Presiden Joko Widodo
secara resmi telah membuka Konferensi Asia Afrika yang dihadiri oleh pemimpin
dan delegasi Negara pada hari Rabu (22/4). Jokowi dalam pidato pembukaannya menunjukkan
sikap yang mengebu-ngebu yang seolah-olah menghadirkan semangat Pesan Bandung untuk mengeyahkan
imperialisme di Negara Asia Afrika. Berbagai kutipan Soekarno disajikan Jokowi
dalam pidatonya untuk memberikan bumbu semangat anti penjajahan atau
Neo-kolonialialisme imperialisme AS. Jokowi menegaskan bahwa dideklarasikannya
KAA 1955 didasari semangat solidaritas negara-negara Asia Afrika untuk melawan
segala bentuk penjajahan maupun imperialisme.
Seperti kutipan dalam
pidatonya, “Kini, 60 tahun kemudian, kita kembali bertemu di negeri ini, di Indonesia,
dalam suasana dunia yang berbeda bangsa-bangsa terjajah telah merdeka dan
berdaulat, namun perjuangan kita belum selesai”. Jokowi juga dalam pidatonya melontarkan
“kritikan” atas tatanan baru dunia yang terlalu bergantung pada suntikan dana
dari IMF, Word Bank maupun ADB. Jokowi tanpa rasa ragu menyerukan untuk
membangun ekonomi baru yang bertumpu pada kekuatan Asia Afrika.
Selain melontarkan
omongan membangun semangat Pesan Bandung, mengurangi intervensi lembaga
keuangan internasional dan menyerukan kekuatan ekonomi baru, Jokowi juga
mengkritik lembaga PBB yang selama ini masih belum mampu menunjukkan sikap
tegas untuk menggalang perdamaian dunia. Jokowi juga di dalam pidatonya, sempat
menyinggung gerakan radikal seperti ISIS yang harus dicegah penyebarannya
secara global.
Namun apakah isi dari
pidato Jokowi yang penuh dengan semiontik manis dalam pembukaan KAA berbanding lurus dengan kenyataannya ? Maka
kita akan menjawab dengan tegas bahwa Pidato pembukaan Jokowi dalam KAA, hanyalah
sebuah omong kosong yang asyik menyebar ilusi untuk menutupi borok megaproyek
bisnis dari tuannya, yakni imperialisme AS. Jokowi mencoba membangun diskursus
bahwa isi KAA ke-60 tahun sama dengan semangat Bandung KAA 1955. Hal ini tentu
sangat naïf dan tidak berdasarkan fakta. Tentu itu sangat kontra dengan
kenyataan melihat agenda dalam
peringatan KAA 19 hingga 24 april mendatang. Seluruh pertemuan konferensi
tingkat tinggi baik SOM, lembaga internasional dan Kepala Negara/Pemerintah,
semata-mata hanya menitikberatkan pelayanan pasar bisnis oleh Negara-negara
Asia Afrika terhadap Negara-negara imperialisme khususnya AS. Sehingga forum
KAA bukan lagi dijadikan sebagai forum persatuan Asia Afrika untuk melawan
imperialisme, akan tetapi forum saat ini dapat dilihat sebagai bentuk pelayanan
terhadap kepentingan imperialisme untuk meningkatkan super profit di tengah krisis di AS dan eropa yang masih berkecamuk.
Sebut saja kegiatan Forum Asia Afrika Bisnis yang membicarakan kerjasama baik
di bidang maritim, transportasi, pariwisata, pendidikan, dan pemberian ijin
atas penguasaan sumber daya alam.
Demikian pula dalam
pertemuan Word Economic Forum yang
mengahdirkan 650 Ceo Manager TNC/MNC yang didominasi perusahaan raksasa AS seperti;
Coca-cola, Exxon, PT. Freeport Morgan, Nestle dan lain-lain. Tujuan utama forum
ini tentu bukan untuk membangun sebuah perjanjian perdagangan yang sifatnya adil
dan saling menguntungkan yang memberikan kesejahteraan bagi rakyat Asia Afrika
khususnya Indonesia. Akan tetapi, perusahan-perusahan raksasa ini berusaha
untuk mempertahankan bentuk-bentuk penjajahan baru (Neo-kolonialisme) untuk
semakin mengintensifkan dan meluaskan penguasaan atas sumber daya alam dan
ekspolitasi rakyat oleh imperialisme.
Kemudian saat Jokowi menyerukan
pembangunan ekonomi baru dengan kekuatan negara Asia Afrika secara mengebu-ngebu,
sama saja dengan cerita yang meninabobokan rakyat agar tertidur lelap dengan
cerita-cerita dogengnya. Kekuatan
ekonomi baru Asia Afrika atau Indonesia sama saja dengan kebohongan besar yang
mengilusi rakyat. Negara Asia Afrika khususnya Indonesia akan tetap menjadi
negara yang bergantung atau negara boneka yang melayani kepentingan imperialisme
AS dan feudal, yang senantiasa melahirkan kemiskinan dan penderitaan bagi
rakyatnya. Mustahil Negara Asia Afrika atau Indonesia dapat berdaulat, mandiri yang
mensejahterakan rakyatnya apabila pembangunannya masih bersandarkan pada
kekuatan investasi maupun Utang luar negeri dari Imperialisme khususnya AS. Seperti
yang kita ketahui bahwa Jokowi memproyeksikan pembangunan Indonesia sampai
2019 senilai 3.700 Triliun rupiah dari
dana pinjaman atau investasi asing. Sekali lagi pidato Jokowi ini semakin
menunjukkan tipu mislihatnya yang licik untuk mengelabui rakyat.
Sementara kritikan atas
gerakan radikal dalam mencengah penyebaran ISIS, tentu senada dengan program tuannya imperialisme
AS memerangi teroris untuk kepentingan menancapkan dominasinya serta
mengembangkan penjualan untuk profit perusahan-perusahan raksasa
persenjataannya. Hakekatnya AS lah menjadi teroris dunia dari dulu hingga saat
ini, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa kelompok-kelompok teroris sangat
erat dengan operasi yang direkayasa bentukan AS. Isu ISIS dan kemudian
disuntikkan untuk dipromosikan melalui negara-negara setengah jajahannya seperti
di Indonesia untuk menjadikan ISIS sebagai musuh bersama. Dengan demikian, AS yang
notabenenya sebagai lembaga dewan kemanan PBB mendapatkan legitimasi untuk memperkuat
kerjasama di bidang militer di seluruh Negara-negara atau bahkan berkesempatan mendirikan pangkalan-pangkalan
militernya.
Kemudian Jokowi menyebutkan
bahwa Word Bank, IMF dan ADB tidak penting bagi Negara Asia Afrika, sama halnya
dengan kata-kata manis yang membuat orang-orang terbuai dengan lagak tegasnya. Namun
kenyataan dalam program resmi RPJM 2015-2019 yang diterbitkan pemerintah,
Jokowi memproyeksikan pinjaman lunak untuk pembangunan infrastuktur ke Word
Bank senilai US$ 1,2 Miliar. Sementara pinjaman ke ADB senilai US$ 559,2. Jadi, semakin jelas
bahwa omongan ini hanya bahasa kebohongan yang digembor-gemborkan oleh Jokowi
tanpa malu.
Sementara Isu dukungan kemerdekaan
Palestina yang diangkat dalam pidato Jokowi , juga sebatas formalitas tanpa
adanya tindakan konkrit semacam menggalang dukungan atau bahkan mengkritik
Israel maupun AS sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab atas penjajahan di
Palestina.
Jokowi mendapatkan pujian dari Kepala Negara imperialisme Jepang saat menyindir lembaga PBB untuk segera direformasi. Namun pada hakekatnya Jokowi tidak akan berdaya untuk melawan keistimewaan negara-negara imperialisme khususnya AS yang memegang kendali penuh atas PBB sebagai alat instrumennya untuk mendikte seluruh bidang yang menguntungkan pihak imperialisme AS, mulai dari hak veto hingga mampu mengatur skema monopoli perdagangannya.
Jokowi mendapatkan pujian dari Kepala Negara imperialisme Jepang saat menyindir lembaga PBB untuk segera direformasi. Namun pada hakekatnya Jokowi tidak akan berdaya untuk melawan keistimewaan negara-negara imperialisme khususnya AS yang memegang kendali penuh atas PBB sebagai alat instrumennya untuk mendikte seluruh bidang yang menguntungkan pihak imperialisme AS, mulai dari hak veto hingga mampu mengatur skema monopoli perdagangannya.
Oleh karena itu, berdasarkan
paparan di atas kami dari Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional (PP FMN)
menyampaikan secara tegas bahwa Pidato Jokowi dalam pembukaan KAA ke-60 tidak
lebih hanya sebuah KEBOHONGAN BESAR untuk MENGILUSI Rakyat di tengah kritikan
atas penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika yang menjadi forum untuk melayani
kepentingan imperialisme khususnya AS oleh Jokowi. Konferensi Asia Afrika bukan
untuk imperialisme, namun Konferensi Asia Afrika untuk mengenyahkan imperialisme
menuju Negara Asia Afrika dan Indonesia yang berdaulat dan mandiri sepenuhnya.
#JokowiBerbohong
23
April 2015
Hormat Kami,
PIMPINAN PUSAT
FRONT MAHASISWA
NASIONAL
Rachmad P
Panjaitan
Ketua
0 komentar:
Posting Komentar