Oleh: Front Mahasiswa Nasional Ranting USU
Perjuangan
gerakan mahasiswa untuk menegakan demokrasi di dalam kampus tidak begitu saja
selesai pasca kemenangan kecil Reformasi ’98. Pasalnya saat ini di tengah
kondisi krisis di tubuh imperialisme khususnya AS upaya penyelamatan krisis dalam berbagai bentuk
semakin masif untuk dijalankan. Salah satu upaya penyelamatannya adalah
memastikan negara-negara bonekanya seperti Indonesia tetap pada jalur
pengabdiannya, artinya rejim Jokowi-JK arus tetap dipastikan untuk makin gencar
menjalankan penghisapan dan penindasan terhadap rakyat. Perkembangan ini
kemudian termanivestasi dalam berbagai kebijakan anti rakyat yang terus dikecam
dan ditolak oleh gerakan rakyat, tidak terkecuali oleh mahasiswa.
Di tengah
upaya memastikan perbaikan iklim investasi dan bisnis di Indonesia dari kecaman
dan perjuangan rakyat, rejim Jokowi-JK terus memperliatkan watak fasisnya. Demi
menjaga seluruh sektor agar tetap kondusif dan tunduk terhadap seluruh
kebijakannya, rejim fasis Jokowi-JK sampai-sampai gencar menurunkan militer
untuk memastikannya. Berbagai peran seperti masuk ke desa, teribat aktif dalam
pengamanan konflik, teribat dalam kasus-kasus penggusuran dan perampasan tanah,
hingga kembali lagi menginjakan kaki di kampus.
Kampus sebagai wadah ilmiah dan demokratis sebagai ruang belajar mahasiswa seharusnya terbebas dari segala intervensi negara. Namun hal ini tidak berlaku pada zaman Jokowi-JK. Rabu pada 9 September 2015 Mahasiswa USU dikejutkan dengan adanya informasi bahwasanya Kodam I/BB akan melakukan Pameran alutista dan kuliah umum,dengan tema Nasionalisme dan wawasan kebangsaan . Edi Rahmayadi yang baru diangkat sebagai Pangkostrad turut menjadi pemateri dalam membawakan kuliah umum tersebut. Sehingga informasi tersebut menjadi isu hangat di kawasan kampus USU dan mempertanyakan keberadaan militer di kampus karena hal ini menjadi sebuah fenomena yang mengingatkan mahasiswa pada masa orde baru dimana militer begitu mengekang ruang demokratis kampus; Intel berkeliaran dimana mana , mahasiswa dibatasi dalam berorganisasi, berpendapat dan beraspirasi sehingga mengakibatkan pendidikan dalam kampus sangat terbelenggu dan terkekang. Sehingga FMN yang menjadi salah satu organisasi yang selalu respek terhadap permasalahan massa mahasiswa mengambil inisiatif untuk membuat forum konsolidasi dengan berbagai organisasi di kampus USU seperti HMI FISIP USU, GMNI, KDAS, GEMAPRODEM,GMNI FIB (Fakultas ilmu budaya) USU.
Pada
hari kamis 10 September 2015, FMN
bersama organisasi tersebut mengadakan diskusi bersama sekaligus membahas rencana aksi
dengan tema “Usir Militer dari kampus “ dengan berbagai isu turunan seperti
“Tolak intervensi militer terhadap dunia pendidikan” , “Tolak Indoktrinasi
militer terhadap mahasiswa”, “Pendidikan adalah alat memanusiakan manusia bukan
merobotkan manusia”. FMN dan organisasi
yang ikut serta menyatukan diri dalam
Gerakan Mahasiswa Anti Militer (GEMAM).
Keesokan harinya, pukul 10.00 Wib, aksi mulai dilakukan dengan
tujuan utama adalah Gedung Auditorium USU. namun, upaya mahasiswa harus
terhenti ketika massa aksi ingin merangsek masuk ke dalam gedung. Massa aksi
ditahan oleh kemanan kampus dan juga penjagaan ketat dari pihak TNI. Alhasil massa
aksi akhirnya melakukan orasi bergilir di depan gedung. Tidak sampai disitu,
salah satu anggota TNI bahkan mengancam massa aksi dengan perkataan kepada
satpam yang diperintahkan untuk mengamankan aksi dan dilajutkan dengan
perkataan bernada tinggi “Jangan sampai mereka nanti mati”. Setelah itu, massa
aksi mencoba untuk menemui pihak rektorat di gedungnya. Tujuannya adalah
menanyakan apa rasionalisasi pihak rektorat mengundang militer ke dalam kampus.
Namun, hasilnya masih tetap nihil, karena pihak rektorat tidak bersedian
menemui mahasiswa.
Keberadaan militer di dalam kampus USU ini merupakan bukti nyata
bahwa institusi pendidikan tinggi memang saat ini ditujukan untuk melahikan
lulusan yang memiliki ketndukan dan kepatuhan buta terhadap segala kebijakan
rejim. Pihak kampus yang merupakan representasi dari pemerintah juga secara
nyata mendukung keterlibatan militer dalam aktifitas kampus. Hal ini berarti
menandakan bahwa pemerintah dengan segala skemanya terus melakkan upaya
pemberangusan demokrasi di dalam kampus.
Oleh karena itu, sudah saatnya mahasiswa di seluruh penjuru
negeri Indonesia untuk merapatkan barisan dan berjuang untuk merebut kembali
dan mempertahankan demokrasi di dalam kampus dengan mengusir dan menolak
keterlibatan militer dalam setiap aktifitas kampus.
0 komentar:
Posting Komentar