Beberapa
hari ini rakyat Indonesia kembali dikejutkan dengan sebuah fenomena, kali ini
yang muncul adalah fenomena beras plastik. Beras plastik beberapa hari ini
menyeruak di tengah-tengah kehidupan rakyat. Bahkan dalam perkembangannya beras plastik ini
sudah sempat dikonsumsi di beberapa daerah seperti Bekasi, Depok, dan
Tangerang. Berbeda dengan beras pada umumnya, beras plastik terbuat dari
bahan-bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan yang mengkonsumsinya. Hasil penelitian dari Laboratorium yang disampaikan
secara luas kepada masyarakat mendapatkan bahwa beras palsu yang ditemukan di
Bekasi tersebut memang mengandung bahan pembuat plastik yaitu Benzyl Butyl
Phthalate (BBT), Bis 2-ethylhexyl Phthalate (DEHP) dan Diisononyl Phthalate (DNIP). Bahan-bahan dasar ini
tentunya bukan merupakan bahan yang dapat untuk dikonsumsi oleh tubuh
manusia, bahkan dapat menimbulkan keracunan
dan kondisi kesehatan yang buruk. Secara akut bisa saja terjadi gangguan langsung pada sistim
pencernaan. Makanan yang mengandung plastik akan butuh waktu yang lama berada
di dalam lambung. Hal ini akan menimbulkan perut serasa penuh dan cepat
kenyang. Gangguan yang terjadi selanjutnya bisa juga mengalami mual-mual dan muntah.
Ciri-ciri beras plastik atau palsu mencakup empat
bentuk. Pertama, dari bentuknya, tampilan beras asli memiliki guratan dari bekas
sekam padi, sedangkan beras plastik tidak terlihat guratan pada bulirnya dan
bentuknya agak lonjong. Kedua, dari ujung-ujung bulir beras, pada beras asli
terdapat warna putih di setiap ujungnya, warna tersebut merupakan zat kapur
yang mengandung karbohidrat. Sedang beras bercampur plastik tidak ada warna
putihnya. Ketiga, jika beras asli direndam dalam air
maka akan berubah warna menjadi lebih putih, sedangkan beras plastik hasilnya
tidak akan menyatu dan airnya tidak akan berubah menjadi putih. Keempat,
jika beras palsu ditaruh di atas kertas maka terlihat
beras tidak natural, berbentuk lengkung, tidak ada patahan.
Dari
hasil penelitian yang dilakukan ternyata ada unsur phthalate dalam kompenen
beras palsu dari Bekasi tersebut. Phthalate bisa diserap oleh usus kita, masuk kedalam darah
dan sampai di hati. Zat ini akan merusak liver sehingga sistim pencernaan akan
terganggu lebih lanjut. Pada penelitian binatang paparan phthalat pada liver
akan menyebabkan berkembangnya kanker liver. Namun yang menjadi pertanyaan yang
paling mendasar yang harus dapat dijawab adalah dari mengapa muncul beras berbahan plastic dan siapa yang bertanggung jawab atas beras plastik ini?
Akar Masalah Munculnya
Beras Plastik
Hingga
saat ini berbagai asumsi telah berkembang demi membuktikan dari mana datanganya beras
plastik. Ada dua asumsi yang sering mengemuka, yaitu beras plastik datang dari luar negeri
dan ada yang mengasumsikan datang dari dalam negeri. Terlepas dari asumsi tersebut, kemunculan beras plastik
adalah bukti nyata kegagalan pemerintah dalam memperhatikan swasembada pangan dalam negeri di Indonesia. Selama ini pemerintah hanya mampu memenuhi
ketahanan pangan di Indonesia dengan meningkat Impor beras dari luar negeri. Akan
tetapi, permasalahan swasembada pangan yang tidak kunjung terealisasikan di
Indonesia dikarenakan masih terus berlanjutnya praktek monopoli dan perampasan
tanah yang semakin meluas di Indonesia.
Sementara keberadaan
beras plastik di pasaran tentunya erat kaitanya
dengan bagaimana dengan kondisi perekonomian dan pangan di Indonesia. Kontrol
yang lemah dan kebijakan ekonomi neoliberal imperialisme AS
yang dijalankan pemerintahan Jokowi-JK,
menyebabkan terus melonjaknya kebutuhan pokok rakyat Indonesia, terutama harga
beras. Melonjaknya harga beras tentunya merupakan pukulan yang dahsyat yang
diterima oleh rakyat Indonesia, artinya rakyat Indonesia semakin dipersulit
untuk mampu memenuhi kehidupan pangannya sehari-hari. Persoalan ini tentunya
tidak dapat dilepaskan dari orientasi rejim Jokowi-JK dalam hal pangan. Untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, pemerintah melakukan dan menjalankan
kebijakan impor beras besar-besaran dari negara seperti Thailand, Vietnam, Pakistan,
Malaysia, dan Tiongkok. Pada periode Februari 2015 saja, pemerintah mengimpor
beras sebanyak 7.912 ton atau senilai dengan US$ 3,1 juta. Dengan komposisi
impor, Thailand 1.030 ton atau US$ 615.000,
Vietnam 550 ton atau US$ 219.000, Pakistan 6.000 ton atau US$ 2,1 juta,
Tiongkok 32 ton atau US$ 121.000, Malaysia 300 ton atau US$ 28.000.
Kebijakan ini sungguh ironi, di tengah
mayoritas masyarakat Indonesia adalah petani dan bekerja di sektor pertanian, justru negara tidak
mampu mengelolanya untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Sementara itu, Instruksi Presiden
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras
oleh Pemerintah tetap saja melanggengkan skema impor beras untuk memenuhi
kebutuhan nasional dan tentunya tidak berpihak pada kehidupan petani Indonesia. Jokowi yang pernah berjanji
menghentikan impor beras, ternyata hingga saat ini Jokowi masih tetap
menjalankan impor beras secara besar-besar terutama dari Vietnam dan Tiongkok.
Hal ini menunjukkan, watak asli pemerintah sebagai pelayan dari para pengusaha besar baik asing maupun dalam negeri, yang terus saja melakukan penaikan harga beras di pasar.
Saat ini harga beras rata-rata yang
beredar di pasaran berkisar antara Rp 7.500 sampai Rp 10.000.
Sedangkan Bulog sebagai lembaga yang mengurusi secara
langsung ketahanan pangan dan pendistribusian beras kepada masyarakat, masih
pula gagal untuk melayani masyarakat Indonesia. Malah di saat beras mahal,
Bulog hanya mempunyai solusi untuk membuka pasar murah dengan menjual beras
miskin yang berkutu kepada rakyat Indonesia. Maka teror beras plastik yang
menyebar ke masyarakat adalah kegagalan dan tanggung jawab Jokowi-JK beserta
lembaga Bulognya.
Swasembada pangan dan Reforma Agraria
Jokowi-JK adalah Isapan Jempol belaka
Beredarnya teror beras plastik di tengah masyarakat
Indonesia yang menimbulkan keresahan, adalah bentuk kegagalan jokowi-JK untuk
memenuhi janjinya menjalankan swasembaa pangan di Indonesia. Kegagalan
swasembada pangan disebkan tidak terlaksananya reforma agraria sejati di
Indonesia masa Jokowi-JK. Hal
ini sekaligus memperlihatkan bahwa rencana program reforma agraria ala rejim
Jokowi-JK adalah sebuah simbol
dan bahkan prakteknya menjadi
skema melanjutkan perampasan dan monopoli tanah di Indonesia. Karena buktinya
reforma agraria Jokowi-JK tidak
mendistribusikan tanah kepada petani
maupun rakyat Indonesia. Demikian pula penguasaan sumber daya alam yang saat ini masih diberikan untuk dikelola borjuasi besar komprador, tuan tanah
besar dan imperialisme khususnya AS.
Pada
perkembangannya, tanah-tanah pertanian, khususnya sawah di Indonesia mayoritas
telah dikuasai oleh korporasi besar milik imperialis dan tuan tanah besar.
Sebagai contoh, tanah seluas 2,8 juta hektar di wilayah Merauke, Papua
dijadikan wilayah Food Estate dan diperuntukan
bagi perusahaan asing, dimana Bin Laden Group yang sahamnya mayoritas
dipegang imperialis AS. Proyek tersebut bukan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, namun berorientasi memonopoli pangan di pasar internasional dan Indonesia
untuk meraup keuntungan. Selain itu, perusahaan korporasi asing seperti
mosanto, cargil, nestle, dan perusahan dalam negeri Indofod, Sucofindo, Sinar
mas menjadi perusahaan yang secara nyata menguasai dan memonopoli ketahanan
pangan di Indonesia
Lanjutnya dalam rangka menanggapi kemunculan beras
plastik, pemerintah Jokowi-JK melalui kementerian perdagangan malah mengumumkan rencana
pengaturan Merek beras yang beredar. Tujuannya ini adalah menjadikan momentum teror beras
plastic untuk mengatur dan menentukan merek beras yang beredar di Indonesia, yang pasti akan semakin memberikan keleluasaan kepada perusahaan-perusahaan
besar tadi untuk semakin menguasai ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa pemerintah akan memastikan
monopoli perdagangan beras pada para perusahaan berskala besar saja. Sehingga
para petani Indonesia dan para pengusaha kecil produsen beras tidak dapat lagi
menjual dan memasarkan beras-beras mereka. Jika demikian yang terjadi, maka
pemerintah rejim Jokowi-JK semakin nyata memperlihatkan wataknya sebagai rejim
yang anti kepada rakyat, khususnya kaum tani dan menjadi pelayan yang setia
bagi para tuan imperialis dan borjuasi besar, serta tuan tanah besar. Itu yang menegaskan kegagalan pemerintahan Jokowi-JK untuk menyelenggarakan
swasembada pangan dan reformasi agraria sejati di Indonesia. Ayo lawan Rejim
anti rakyat yang menyengsarakan rakyat !
Sympahaty
Dimas
Ka. Dept
Pendidikan & Propaganda PP FMN
0 komentar:
Posting Komentar