hal ini
terus-menerus dilakukan untuk mengakumulasikan dan menghasilkan super profit atas monopoli air oleh
perusahaan-perusahaan raksasa milik imperialisme. Belum lagi karena semakin
masifnya ekspansi perusahaan milik imperialisme yang terus merusak dan
mencemari lingkungan termasuk pencemaran air bersih demi meraup keuntungan
besar. Fenomena ini terus berjalan hingga saat ini dirasakan oleh seluruh rakyat
dunia yang negerinya didominasi oleh imperialisme Amerika Serikat, termasuk
Indonesia.
Sebagaimana di
Indonesia, sumber air telah dikuasai oleh kapitalisme monopoli. Lahirnya
kebijakan monopoli air ini tidak lain dari upaya imperialisme pimpinan AS untuk
menguasai seluruh sumber air di Negara-negara setengah jajahan seperti
Indonesia. Dalam konferensi air dan lingkungan internasional yang
diselenggarakan di Dublin, Irlandia pada
tahun 1992, menyepaki The Dublin Statement
on Water and Sustainable Development, atau yang lebih dikenal dengan “Dublin Principles”, Indonesia menjadi
bagian yang meratifikasinya. Salah-satu dari prinsip “Dublin Principles” adalah
“water has an economic value in all its competing uses and should
be recognized as an economic good” . Prinsip
ini kemudian menjadi landasan air diubah sebagai barang dagangan atau bersifat
ekonomistik yang dikelola swasta maupun Negara yang bersifat profit. Alhasil,
melalui Bank Dunia memaksakan sebanyak 276 Negara termasuk Indonesia untuk
melakukan kebijakan privatisasi air sebagai syarat pengajuan bantuan hutang
luar negeri baru. Demikian pula lembaga donor milik imperialisme AS lainnya
seperti IMF, ADB, selalu memberikan hutang dengan salah-satu syaratnya yakni
mendorong privatisasi air di Indonesia
Bentuk nyatanya adalah
bercokolnya dan semakin luasnya bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang dilakukan oleh Aqua Danone, Coca-Cola Company, &
Nestle. Aqua Danone saat ini saja sudah menguasai 50% bisnis Air Minum
Kemasan, dan sudah memiliki 14 perusahaan dengan 10 sumber mata air besar di
Indonesia. Tanpa disadari Aqua menjadi minuman sehari-hari yang sangat dekat dengan
komsumsi masyarakat, yang ternyata meraup keuntungan dari bisnis penguasaan air
di Negara kita sendiri. Demikian pula
privatisasi air lainnya di Indonesia seperti PT. Palyja (Perancis), PT Aetra
(Inggris) yang kedua perusahaan ini bekerja sama dengan PAM dalam mengelola air
bersih kepada masyarakat, dan inilah yang membuat mengapa air dibeli dan
semakin mahal di Indonesia.
Selain itu, dampak dari
privatisasi air ini sangat dirasakan terutama kaum tani di sekitaran perusahaan
air. Kaum tani semakin sulit untuk mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari
dan kebutuhan irigasi akibat penguasaan air oleh perusahaan swasta-asing di
Indonesia. Demikian pula yang dialami masyarakat adat atau masyarakat minoritas
yang berada di hutan maupun di pegunungan. Mereka semakin sulit mendapatkan air
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengairi tanamannya. Belum lagi dampak eksploitasi
monopoli air besar-besaran di Indonesia yang akan terus merusak lingkungan
hidup.
Akan tetapi, perlu
dicatat bahwa ada kemenangan rakyat yang patut diapresiasi atas pencabutan UU
No.07 Tahun 2004 tentang sumber daya air oleh MK baru-baru ini pada 18 Maret
2015. Selama ini UU tersebut melegitimasi privatisasi dan komersialisasi
air di Indonesia. Sehingga, ke depan perlu bagi rakyat memastikan jangan sampai
UU baru mempunyai esensi yang sama dengan UU No.07 Tahun 2004 yang tetap
memprivatisasi air untuk memberikan keuntungan bagi pihak swasta dan asing. Privatisasi
dan komersialisasi air akan merugikan rakyat serta membatasi akses rakyat
mendapatkan air bersih di Indonesia. Selain itu, privatisasi air bertentangan dengan
pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwa air sepenuhnya dipergunakan untuk kesejahteraan
rakyat. Oleh karena itu, kami Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional (FMN)
dalam momentum Hari Air Se-dunia 22 Maret 2015, menyatakan sikap “Tolak
Privatisasi dan Komersialisasi Air di Indonesia, Berikan hak rakyat mengakses Air
sepenuhnya dan Ciptakan UU yang mengaturnya”.
22
Maret 2015
Hormat
Kami,
PIMPINAN PUSAT
FRONT MAHASISWA
NASIONAL
Rachmad P
Panjaitan
Ketua
0 komentar:
Posting Komentar