Semangat Mencerdaskan kehidupan Bangsa,
Berpihak pada Rakyat adalah Tugas sejatinya Kaum Intelektual.
Peringatan Hari Pendidikan
Nasional ditetapkan sejak melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun
1959 tertanggal 28 November 1959. Tentu Hardiknas 02 Mei lahir dari sejarah
panjang perjuangan rakyat Indonesia yang menginginkan pendidikan sebagai
hak-hak konstitusional rakyat Indonesia yang diberikan Negara (UUD 1945 Pasal
31). Di sisi lain, peringan 02 Mei ini untuk mengenang jasa Ki Hajar Dewantara sebagai
salah-satu tokoh yang berpengaruh dalam dunia pendidikan.
Pertama kali pendidikan formil di
Indonesia diterapkan semenjak Kolonialis Belanda menerapkan Politik Etis 1870.
Namun pendidikan saat itu masih diperuntukkan bagi kalangan Belanda, Priyayi/Bangsawan,
tuan tanah atau pedagang-pedagang asing di Indonesia. orientasi pendidikan saat
ini tentu tidak menanaman semangat nasional yang anti penindasan dan
penghisapan oleh Kolonialis. Akan tetapi, pendidikan diorientasikan untuk
mencetak kaum-kaum intelektual yang mengabdi kepada kolonialis Belanda untuk
menjalankan kepentingannya di Indonesia. tenaga-tenaga administratur, tenaga
teknik, tenaga medis, tenaga pekerja hukum, pertanian menjadi prioritas
Kolonialis Belanda saat itu khususnya dalam pengembangan eksplorasi dan
ekploitasi perkebunan, pertambangan dan industri.
Pasca Kemerdekaan RI hingga 57
Tahun memperingati Hardiknas, apakah sistem pendidikan nasional di Indonesia
telah sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan dan mengabdi kepada rakyat
? Saat ini pendidikan di Indonesia masih saja diskriminasi yang tidak ubahnya
dengan jaman kolonial. Liat saja di bangku-bangku perkuliahan. Anak-anak buruh,
buruh tani, tani miskin, nelayan miskin dan suku minoritas/masyarakat adat,
masih berjumah sangat minim. Padahal mereka adalah mayoritas dari lapisan
masyarakat Indonesia. Demikian kesenjangan pengajar maupun infrastuktur
pendidikan di Indonesia antara desa dan kota, yang melahirkan ketimpangan
sangat jauh. Masyarakat pedesaan sebagai ciri khas masyarakat agraris
Indonesia, masih sangat kesusahan mendapatkan pendidikan.
Angka partisipasi pendidikan di
Indonesia juga cukup tergolong rendah. Anak berusia 7-13 tahun (tingkatan SD)
berjumlah 46 juta. Berusia SMP (14-16 tahun) sebanyak 25 juta. Sedangkan usia
SMA (16-18 tahun) sebanyak 17 Juta. Namun
Berdasarkan data UNICEF tahun 2015 sebanyak 7,3 juta anak Indonesia
tidak dapat menikmati usia sekolah dasar (SD), sementara 3 juta anak usia
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 1 juta anak SMA 1. Sementara akses perguruan
tinggi juga sangat rendah diakses oleh pemuda Indonesia. Tahun 2015, lulusan
SMA/SMK/Sederajat berjumlah 2 juta. Akan tetapi yang melanjut ke perguruan
tinggi hanya 500.000 mahasiswa baru (PTN 320.000 [1]dan PTS
sisanya). Artinya hanya sekitar 25% yang mampu melanjut ke perguruan tinggi
dari total kelulusan SMA/SMK/Sederajat. Sementara saat ini jumlah mahasiswa di
Indonesia (termasuk S2 dan S3) hanya berjumlah 5,4 juta[2]. Jika
dibanding usia 18-25 tahun berjumlah 49 juta sebagai usia produktif kuliah
(D-S1), maka kesimpulannya hanya mencapai kira-kira 10% yang bisa berkuliah.
Persoalan lainnya adalah
ketidakjelasan kurikulum di Indonesia. saat ini kurikulum di Indonesia
menerapkan 2 sistem sekaligus yakni KTSP 2006 dan kurikulum 2013. Tentu ini membuat kualitas pendidikan di Indonesia akan semakin
menurun, karena sistem kurikulum ganda ini akan melahirkan ketidakjelasan
capaian yang ingin diraih pendidikan di Indonesia. Tentu ini membuat kualitas
pendidikan di Indonesia akan semakin menurun, karena sistem kurikulum ganda ini
akan melahirkan ketidakjelasan capaian yang ingin diraih pendidikan di
Indonesia.
Komitmen
Jokowi-JK untuk menaikkan kualitas pendidikan di Indonesia tentu berbanding
terbalik dengan kenyataannya. Tahun 2016 pagu anggaran turun menjadi 49, 23
Triliun dari 53, 27 triliun tahun 2015. Kebijakan anggaran pendidikan ini
menjadi wujud nyata penerapan neoliberalisasi di dunia pendidikan, dimana
Negara terus-menerus memangkas subsidi atas pendidikan dengan mengalihkannya
pada Megaproyek bisnis infrastuktur. Di sisi lain kampus terus-menerus menjadikan
mahasiswa dan orang tua mahasiswa sebagai sandaran utama pendanaan kampus. Hal
ini kemudian berimplikasi pada kenaikan uang kuliah hampir setiap tahunnya di
Indonesia.
Kemudian
salah-satu yang dikejar kampus saat ini adalah Riset bertaraf internasional. Tentu program ini akan didukung
seluruh civitas akademis. Karena riset menjadi kaidah keilmiahan bagi perguruan
tinggi yang berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Akan tetapi, kita perlu mengevaluasi
riset yang telah dijalankan kampus-kampus. Sebagain besar riset-riset kampus
masih saja lebih mengutamakan kepentingan perusahan-perusahaan korporasi besar
baik asing maupun dalam negeri yang sifatnya untuk menopang bisnis si Korporat.
Tentu ini sangat bertentangan, karena seharusnya riset lebih mengutamakan
bagaimana mengurai persoalan rakyat dan sekaligus riset tersebut memecahkan
persoalan rakyat. jadi, riset kampus bukanlah semata-mata untuk KORPORAT BESAR,
namun RISET HARUS ditujukan pada perkembangan kehidupan RAKYAT.
Kesejahteraan
guru juga masih menjadi problem dalam dunia pendidikan di Indonesia. Saat ini
uru-guru masih saja mengeluarkan biaya untuk sertifikasi mengajar. Setidaknya sejak
2005, ada sekitar 600.000 guru yang membiayai sendiri program sertifikasi
mengajar. Selain itu, Jokowi-JK juga pernah berjanji kepada sekitar 50 rb
guru tenaga guru honorer kategori 2 (k2) untuk diangkat PNS demi
mensejahterahkannya. Akan tetapi, hingga saat ini puluhan ribu guru honorer ini
telah berulang-ulang berkempanye ke depan istana kenegaraan untuk menagih janji
politik Jokowi. Akan tetapi, pemerintahan Jokowi melalui Mendikbudnya malah
tidak mempunyai itikad untuk merealisasikan tuntutan guru honorer K2. Dan
secara umum guru-guru maupun dosen masih mempunyai problem akan upah dan
jaminan sosial yang rendah. Sehingga banyak guru dan dosen harus bekerja
sampingan yang tentu akan mempengaruhi kosentrasi mengajarnya.
Dan paling
harus dikaji kembali adalah UU DIKTI No. 12 Tahun 2012 yang masih senantiasa
melanggengkan roh komersialisasi di dunia pendidikan tinggi Indonesia. Bahkan
perkembangan saat ini, UKT sebagai amanat Otonom PTN BH dalam UU DIKTI, selalu
menunjukkan trend kenaikan biaya kuliah tiap tahun.
Kami melihat bahwa pendidikan di Indonesia tidak ilmiah, tidak demokratis dan tidak mengabdi kepada rakyat. Nyatanya semacam paket ekonomi Jilid I-XII, masih belum banyak dikaji hingga dikritisi oleh dunia pendidikan khususnya kampus. Padahal Paket kebijakan ekonomi I-XII secara nyata adalah kebijakan neoliberalisasi imperialisme AS di dalam negeri yang merugikan rakyat dan merampas kedaulatan bangsa. Ironi juga usaha rakyat mewujudkan Landreform sejati dan industri nasional sebagai syarat pokok kemajuan rakyat malah bertolak belakang dengan agenda-agenda dunia pendidikan.
Kami melihat bahwa pendidikan di Indonesia tidak ilmiah, tidak demokratis dan tidak mengabdi kepada rakyat. Nyatanya semacam paket ekonomi Jilid I-XII, masih belum banyak dikaji hingga dikritisi oleh dunia pendidikan khususnya kampus. Padahal Paket kebijakan ekonomi I-XII secara nyata adalah kebijakan neoliberalisasi imperialisme AS di dalam negeri yang merugikan rakyat dan merampas kedaulatan bangsa. Ironi juga usaha rakyat mewujudkan Landreform sejati dan industri nasional sebagai syarat pokok kemajuan rakyat malah bertolak belakang dengan agenda-agenda dunia pendidikan.
Oleh
karena itu, kami dari Pimpinan Pusat FRONT MAHASISWA NASIONAL menyampaikan Tuntutan
kepada pemerintahan Jokowi-JK;
1. Cabut
UU DIKTI
2. Hapuskan
UKT dan Tolak Kenaikan Biaya kuliah 2016
3. Berikan
sekolah gratis dan berlahan-lahan menggaratiskan pendidikan tinggi, karena
pendidikan adalah hak setiap warga negara.
4. Wujudkan
Riset yang mengabdi bagi Kemajuan kehidupan Rakyat, Bukan untuk Koporat Besar
khususnya Asing.
5. Berikan
kebebasan berkumpul, berorganisasi dan berserikat di dalam kampus sebagai
cerminan kebebasan mimbar akademik.
6. Berikan
kesejahteraan bagi guru dan dosen.
02 Mei
2016,
Hormat kami,
PIMPINAN
PUSAT
FRONT
MAHASISWA NASIONAL
Rachmad P Panjaitan
Ketua Umum
[1]
http://nasional.sindonews.com/read/1010635/144/daya-tampung-ptn-320-ribu-kursi-lulusan-sma-smk-2-juta-1433837941,
Diakses pada 28 April 2016.
[2] http://kemendesa.go.id/index.php/view/detil/1573/menteri-marwan-ajak-akademisi-turun-tangan-bangun-desa,
Diakses pada 28 April 2016.
1 komentar:
UU DIKTI No. 12 Tahun 2012
Mohon penjelasan detil terkait UU tersebut di atas masih melanggengkan praktek komersialaisasi dalam dunia pendidikan.
Posting Komentar