Pemerintah
Masih Abai atas HAK PRT Indonesia. Berikan Kesejahteraan dan Perlindungan Bagi
Pekerja Rumah Tangga Indonesia
16 Juni adalah peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga
(PRT) Internasional yang ditandai dengan lahirnya konvensi ILO 189 tentang
situasi kerja layak tepat pada tanggal 16 juni 2011. Konvensi ini mengatur
hak-hak PRT seperti; gaji, liburan, cuti tahunan, tempat tinggal layak, biaya
agen dan hak untuk serumah dengan majikan atau tinggal di luar rumah majikan. Konvensi
kerja layak PRT ini menjadi sejarah sosial untuk dunia yang lebih beradab, adil
bagi 100 juta PRT seluruh dunia yang
mayoritas adalah perempuan dan bahkan masih ada yang berusia anak-anak.
Momentum ini tentu lahir atas dorongan seluruh rakyat dunia khususnya PRT untuk
mendapatkan perlindungan sekaligus pengakuan pada pemerintahan seluruh dunia atas
kondisi mereka selama ini yang mengalami diskriminasi, kekerasan hingga terampasnya
hak-hak normatif sebagai pekerja.
Akan tetapi dalam peringatan Hari PRT 16 Juni 2015
ini, PRT Indonesia baik di lokal maupun di luar negeri masih mengalami ketidakadilan
dan menderita akibat rendahnya perlindungan dan kesejahteraan yang didapatkan
PRT baik dari pemerintah Indonesia. Tercatat mulai dari tahun 2012 hingga 2014,
telah terjadi sebanyak 1.061 kali kekerasan fisik maupun pelecehan seksual yang
dialami PRT Indonesia. Dan ironinya, PRT yang bekerja di luar negeri tahun 2015
ini saja telah dieksekusi mati 2 BMI dan sekitar 243 BMI telah dijatuhi hukuman
mati di luar negeri.
Namun, pemerintah hingga saat ini masih abai untuk
memberikan kesejahteraan dan perlindungan sejati bagi PRT khususnya yang
bekerja di luar negeri. Pemerintah malah selalu menunjukkan kebijakan “gertak sambal” dengan menutup
pengiriman PRT ke suatu negara seperti yang pernah dilakukan ke Arab saudi dan
Malaysia yang sebenarnya bukan solusi untuk menyelesaikan persoalan
kesejahteraan dan perlindungan sejati bagi PRT. Seharusnya pemerintah
melahirkan sebuah kebijakan yang benar-benar memberikan kesejahteraan dan
perlindungan bagi PRT yang bekerja di luar negeri yang mampu mengakomodir
hak-hak PRT dan menghindari ancaman kekerasan yang dialami PRT. Akan tetapi, hingga Pemerintahan Jokowi-JK
menjabat menjadi Presiden dan Wakil Presiden, masih saja tetap belum melahirkan
kebijakan yang mengatur kesejahteraan dan perlindungan PRT baik di luar negeri
maupun di dalam negeri. Walaupun RUU PRT sudah masuk dalam Prolegnas tahun 2015,
hingga saat ini masih belum ada kemajuan pembahasannya. Bahkan RUU ini juga
belum mencerminkan jaminan sejati bagi kesejahteraan dan perlindungan bagi PRT.
Di tambah kebijakan UU No. 39 tahun 2004 tentang UUPPTKILN masih saja
dipertahankan pemerintahan Jokowi-JK yang selama ini telah gagal untuk
memberikan kesejahteraan dan perlindungan bagi BMI yang bekerja di luar negeri.
Dan belakangan ini pemerintah sedang gencar-gencarnya
ingin memberhentikan pengiriman PRT dan mengantikannya dengan pengiriman tenaga
kerja yang berketrampilan. Seolah-olah pemerintah ingin mengurangi potensi
kekerasan terhadap PRT, dan mengirim tenaga kerja yang berkualitas ke luar
negeri. Akan tetapi, hakekatnya pemerintah tetap akan melanggengkan perdagangan
manusia dengan mengeksport tenaga kerja murah ke luar negeri untuk mendapatkan
keuntungan yang besar atas bisnis ini. Sesungguhnya ini adalah kebijakan yang
terintegrasi dengan kebijakan pasar tenaga kerja Internasional yang diamanatkan
oleh imperialis AS dipertegas pada pertemuan G20 tahun silam dan diikuti dalam program
MEA 2016 nanti untuk mrmprtkuat penerapan politik upah murah secara global. Sebenarnya solusinya bukanlah
pemberhentian PRT, karena nyatanya PRT juga yang berkerja terutama ke luar
negeri dari tahun ke tahun semakin meningkatnya. Jika memang benar-benar
pemerintah ingin memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya dan memberhentikan
pengiriman PRT ke luar negeri solusinya adanya bagaimana pemerintah mampu
membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya di dalam negeri untuk menyerap
seluruh tenaga kerja Indonesia.
Akan tetapi, ini hanya akan menjadi isapan jempol dari
pemerintah untuk membuka lapangan kerja di dalam negeri. Buktinya di dalam
negeri perampasan dan monopoli atas tanah semakin meningkat dan ini menjadi
sumber utama mendorong hilangnya akses lapangan kerja mayoritas rakyat
Indonesia untuk dapat mempertahankan hidupnya. Akibat perampasan dan monopoli
atas tanah, tentu ini akan menghilangkan harapan atas pembangunan industri
nasional yang mandiri dan berdaulat sebagai jaminan atas kesejahteraan pekerja
dan rakyat Indonesia. Selain itu, adanya penerapan pasar tenaga kerja dari
pemerintah, akan tetap mempertahankan penggaguran di dalam negeri sebagai usaha untuk
melegitimasi politik upah murah bagi pekerja di Indonesia.
Oleh karena itu, kami dari Pimpinan Pusat FRONT MAHASISWA NASIONAL menyampaikan tuntutan dalam peringatan Hari Peringatan PRT 16 Juni 2015 sebagai berikut;
1. Segera Ratifikasi Konvensi ILO No.189 tentang
situasi kerja layak di Indonesia.
2. Ciptakan UU PRT yang memberikan kesejahteraan dan
perlindungan bagi PRT Indonesia baik lokal maupun yang bekerja di luar negeri.
3. Cabut UU No.39 Tahun 2004 Tentang UUPPTKILN dan
Ciptakan UU BMI yang memberikan kesejahteraan dan perlindungan sejati bagi BMI.
4. Ciptakan Lapangan kerja yang layak bagi seluruh
rakyat Indonesia.
5. Laksanakan Reforma agraria sejati dan Industri
nasional yang mandiri dan kuat bagi rakyat
Demikian Pernyataan sikap ini kami sampaikan kepada
Pemerintahan Jokowi-JK yang masih merampas hak-hak PRT Indonesia. Selamat Hari
PRT Internasional, Ayo Pemuda Mahasiswa berjuang bersama PRT Indonesia. Jayalah perjuangan massa.
16 Juni 2015,
PIMPINAN PUSAT
FRONT MAHASISWA NASIONAL
Rachmad P Panjaitan
Ketua
0 komentar:
Posting Komentar