Oleh :
Panji Mulkillah Ahmad[1][1]
Pengantar
Kalau
kamu sedang bermaksud untuk membongkar kebobrokan Uang Kuliah Tunggal (UKT),
maka kamu sedang membaca tulisan yang tepat. Tulisan ini ditujukan untuk
seluruh pegiat anti komersialisasi pendidikan, seluruh mahasiswa di Indonesia,
dan terkhusus mahasiswa Unsoed. Bagi yang sedang terburu-buru, disarankan untuk
membaca tulisan ini di lain waktu. Semisal di waktu setelah jam makan malam,
atau ketika sedang galau karena chat buat gebetan nggak dibales-bales.[2][2] Karena tulisan ini saya buat di blog pribadi, maka jangan
salahkan saya kalau pembahasan dan penyampaiannya sesuka hati saya. Kalau mulai
pusing dengan pembahasannya, silakan hubungi gerakan anti komersialisasi
pendidikan terdekat di kota-kota anda.
Tulisan
ini merupakan tanggapan atas tulisan Faizal Azhari berjudul Mencari Entitas UKT
dan tulisan Adhiatma Ryanto berjudul Ada Apa dengan UKT
2016?. Pada intinya, Faiz membahas tentang ketidakjelasan
apa itu biaya operasional. Sedangkan Ryan membahas tentang bagaimana kebobrokan
birokrasi kampus dan tiadanya transparansi BKT dan BOPTN. Saya bermaksud
menunjukkan kepada anda bahwa sistem UKT yang terlihat ilmiah dengan rumusnya
itu, sebenarnya mengandung penipuan yang tidak kasat mata.
Apa itu penipuan? Penipuan, kalau
bahasa hukum pidananya adalah bedrog alias
perbuatan curang. Ini diatur di Pasal 378 KUHP, bunyinya :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu; dengan tipu muslihat; ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang
lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang
maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.”
Dengan
mengutip “penipuan” menurut KUHP, bukan berarti dalam tulisan ini saya hendak
menyangkutpautkan UKT dengan tindak pidana. Saya hanya hendak menunjukkan apa
itu penipuan, untuk membedakan perbuatan lain yang bukan penipuan. Pada
“penipuan” selalu ada “tipu muslihat” atau “rangkaian kebohongan”, yang
tujuannya agar orang lain menyerahkan sesuatu padanya. Semisal, ini semisal loh
ya, ada suatu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang bilang ke mahasiswanya bahwa
UKT yang dia bayarkan adalah demi pembangunan gedung baru. Padahal ternyata
pembangunan gedung baru sumber pendanaannya bukan dari UKT, melainkan dari APBN
melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Lantas untuk apa UKT yang dibayarkan
mahasiswa? Entah lah. Tapi yang jelas jika itu untuk gedung baru, itu adalah
pernyataan yang bohong adanya. Semata-mata agar mahasiswa mau menyerahkan
uangnya membayar UKT. Inilah “tipu muslihat” dan rangkaian “kebohongan”, agar
orang lain menyerahkan sesuatu padanya. Inilah contoh dari penipuan dalam
artinya yang sederhana. Agak familiar? Merasa Deja Vu ? Saya juga.
Misteri Pertama : Biaya Operasional
Misteri Pertama : Biaya Operasional
Tapi penipuan yang hendak saya
tujukan kali ini bukan tipuan remeh temeh seperti contoh di muka. Penipuan yang
hendak saya tunjukkan adalah penipuan dari yang inheren, atau aspek sistem di
dalam dirinya sendiri. Mari kita mulai dengan rumus sederhana :
UKT = BKT
– BOPTN[3][3]
(bacanya : ukate sama dengan bekate dikurangi beopete’en)
Uang
Kuliah Tunggal, yaitu sebagian BKT yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan
kemampuan ekonominya. (Pasal 1 angka 5 Permenristekdikti No 22 Tahun 2015)
Terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan kemampuan ekonomi
mahasiswa, keluarga, atau yang membiayainya. (Pasal 2 ayat (3)
Permenristekdikti 22/2015)
PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain
selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma. (Pasal 8
Permenristekdikti 22/2015)
BKT = Biaya Kuliah Tunggal, yaitu keseluruhan biaya
operasional mahasiswa per semester
pada program studi di PTN. (Pasal 1
angka 5 Permenristekdikti No 22 Tahun 2015)
BKT digunakan sebagai dasar
penetapan biaya yang dibebankan kepada masyarakat
dan Pemerintah. (Pasal 2 ayat (1) Permenristekdikti No 22
Tahun 2015)
BOPTN = Bantuan
operasional perguruan tinggi negeri yang selanjutnya disingkat BOPTN
merupakan bantuan biaya dari Pemerintah yang diberikan
kepada perguruan tinggi negeri untuk membiayai kekurangan biaya operasional
sebagai akibat adanya kenaikan sumbangan pendidikan di perguruan tinggi negeri.
(Pasal 1 angka 1 Permenristekdikti No 6 Tahun 2016)
Setiap hal di penjelasan atas rumus
ini sudah terang adanya, kecuali satu hal, yaitu yang dimaksud dengan “biaya operasional”. Kebingungan ini
memang sudah dikemukakan Faizal Azhari dalam tulisannya Mencari Entitas UKT. Tapi rupanya saya menemukan apa itu biaya
operasional dalam PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Dalam
Pasal 3 ayat (2) PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, diatur
bahwa :
(1) Biaya
pendidikan meliputi :
a. Biaya
satuan pendidikan;
b.
Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan;
c. Biaya
pribadi peserta didik.
(2) Biaya satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Biaya
investasi, yang terdiri atas :
1. Biaya
investasi lahan pendidikan; dan
2. Biaya
investasi selain lahan pendidikan
b. Biaya
operasi, yang terdiri atas:
1. Biaya
personalia; dan
2. Biaya
nonpersonalia
c. Bantuan
biaya pendidikan; dan
d. Beasiswa
(3) Biaya
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi
a. Biaya
investasi, yang terdiri atas :
1. Biaya
investasi lahan pendidikan; dan
2. Biaya
investasi selain lahan pendidikan
b. Biaya
operasi, yang terdiri atas:
1. Biaya
personalia; dan
2. Biaya
nonpersonalia
(4) Biaya
personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 dan ayat (3)
huruf b angka 1 meliputi :
a. Biaya
personalia satuan pendidikan yang terdiri atas;
1. Gaji
pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan;
2. Tunjangan
yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan;
3. Tunjangan
structural bagi pejabat structural pada satuan pendidikan;
4. Tunjangan
fungsional bagi pejabat gunsional di luar guru dan dosen;
5. Tunjangan
fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen;
6. Tunjangan
profesi bagi guru dan dosen;
7. Tunjangan
khusus bagi guru dan dosen;
8. Maslahat
tambahan bagi guru dan dosen; dan
9. Tunjangan
kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan professor atau guru
besar
b. Biaya
personalia penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan yang terdiri atas :
1. Gaji
pokok;
2. Tunjangan
yang melekat pada gaji;
3. Tunjangan
structural bagi pejabat structural; dan
4. Tunjangan
fungsional bagi pejabat fungsional
Masih belum jelas? Oke, mari kita coba tengok Undang-Undang 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pada Penjelasan Pasal 88 ayat (1), disebutkan :
“Yang dimaksud
‘Standar satuan biaya operasional’ adalah biaya penyelenggaraan pendidikan
tinggi di luar investasi dan pengembangan. Biaya investasi antara lain biaya
pengadaan saran dan prasarana serta sumber belajar”
Bila
kita balik lagi pada 3 ayat (2) PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan, maka yang biaya operasional terdiri dari personalia dan
nonpersonalia. Personalia meliputi gaji dan tunjangan bagi para tenaga pendidik
dan pegawai. Nah, berdasarkan UU no 12 tahun 2012 pasal 70
ayat (3) jo pasal 71 ayat (2) dan (3) jo pasal 89
ayat (1) huruf a menjelaskan bahwasanya Gaji Pokok dan Tunjangan
Dosen yang diterima dosen PTN berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Juga
jika kita melihat Putusan MK Nomor 24/PUU-V/2007, maka kita akan menemukan
bahwa anggaran 20% untuk biaya pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945
sudah termasuk gaji pendidik dan pendidikan kedinasan[3]. Itu artinya biaya personalia sudah
ditanggung oleh APBN.
Sekarang
mari kita fokuskan lagi pembahasan kita kepada penipuan di rumus UKT tadi. Yang
dimaksud dengan “biaya operasional”
dalam rumus UKT, selalu adalah “biaya
operasional mahasiswa”. Nggak percaya? Coba cek lagi nih Pasal 1 angka 5
Permenristekdikti No 22 Tahun 2015, “Biaya
Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat BKT, adalah keseluruhan biaya operasional mahasiswa per
semester pada program studi di PTN.”
Apa
konsekuensinya? Jika di atas kita temukan bahwa biaya operasional ada yang
bersifat personalia, maka biaya operasional menurut rumus UKT mestilah biaya
operasinal yang bukan personalia. Jika sudah begini, maka dengan mudah kita
akan temukan apa itu biaya operasional mahasiswa. Biaya Operasional Mahasiswa,
adalah biaya :
1. Yang bukan investasi (pengadaan gedung, lahan, sarana dan
prasarana);
2. Yang bukan pengembangan;
3. Yang bukan personalia (gaji dan tunjangan bagi tenaga
pendidik dan pegawai).
Misteri Kedua : BOPTN dan BKT
Meskipun kita sudah menemukan apa
itu sebenarnya Biaya Operasional, tentu penjelasan semacam itu tidak cukup
berguna di mata hukum. Yang namanya hukum itu harus mengandung kepastian dan
kejelasan rumusan. Sebab, tidak ada penjelasan yang definitif atau terperinci,
mengenai apa saja komponen yang tercantum dalam Biaya Operasional. Ini sama
saja dengan mendefinisikan apa itu Meja dengan cara-cara kaum Hegelian, “Meja
adalah bukan Kursi dan bukan Lemari.” Tapi Meja di dalam dirinya sendiri tak
pernah terdefinisikan. Tapi tunggu dulu. Bagaimana dengan BOPTN? Bukankah huruf
“BO” pada BOPTN adalah “Biaya Operasional” ? Mari kita coba selidiki.
Pada Permenristekdikti No 6 Tahun 2016 tentang BOPTN, tidaklah pula diatur tentang apa itu ternyata BOPTN. Akan tetapi dalam Pasal 2, diatur bahwa BOPTN dipergunakan untuk:
Pada Permenristekdikti No 6 Tahun 2016 tentang BOPTN, tidaklah pula diatur tentang apa itu ternyata BOPTN. Akan tetapi dalam Pasal 2, diatur bahwa BOPTN dipergunakan untuk:
a. pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
b. biaya pemeliharaan pengadaaan;
c. penambahan bahan praktikum/kuliah;
d. bahan pustaka;
e. penjaminan mutu;
f. pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan;
g. pembiayaan langganan daya dan jasa;
h. pelaksanaan kegiatan penunjang;
i. pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pembelajaran;
j. honor dosen dan tenaga kependidikan nonpegawai negeri
sipil;
k. pengadaan dosen tamu;
l. pengadaan sarana dan prasarana sederhana;
m. satuan pengawas internal;
n. pembiayaan rumah sakit perguruan tinggi negeri; dan/atau
o. kegiatan lain yang merupakan prioritas dalam rencana strategis
perguruan tinggi masing-masing
Kemudian pada Pasal 3, dijelaskan juga bahwa BOPTN tidak dipergunakan untuk:
a. belanja modal dalam bentuk investasi fisik berupa gedung
dan peralatan skala besar;
b. tambahan insentif mengajar untuk pegawai negeri sipil;
c. tambahan insentif dan honor untuk pejabat administrasi,
pejabat fungsional, dan pejabat pimpinan tinggi yang berstatus pegawai negeri
sipil; dan
d. kebutuhan operasional untuk manajemen.
Akhirnya,
kabut misteri Biaya Operasional mulai terkuak. Apa itu Biaya Operasional dan
apa saja komponennya, sudah terlihat semua. Dari sinilah saya akan membongkar
bagaimana penipuan dalam rumus UKT = BKT – BOPTN. Mari kita mulai dengan
matematika sederhana :
50 anggur
– 30 anggur = 20 anggur
(limapuluh anggur, dikurangi tiga puluh
anggur, sama dengan dua puluh anggur)
Tentu ini adalah hal yang biasa
saja. Tapi bagaimana dengan :
50 anggur
– (30 anggur + 10 apel) = ?
(lima puluh anggur dikurangi tigapuluh anggur
ditambah 10 apel)
Hasilnya tentu 20 anggur dan 10
apel.
Jumlah
anggurnya berkurang. Tapi kenapa 10 apel itu tidak berkurang? Karena tidak ada
yang menguranginya. Nah, supaya pengurangan menjadi mungkin, maka yang
mengurangi dengan yang dikurangi haruslah komponen yang sama. Oleh karenanya
rumus :
UKT = BKT
– BOPTN
haruslah terdiri dari komponen yang
sama pula !
Kita
tidak mengetahui secara pasti komponen apa saja di dalam UKT dan BKT. Tapi kita
mengetahui apa saja komponen BOPTN terdiri dari apa saja, setelah dijelaskan di
muka. Dengan mengikuti nalar matematis pada kasus anggur dan apel tadi, maka
sudah senalarnya, komponen BKT dan UKT haruslah sama dengan komponen BOPTN.
Hal ini tentu bukan tanpa sebab. Pada perumusannya, BOPTN memang dimaksudkan agar biaya kuliah tidak naik sebagai lanjutan dari Surat Edaran DIKTI No 305/E/T/2012 tentang Larangan Menaikkan Tarif uang Kuliah. Logika BOPTN memang berupa bantuan yang mana jika BOPTN naik, maka nominal UKT menjadi turun.
Selain
itu, bahkan pada konsideran bagian menimbang
pada Permenristekdikti No 6 Tahun 2016 tentang BOPTN, dijelaskan, “bahwa biaya operasional perguruan tinggi
negeri dialokasikan untuk menjaga kelangsungan proses belajar mengajar di
perguruan tinggi negeri sesuai dengan pelayanan minimal dan untuk menutupi
kekurangan biaya operasional di perguruan tinggi sebagai akibat adanya pembatasan
pada sumbangan pendidikan di perguruan tinggi negeri”.
Lalu dimana letak penipuannya? Mari
kita coba buat pengandaian logis berdasarkan pada fakta-fakta yang kita temukan
di atas. Pengandaian ini satu-satunya yang bisa kita lakukan, karena memang sejak
dari sananya kepastian hukum dan kejelasan rumusan UKT sudah kabur.
Pengandaian Penipuan Pertama : Komponen UKT, BKT, dan BOPTN
Secara Normatif Sama
Mari kita coba andaikan bahwa antara
UKT, BKT, dan BOPTN secara normatif memiliki komponen yang sama. Maka penipuan
dapat dilakukan oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan merekayasa BKT, atas
dasar ketidaktahuan mahasiswa selaku pembayar UKT. Kenapa mahasiswa memiliki
ketidaktahuan? Ya memang nyatanya kerap seperti itu. Mahasiswa baru maupun lama
kerap tidak tahu untuk apa mereka bayar UKT. Tidak tahu komponen apa saja atas
UKT yang mereka bayar. Katakanlah si mahasiswa berada pada kelompok atau level
tertinggi :
UKT =
BKT – BOPTN
Rp. ? = Pustaka Rp. 500.000 Pustaka
Rp. 250.000
Perkuliahan Rp. 1.000.000 Perkuliahan Rp. 500.000
Praktikum Rp. 1.000.000 Praktikum Rp. 500.000
Pemeliharaan Rp. 500.000 Pemeliharaan Rp. 250.000
Pengadaan Gedung Rp. 1.000.000
Gaji Bapendik Rp. 500.000
UKT = Total Rp. 4.500.000 – Total Rp. 1.500.000
= Rp.
3.000.000
Yang saya cetak italik, yaitu
“Pengadaan Gedung” dan “Gaji Bapendik” adalah hal yang bukan Biaya Operasional
Mahasiswa. “Pengadaan Gedung” adalah biaya investasi, sedangkan”Gaji Bapendik”
adalah biaya personalia. Tentu ini adalah hal yang seharusnya tidak masuk BKT.
Maka nilai penipuan yang ada di penghitungan tersebut adalah Rp. 1.500.000.
Seharusnya si mahasiswa hanyalah cukup membayar Rp. 1.500.000 saja. Jika
ternyata PTN kalian mencantumkan hal serupa yaitu hal yang bukan biaya
operasional mahasiswa di dalam BKT, maka selamat ya kalian sudah ditipu oleh
PTN kalian sendiri.
Pengandaian Penipuan Kedua : Sejak Awal Sudah Ditipu
Mari
kita lupakan saja pengandaian pertama. Karena memang sejak awal pengandaian
macam itu adalah hal yang hanya mungkin di alam nalar, tapi tidak mungkin
secara hukum. Mau dicari sampai mata berair pun, tidak ada satu ketentuan hukum
dimana pun yang menjelaskan apa saja komponen BKT seharusnya. Kalau memang
tidak ada aturannya, ya sudah memang tidak ada komponennya. Kita tidak perlu
membuat penalaran sama sekali. Pemerintah memang sengaja membuat kabur komponen
yang ada dalam BKT dan BOPTN.
Mahasiswa
dan keluarga yang membiayainya memang sudah ditipu secara hukum agar tidak
mengetahui dan tidak akan pernah mengetahui untuk apa saja UKT yang mereka
bayar. Bukan karena dicegah untuk tahu, tapi karena memang tidak ada peraturan
yang menjelaskannya. Masalahnya bukan sekedar karena tidak transparan, tapi
jika transparan pun itu tetaplah bermasalah. Selama sistem ini masih terus
eksis, mahasiswa dan keluarganya selalu akan membayar uang yang bahkan tidak
mereka nikmati. Selubung penipuan yang terjadi selalu mengatasnamakan kemajuan
institusi, subsidi silang, pembayar keadilan, dan sebagainya.
Karena
peraturan tentang komponen “keseluruhan biaya operasional mahasiswa” tidak
pernah eksis, maka pada dasarnya PTN bisa memasukkan apa saja sesuka hati
mereka supaya dijadikan kebutuhan dalam BKT, yang nantinya akan dibiayai oleh
mahasiswa dan BOPTN. PTN manapun akan membuat BKT mereka seolah-olah ilmiah
dengan memasukkan kebutuhan-kebutuhan dalam tabel, grafik, rumus-rumus dan
angka-angka yang membuat mahasiswa menjadi pusing.
Rektorat Unsoed misalnya. Mereka
bilang bahwa BKT berlandaskan pada sebuah Unit
Cost yang terdiri dari Direct Cost (Biaya
Langsung atau BL) dan Non-Direct Cost (Biaya
Tidak Langsung atau BTL), yang kemudian dikalikan dengan variabel indeks
kemahalan wilayah k1 x k2 x k3, lalu muncul lah nominal BKT. Sungguh drama
keilmiahan yang menarik, dan selama ini kita malah terjebak ikut memperdebatkan
angka-angkanya.
Akhir
Setelah
melalui pembongkaran atas berbagai peraturan tentang UKT, sebenarnya tidak ada
hal yang dramatis. Apa yang saya hendak sampaikan melalui pemaparan di muka
adalah, bahwa penolakan atas UKT tidak cukup hanya dengan slogan dan yel
belaka. Bahkan jika kita sanggup memobilisasi 10.000 massa menduduki Rektorat,
tanpa adanya pembuktian kecacatan UKT, maka kita akan selalu terjebak oleh
Rektorat pada permainan bongkar pasang nominalnya. Bahkan jika nominal UKT
sudah senilai dengan sekaleng kerupuk pun, jika kita menemukan penipuan di
dalamnya, maka sudah sewajarnya orang yang ditipu itu marah dan menuntut
keadilannya. Yang kita lakukan bukanlah lagi mengatakan bahwa, “UKT itu jahat, dan
karenanya ia bermasalah”, melainkan “UKT itu bermasalah, dan karenanya ia
jahat.”
Tulisan
ini juga bisa berguna untuk kawan-kawan gerakan anti komersialisasi pendidikan
yang hari ini kerap menemui jalan buntu dalam ranah pengorganisiran.
Sesungguhnya kunci keberhasilan pengorganisiran adalah pada titik bagaimana
kita menemukan kepentingan yang sama. Gerakan biasanya hanya berfokus pada
pengorganisiran mahasiswa baru dengan isu yang melulu serupa, yaitu kenaikan
biaya kuliah. Jika sudah mengetahui tentang penipuan berkedok rumus pada sistem
UKT, sebuah Gerakan juga bisa menarik kepentingan semua mahasiswa yang menjadi
korban penipuan UKT, yang bahkan bukan mahasiswa baru. Toh, siapa juga sih yang
enggak naik pitam ketika tahu bahwa dirinya selama ini ditipu?
[1][1] Tulisan ini disusun dalam
rangka Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2016. Materi ini pernah disampaikan pada
Workshop UKT yang diselenggarakan
oleh Front Mahasiswa Nasional ranting Unsoed pada 30 April 2016.
[2][2] Ini serius. Soalnya
akhir-akhir ini gue juga sering ngehadepin perasaan ini. Supaya nggak
terus-terusan galau, yang bisa gue lakukan adalah membaca ataupun garap kerjaan
yang numpuk.
[3][3] Rumus ini diperoleh dari
Bahan Konferensi Pers Kemendikbud pada 27 Mei 2013, hlm 11.
2 komentar:
menarik sekali...
terkait beberapa penjelasan mengenai biaya kuliah UKT,BKT, BOPTN sepemahaman ku dari artikelnya lebih kepada PTN. terus bagai mana dengan PTS. Mohon penjelasan...
untuk bahan diskusi FORUM DISKUSI JENDELA DEMOKRASI di Kab. Merangin - Jambi.
menarik sekali Silahkan berkunjung ke blog saya ANNAS TASYIA SAKILA
Posting Komentar