Tindakan
Pemblokiran 22 situs islam oleh Pemerintahan Jokowi-JK melalui Kementerian
Kordinator Informasi dan Komunikasi adalah usaha untuk memberangus kebebasan
berekspresi dan melanggar hak asasi manusia. Ini adalah praktek-praktek
kembalinya bibit-bibit orba dalam alam
demokrasi di Indonesia. Kebebasan
berekspresi, menyampaikan pendapat baik secara lisan maupun tulisan secara
bebas dan merdeka tanpa adanya pembrendelan merupakan kemenangan yang telah
diraih dalam gerakan reformasi 1998, yang merupakan perjuangan panjang menolak
pemerintahan otoritarian yang memenjarakan masyarakatnya Indonesia .
Akan tetapi,
di bawah pemerintahan Jokowi-JK mulai menunjukkan sebuah sikap yang anti
kebebasan demokrasi dalam memimpin Indonesia dengan memblokir 22 situs islam.
Kemenkominfo Berdasarkan rekomendasi dari BNPT No.149/K.BNPT/3/2014 diajurkan
untuk memblokir 22 situs islam online yang disyalir mengajarkan paham radikal.
Lantas Kemenkominfo langsung memblokir 22 situs islam tersebut tanpa adanya
usaha untuk memanggil pemilik situs untuk mempertanggung-jawabkan atau
memberikan ruang klarifikasi atas tudingan dari Negara yang mensiyalir 22 situs
berpaham islam radikal.
Tindakan
pemerintahan Jokowi-JK melalui Kemnkominfo adalah tindakan yang anti terhadap
kebebasan rakyatnya dan cenderung otoritarian yang tidak menghargai hak rakyat
untuk berdemokrasi. Pemerintah telah
memotong lidah masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan pandangannya di depan
umum baik secara lisan maupun tulisan. Apa yang dipertontonkan pemerintahdengan
memblokir 22 situs islam, telah melanggar undang-undang ITE yang dibentuknya
sendiri. Sementara itu, pemerintah juga
melanggar UU No.40 tahun 1999 tentang
pers, dimana dalam pasal 4 menyebutkan “ bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai
hak asasi manusia, pers tidak dikenakan penyensoran, pembrendelan dan
pelarangan penyiaran.
Pemblokiran
ini tentu mendapatkan tantangan dan kecaman dari rakyat Indonesia. Negara
melalui Pemerintahan menimbulkan kesan Islamphobia
di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas islam. Memanasnya isu ISIS
yang menjadi salah-satu faktor pemblokiran 22 situs Islam, bukan serta merta menjadi
alasan pemerintah untuk membungkam aspirasi dan pandangan-pandangan masyarakat
yang disampaikan secara lisan maupun melalui situs-situs internet. Karena
rakyat Indonesia juga anti ISIS, demikian juga ISLAM Indonesia adalah Anti
ISIS. Harusnya pemerintahan bukan malah menjadikan isu ISIS untuk
menginjak-injak hak kebebasan rakyat untuk berekspresi atau bersuara di depan
umum. Dan menurut kami apabila ini berlanjut, maka ini adalah ciri-ciri rejim
fasis yang menggunakan cara-cara kekerasan terhadap kebebasan demokrasi yang
bertujuan untuk membungkam hak asasi manusia berpendapat dan berekspresi.
Oleh karena
itu, kami menyayangkan sekaligus mengencam tindakan pemerintahan atas
pemblokiran 22 situs Islam. Karena jika ini dibiarkan, maka media-media nasional
akan kembali dibrendel seperti zaman Orba. Bahkan media kampus berikutnya akan
menjadi sasarannya pula. Dan terakhir kami menyampaikan, ISLAM BUKANLAH ISIS.
KRISTEN BUKANLAH ISIS. BUDDHA BUKANLAH ISIS. HINDHU BUKANLAH ISIS. KONGHUCU
BUKANLAH ISIS. DAN RAKYAT INDONESIA
BUKANLAH ISIS.
07 April 2015
Rachmad P Panjaitan
Ketua PP FMN
0 komentar:
Posting Komentar