Pemerintahan Jokowi-JK Meningkatkan Penindasan dan Penghisapan terhadap
Klas Buruh dan Rakyat Indonesia
Hampir 2 tahun Indonesia di bawah pemerintahan boneka
imperialisme AS Jokowi-JK, Kondisi krisis di dalam negeri semakin akut yang membuat klas
buruh dan kaum tani semakin menderita. Rejim ini terus-menerus menjalankan
kebijakan neoliberalisasi yang dianjurkan AS. Berbagai permintaan AS untuk
meningkatkan dominasinya di Indonesia khususnya atas eksport kapitalnya, secara
nyata direalisasikan Jokowi-JK. Jokowi-JK mengembor-gemborkan usahanya untuk meningkatkan investasi asing di
Indonesia menuju kemakmuran rakyat. Efisiensi penerbitan izin, peraturan
pro investasi, pembangunan infrastuktur dan pengurangan subsidi BBM telah
direalisasikan dalam kebijakannya.
Kebijakan
neoliberalisasi Imperialiasme AS dijalankan Jokowi-JK yang dibungkus dalam
paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan mulai dari
september 2015 silam[1].
Terakhir Jokowi-JK kembali paket ekonomi ke XII bulan 28 april 2016.
Paket-paket kebijakan ekonomi dari Jilid I hingga XII, tidak memberikan harapan
untuk perbaikan hidup atas kondisi klas buruh dan kaum tani sebagai mayoritas
rakyat Indonesia. Akan tetapi, paket kebijakan ekonomi ini secara terang dan
nyata untuk merealisasikan paket-paket kebijakan neoliberalisasi khususnya
efisensi dan efektifitas eksport kapital imperialisme ke Indonesia. Paket
ekonomi I-XII seolah-olah menjadi obat penawar bagi krisis di dalam negeri, akan
tetapi sebaliknya hanya menjadi intensifikasi kebijakan neoliberalisasi imperialisme AS yang
semakin menambah krisis di pundak klas buruh dan kaum tani.
Analisa umum atas paket kebijakan ekonomi Jilid I-XII yang
merugikan rakyat;
1. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I-XII menjalankan
deregulasi, debirokratisasi, denasionalisasi serta penegakan hukum dan
kepastian hukum untuk melindungi investasi asing. penyerdehanaan ijin usaha,
penyediaan lahan, pelayanan fasilitas, serta memberikan ruang investasi di
sektor properti bagi investasi untuk dikomersilkan (Paket Ekonomi I).
2. Kemudahan layanan 3 jam berinvestasi di kawasan
industri, memberikan pemotongan/ gratis pajak Tax Allowance dan Tax Holiday,
tidak memungut pajak PPN untuk alat transportasi bagi investasi, perampingan
izin sektor kehutanan. Maka dalam kebijakan ini sangat jelas Jokowi-JK
memberikan secara praktis keleluasaan kepada investasi di Indonesia untuk menanamkan
modal dalam usahanya (Paket Ekonomi II)
3. KUR untuk menggerakan roda perekonomian kalangan
menegah ke bawah. Tentu tujuan KUR memberikan pinjaman bagi rakyat bukanlah
untuk mendorong perekonomian rakyat dalam mendapatkan modal untuk usaha
kecilnya. Akan tetapi, skema KUR ini menjadi operasi BANK dalam konteks
peribaan dalam mendapatkan bunga pinjaman dari rakyat. Dalam paket ekonomi III
ini juga menekankan aspek dalam efesiensi dan efektifitas perpanjangan HGU
dengan memangkas proses waktunya menjadi sangat singkat. Tentu ini sangat
melukai kaum tani sekaligus semakin melanggengkan monopoli dan perampasan tanah
rakyat dan akan semakin mempersempit ruang rakyat memperjuangan landreform
sejati (Paket ekonomi III)
4. PP No.78 Tahun 2015 Tentang pengupahan. Singkatnya dalam Pasal 43 ayat 5 PP No
78/215 menyatakan bahwa untuk peninjauan komponen kebutuhan hidup layak (KHL)
dilakukan setiap lima tahun sekali yang sebelumnya setahun sekali. Dan di sisi
lain, ini menjadi “keberhasilan” Jokowi-JK untuk menekan kenaikan upah dengan
menjaga waktu yang cukup lama untuk menentukan KHL yang tentu setiap tahunnya
pasti berubah dan meningkat. Selanjutnya, kenaikan upah buruh setiap tahunnya
akan dihitung berdasarkan formula sebagaimana diatur dalam Pasal 44 sebagai
berikut; UMn = UMt + (UMt X (Inflasit + Δ % PDBt). Jadi kenaikan upah tahunan
bagi buruh akan berdasarkan pada upah tahun berjalan, ditambahkan dengan upah
tahun berjalan dikali dengan inflasi ditambah prosentase pertumbuhan ekonomi.
Jokowi-JK telah membatas “maksimal” kenaikan upah buruh sebesar 10%
(berdasarkan persentase kenaikan pertumbuhan ekonomi dan inflasi).
5. Revaluasi untuk memberikan kesegaran atau peningkatan finansial
para investor bagi asing maupun dalam negeri. Perusahaan diberikan berbagai
bantuan keringan pajak. Selain itu, juga menghapuskan pajak bagi perusahaan
infrastuktur, real estate dan property. Di sisi lain, tentu buruh bangunan akan
semakin berat pekerjaannya tanpa adanya peningkatan upah yang diterima. Hal ini
juga terhubung dengan meningkatnya permintaan bahan material untuk
infrastuktur, real estate dan property yang diproduksi buruh industri. (Paket ekonomi
VI)
6. Industri padat karya untuk bisa menyerap tenaga kerja
yang luas. Melalui skema fiskal dengan meringankan beban pajak pada perusahaan
padat karya. Kebijakan Ini seolah-olah memberikan harapan bagi perusahaan padat
karya untuk berkembang di Indonesia dengan insentif pemotongan pajak
penghasilan PPh. Tentu jika dibanding dengan fasilitas pemotongan pajak atas
perusahaan padat karya dengan perusahaan besar yang mendapatkan Tax Allowance
dan Tax Holiday, maka sangat jelas keberpihakan Jokowi-JK atas investasi asing
dan borjuasi besar komprador di Indonesia.
Apalagi karakter perusahaan padat karya di Indonesia akan semakin leyap
dan banyak yang gulung tikar akibat kalah bersaing dengan perusahaan investasi
asing/borjuasi besar komprador yang difasilitasi penuh oleh Jokowi-JK. Jadi
perusahaan padat karya hanyalah ilusi yang dikembangkan Jokowi-JK sekaligus
menjadi ciri khas industri setengah jajahan setengah feodal. (Paket ekonomi
VII)
7. Memperlonggar investasi dengan meningkatkan perlindungan bagi
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK). Sesungguhnya isu
pengembangan ekonomi UMKMK, secara masif sudah digulirkan semenjak era
Soeharto. Namun, produk kebijakan pemerintah ini terbukti tidak mampu menjadi
pelaku ekonomi utama menggantikan segelintir kelompok usaha besar baik
investasi asing maupun borjuasi besar komprador. UMKMK malah banyak yang
bangkrut, gulung tikar hingga terlilit hutang pinjaman ke BANK. Tapi melalui
paket ini, Jokowi-JK seolah-olah berkeinginan membantu pendanaan UMKMK untuk mendapatkan
modal bukan dari Bank saja, tapi dari
investasi asing dan borjuasi besar komprador. Tentu akan semakin kelihatan
skema licik dan busuknya Jokowi-JK untuk mengintegrasikan UMKMK dalam hal
melayani investasi asing dan borjuasi besar komprador. Dapat dipastikan bahwa
baik asing maupun dalam negeri yang berinvetasi ke dalam UMKMK, hanya akan
merampas seluruh keuntungan usaha UMKMK selain menjadi sasaran eksport kapital.
Jadi, UMKMK berlagak menjadi “pelaku ekonomi” namun berada di bawah ketiak imperialisme dan borjuasi besar
komprador yang berhari depan gulung tikar atau pelayan. (Paket ekonomi X).
8. Dwelling time atau waktu bongkar muat peti kemas.
Kebijakan dwelling time dianggap sebagai respon atas kasus korupsi pelindo yang
merugikan perusahaan-perusahaan besar baik milik asing maupun borjuasi besar
komprador. Tentu dengan dwelling time, bongkar muat barang bisa ditekan menjadi
3,7 hari. Dan ini sangat diinginkan perusahaan imperialisme dan borjuasi besar
komprador untuk efisensi dan efektifitas pendistribusian barang-barangnya.
Dwelling time ini dapat meningkatkan superprofit bagi perusahaan besar. Akan
tetapi, apakah kebijakan ini menyinggung kesejahteraan buruh angkut di
pelabuhan yang tertimpa beban kerja akibat dwelling time ? Tidak terbayangkan
bagaimana sakitnya “pinggang” buruh
angkut pelabuhan akibat pelipatgandaan beban kerja dari dwelling time.
Sementara upah buruh angkut tentu tidak dibahas dalam kebijakan ini untuk
dinaikkan. Dwelling time ini juga akan semakin memperberat beban kerja buruh
industri dan buruh kebun yang notabenenya buruh tani, tani miskin bawah dan
tani miskin sedang. Buruh industri akan kebanjiran permintaan barang produksi
akibat arus bongkar muat di pelabuhan telah dipersingkat, yang selama ini
menghambat sirkulasi barang-barang. Sudah pasti beban kerja klas buruh akan
semakin meningkat untuk memproduksi barang secara harian. Sementara upah tidak
akan naik karena sudah ditekan hanya berkisar maksimal 10%. Demikian
penderitaan beban kerja semakin berat bagi buruh tani dan tani miskin akibat
meningkatnya kebutuhan komoditas bahan mentah/baku di perkebunan-perkebunan
sebagai hasil dwelling time. Maka sudah pasi buruh tani dan tani miskin yang
paling dirugikan atas seluruh kebijakan ini. Sebab, buruh tani dan tani miskin
yang bekerja di perkebunan-perkebunan hanya mendapatkan upah lebih rendah dibanding
upah buruh industri. (Paket Ekonomi XI)
9. Paket ekonomi ke XII
yang baru dikeluarkan Jokowi menegaskan kembali atas kemudahan berbisnis bagi
imperialism, borjuasi besar komprador dan tuan tanah besar. Ada 10 poin yang
umumnya meliputi; pemangkasan ekspor import menjadi 3 hari, kemudahan mendirikan
PT, efektifitas penyambungan listrik terhadapat perusahaan dan meningkatkan
akses perkreditan.
Dari analisis
seluruh paket kebijakan ekonomi I-XII yang diterbitkan Jokowi-JK, ternyata
tidak berguna sama sekali bagi klas buruh dan kaum tani. Namun sebaliknya,
paket kebijakan ekonomi ini hanya semakin merugikan dan memperpanjang
penderitaan rakyat. Kita menyimpulkan bahwa paket kebijakan ekonomi Jilid I-XII
Jokowi-JK esensinya ialah paket kebijakan ekonomi neoliberalisasi dalam melayani
intensifikasi kepentingan imperialisme AS khususnya dalam skema memperlancar
eksport kapital.
Widi (Ka. Dept Adm & Keu)
0 komentar:
Posting Komentar