“Lawan
Segala Bentuk Perampasan dan Monopoli Tanah Adat yang dilanggengkan Negara”
Masyarakat Adat Dunia Semakin Terusir
09 Agustus merupakan momentum
khusus bagi masyarakat adat di seluruh dunia. Pasalnya tanggal tersebut
merpakan momentum yang dijadikan sebagai hari masyarakat adat seluruh dunia. Hal ini
berkaitan dengan pertemuan pertama PBB untuk masyarakat adat pada 1982 di Jenewa
Swiss, yang ditindaklanjuti
pada deklarasinya 09 Agustus
tahun 1994. Masyarakat adat dunia yang
tersebar di negara-negara, telah menegaskan bahwa tanah menjadi sumber
penghidupan di komunitas mereka. Selain itu, tanah, alam, hutan telah menjadi
rumah sekaligus adanya seperangkat nilai-nilai atau adat istiadat yang telah
turun-temurun didapatkan dari nenek moyangnya. Masyarakat adat di dunia
mempunyai sebuah entitas yang kuat yang berkorelasi dengan akses atas tanah
sebagai sumber penghidupannya. Sehingga tanah menjadi instrument utama yang
telah memberikan corak/adat istiadat bagi seluruh masyarakat adat di
negara-negara dunia.
Bagi masyarakat adat, bahwa tanah menjadi hidup mati
yang menentukan eksistensi komunitasnya untuk memenuhi kebutuhan hidup
sekaligus mempertahankan nilai-nilai luhur yang mereka yakini dan jalani.
Akan tetapi dalam perkembangan masyarakat dunia, telah
terjadinya praktek penghisapan dan penindasan semenjak system masyarakat perbudakan hingga zaman imperialism saat ini.
Sistem ini menunjukkan praktek perampasan dan monopoli atas sumber-sumber
kehidupan manusia, yang membuat umat manusia mengalami keterasingan atas alam
dan masyarakat. Dmeikian pula dengan masyarakat adat yang semakin terasing atau
mengalami penggusuran akibat kerakusan dari masa ke masa. Hingga saat ini,
masyarakat adat semakin mengalami penghilangan atas hak-haknya. Mereka kerap
mendapatkan penggusuran atas tanahnya akibat praktek imperialism khususnya AS
yang ingin memonopoli tanah dan alat produksi sebagainya.
Sebut
saja suku Aborigin.
Aborigin merupakan suku atau kelompok masyarakat yang sebenarnya menemukan
pertama kali benua Australia, kurang lebih 70.000 tahun yang lalu. Kemudian
suku Aborigin meninggalkan
Australia dengan menyebar ke berbagai daerah,
terutama daerah pantai dan daerah dengan curah hujan yang cukup untuk kesuburan
tanahnya. Namun kondisi yang bersatu dan melekat dengan alam tersebut menjadi
terbalik saat Cook, seorang
kewarganegaraan Inggris berlabuh di Australia pada
tahun 1770. Pelayaran tersebut ditujukan untuk mencari wilayah-wilayah baru
bagi kerajaan kolonial inggris. Wilayah tersebut akan digunakan untuk tempat
eksploitasi sumber daya alam bagi kepentingan kolonialisme dalam memperbesar
bisnis dan daerah kekuasaanya. Persinggungan antara kolonialis Inggris dan suku
Aborigin tak pelak harus terjadi. Kolonialis Inggris dengan buasnya menjadikan
suku Aborigin sebagai budak untuk melakukan setiap pekerjaan berat demi
kepentingannya, seiring dengan perkembangannya suku tersebut terus melakukan
pemberontakan atas kondisi yang dialaminya. Hal ini kemudian direspon oleh
kolonial Inggris dengan melakukan penyiksaan, hingga pembantaian kepada suku
Aborigin. Pembantaian terhadap suku
Aborigin terjadi dimulai pada 1806, puncaknya terjadi pada 1824-1908. Hal ini
menjadi semakin parah ketika pada tahun 1851 di bagian barat Australia
ditemukan tambang emas yang besar. tindakan pembantaian ini telah menewaskan
setidaknya 10.000 jiwa suku Aborigin. Tidak selesai sampai disitu, sisa dari
suku Aborigin pada awal abad 20 tetap mendapat perlakukan yang kejam dari
pemerintah dan kolonial. Terkenal dengan Program Asimilasi, suku Aborigin
dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan moderitas yang dibawa oleh kolonial.
Ratusan ribu anak-anak suku dipaksa berpisah dari orang tua dan komunitasnya
dan ibesarkan dalam lingkungan baru. Hal ini terus berlanjut hingga saat ini.
Gambaran
singkat kondisi kesejarahan suku Aborigin ini membuktikan bahwa kolonialisme
hingga imperialisme tidaklah berniatan baik kepada suku adat. Alhasil saat ini
Australia adalah bagian negara yang paling setia untuk mengekor pada
imperialisme AS. Australia saat ini justru menjadi bagian dari skema yang
dibagun oleh imperialis AS untuk menjajah selurh belahan dunia, termask penjajahan
dan penghisapan terhadap suku-suku adat untuk kepentingan kapitalis monopoli
internasional di seluruh negeri.
Sejalan
dengan nasib dari suku Aborigin, suku Indian di benua Amerika juga mengalami
hal yang sama. Pengusiran dan pembantaian kerap dialami oleh mereka sejak kedatangan kolonialis baik dari
Spanyol maupun Inggris. Seorang misionaris Spanyol menggambarkan kondisi suku
Indian di bawah penjajahan dan ekspansi dari Spanyol sebagai berikut:
"Suatu hari di depan Las Casas,
orang-orang Spanyol memotong anggota badan, memenggal kepala, dan memperkosa
sekitar 3000 (orang Indian). Kebiadaban dan barbarisme itu mereka lakukan tepat
di depan saya, betul-betul tidak ada tandingannya dalam sejarah ... Mereka
memotong kaki anak-anak yg mencoba kabur dari mereka. Mereka menumpahkan sup
panas yg isinya ternyata (mayat) manusia. Mereka bertaruh siapa yg dapat
memotong badan manusia dalam sekali ayunan pedang. Mereka lepaskan anjing yg
kemudian mencabik Indian bagaikan babi hutan dalam waktu sekejap. Mereka
umpankan bayi yg masih menyusu kepada anjing mereka tersebut"
tidak
hanya itu, oleh kolonial Inggris suku indian juga mendapatkan penindasan dan
penghisapan. Tujuan dari kolonial di Amerika adalah melakukan pengambilalihan
seluruh tanah dan sumber daya di dalamnya untuk kepentingan kolonial.
Keberlimpahan sumber daya alam dan kesuburan alamnya, adalah faktor utama dari
kehadiran an segala tindakan kejam kolonial.
Kondisi Masyarakat Adat di Indonesia
Indonesia sebagai negara yang luas dan terdiri dari
pulau-pulau, tentu didiami berbagai masyarakat adat yang jumlahnya sangat-sangatlah
besar. Bahkan pergeseran stuktur masyarakat Indonesia dengan masuknya pengaruh
modernisasi, masyarakat-masyarakat adat di Indonesia masih bertahan dengan
nilai-nilai/adat istiadat diperoleh dari nenek moyangnya. Namun ironinya, kondisi masyarakat adat di Indonesia tidak jauh
berbeda dengan nasib suku aborin maupun Indian yang terasing di negerinya. Di
Indonesia, kondisi masyarakat adatnya tentu makin hari makintergusur. Pasalnya sejak kemerdekaan hingga
rejim Jokowi-Jk saat ini,
penghancuran atas masyarakat adat semakin nyata. Proyek MP3EI hingga pembangunan
infrastuktur Jokowi-JK, telah menjadi gurita yang mengusir masyarakat adat dari
tanahnya.
Masyarakat
Indonesia seperti suku Anak Dalam di Jambi, suku Samin di Jawa, Suku Asmat di
Papua, suku Dayak di Kalimantan, dan beribu sub suku lainnnya, masih terus tergerus, terusir akibat semakin masifnya perampasan dan
monopoli atas tanah adat di Indonesia. Di
Kalimantan misalkan, Pulau ini dihuni lebih dari 500 sub suku Dayak. Perkembanganya masyarakat adat disana
terus terpinggirkan seiring dengan makin pesatnya pembukaan lahan sawit oleh perkebunan besar baik milik
swasta, asing bahkan Negara. Saat ini, Jokowi-JK
juga berencana terus menambah komplek perkebunan sawit skala besar di Kalimantan.
Pemerintah sudah melakukan konsolidasi
bersama pihak swasta baik dalam maupun asing untuk berkontribusi membangun
perkebunan sawit di daerah
tersebut. Sasaran pembangunannya adalah di
sepanjang garis perbatasan dengan malaysia, khususnya di Kalimantan Barat dan
Timur dengan rencana hingga jutaan Ha.
Kebijakan pembukaan lhan-lahan baru untuk perkebunan
skala besar, akan menjadi semakin ancaman semakin tergusurnya masyarat adat
dayak di Kalimantan.
Tidak
jauh berbeda dengan yang berada di ujung timur. Mega proyek MIFEE (Merauke
Integrated Food and Energy Estate) di selatan tanah Papua. MIFEE akan menghancurkan 2.823.000 juta hektar tanah rakyat yang sebagian besar hutan purba (virgin forest).[1] Jumlah
tenaga kerja yang diperlukan untuk proyek pertanian skala raksasa ini adalah
sekitar 6,4 juta orang—tiga kali lipat dari jumlah penduduk Papua yang saat ini
berjumlah 2,1 juta jiwa. Program MIFEE diluncurkan pada tanggal 17 Januari
2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Slogan dari proyek ini adalah “Feed Indonesia and
then the world” (Indonesia Berswasembada Pangan, Agar Bisa Mengatasi
Krisis Pangan Dunia), namun para petani lokal berpandangan bahwa proyek
tersebut akan merusak pertanian tradisional dan kedaulatan pangan di kawasan
ini. Proyek MIFEE akan menyewakan tanah untuk selama 90 tahun.[2]
Pembangunan MIFEE bukanlah untuk memenuhi kebutuhan
pangan di Indonesia. buktinya, hingga pemerintahan Jokowi-JK ini, Indonesia
malah semakin meningkatkan impor beras dari luar negeri. akan tetapi, MIFEE ini
menjadi megaproyek pemerintahan yang memberikan kepada perusahaan Bin Laden
Group dan AS untuk menguasai tanah dan bisnis pangan di Indonesia bahkan
internasional.
Akibat MIFFE ini, telah mengancam dan mengusir ratusan
ribu atau setidak 19 masyarakat adat yang adi Merauke.
Kemudian yang rahasia umum
lagi adalah, penghancuran masyarakat adat di Papua oleh PT. Frerport Indonesia.
Semenjak beroperasi PT.PI tahun 1967, telah menimbulkan berbagai persoalan bagi
masyarakat adat Papua. Selain perampokan besar-besar atas kekayaan Mineral
(Emas, Perak, Tembaga), Tidak segan-segan melalui TNI-Polisi melakukan
kekerasan terhadap masyarakat adat Papua. Hingga saat ini, telah tercatat
ratusan ribu masyarakat adat Papua meninggal semenjak PT. PI beroperasi. PT. FI
yang menguasai lahan di Papua saat ini 2,1 juta dan akan bertambah 4,6 juta Ha
(baca; Rencana Jokowi-Jk), akan semakin memasifkan penggusuran dan pembunuhan
terhadap masyarakat adat Papua. Namun, walau selama ini PT. PI telah terbukti
merampas kekayaan alam dan meningkatkan kekerasan terhadap masyarakat adat
Papua, Jokowi-JK malah akan member isyarat akan diperpanjak kontrak PT. PI
hingga 2049 yang sebenarnya akan berakhir tahun 2021.
Sementara itu, kehidupan
suku anak dalam di jambi tidak kalah pula memprihatinkan. Hutan yang selama ini
menjadi sumber penghidupan suku anak dalam, telah berubah menjadi hamparan
perkebunan sawit. Hal ini berdampak ancaman kelaparan bagi suku anak dalam
karena rusak dan tergusurnya mereka dari hutannya. Tercatat, semenjak jokowi-JK
menjabat, sudah hambir 11 suku anak dalam meninggal akibat kelaparan dan 3.000
suku anak dalam terusir dari hutan rimbanya.
Kondisi
yang memprihatinkan masyarakat adat di
Indonesia ini adalah akibat semakin meluasnya praktek perampasan dan
monopoli tanah hingga hari ini. Dapat
dilihat, ancaman penggusuran dan terusirnya masyarakat adat dari tanah atau
hutannya semakin tidak terbendung. Pemerintahan Jokowi-Jk yang semasa kampanye
dan bahkan dalam Visi misinya, telah menegaskan penghormatan dan pemberian
hak-hak kepada masyarakat adat. Namun saat ini, kenyataannya derita yang
dialami masyarakat adat semakin berat saja. Perluasan perkebunan, pertambangan dan bisnis
infrastuktur Jokowi-JK, malah semakin mempersempit dan menghancurkan harapan
masyarakat adat Indonesia untuk berdaulat di tanah air atau hutannya sendiri.
Lawan
Monopoli dan perampasan tanah yang mengusir masyarakat adat Indonesia
Factor semakin hilangnya akses masyarakat adat Indonesia
atas tempat hunian, berkembang biak hingga terancam hilangnya nilai/adat
istiadatnya, diakibatkan masih berlangsungnya praktek perampasan dan monopoli
tanah di Indonesia hingga pemerintahan jokowi-Jk saat ini. Tanah atau hutan yang menjadi sumber kehidupan
masyarakat adat, telah berubah menjadi perkebunan-perkebunan sawit skala luas,
pertambangan atau infrastuktur, yang memaksa masyarakat adat harus terusir.
Ancaman atas keberlangsungan masyarakat adat semakin meningkat, walau
disebut-sebut pemerintahan ini berkomitmen melindungi dan memberikan hak masyarakat
adat. Akan tetapi, lagi-lagi program Jokowi-JK hanya menjadi isapan jempol
belaka. Sebalaliknya, program pemerintahan jokowi-Jk malah bertentangan dengan
penghormatan dan pemberian hak-hak masyarakat adat. Jokowi-JK tetap melanjutkan
bahkan memasifkan kepentingan imperialism, pengusaha-pengusaha dan tuan tanah
besar untuk memnopoli tanah termasuk merampas tanah atau hutan masyarakat adat.
Oleh akrena itu, dalam momentum Hari Masyarakat Adat
Sedunia ini, kami mengeaskan bahwa perjuangan masyarakat adat di Indonesia
untuk memperoleh tanah maupun hutan adalah hak yang harus dihormati, dilindungi
dan diberikan oleh negara. Jokowi-Jk harus menghentikan langkan perampasan dan
monopoli tanah-hutan yang hanya mengusir masyarakat adat di Indonesia. kami juga berharap bagi seluruh pemuda
mahasiswa untuk menunjukkan keberpihakannya untuk memperjuangkan hak-hak
masyarakat adat yang masih dirampas oleh pemerintahan Jokowi-JK. Bersatulah
masyarakat adat di Indonesia, untuk tanah-hutan demi anak cucu dan adat
istiadat leluhur yang memanusiakan manusia.
Symphaty Dimas (Ka. Dept.Pendidikan & Propaganda PP FMN)
0 komentar:
Posting Komentar