Photo: http://www.rappler.com/indonesia
“Apa kita sudah merdeka ?
Kemerdekaan yang seutuhnya, yang kurasa begitu saja sejak zaman belanda – Lagu Kamuflase Spoer “
Kemerdekaan
suatu bangsa adalah keinginan seluruh rakyat dunia. Bentuk Penindasan dan
penghisapan yang dijalankan kolonialisasi haruslah dilenyapkan di muka bumi
ini. Sejarah perkembangan masyarakat dunia sejak zaman perbudakan hingga kini
di era imperialism, masih saja melanggengkan bentuk-bentuk penghisapan dan
penindasan terhadap dunia. Kapitalisme yang berkembang hingga mencapai tahapan
puncaknya kapitalisme monopoli internasional (imperialism) di abad 19, semakin mendominasi
dan menghegemoni dunia melancarkan praktek penghisapan dan penindasan terhadap
rakyat. Kenyataannya, kapitalisme menyamarkan hubungan produksi penghisapan dan
penindasan terhadap klas buruh. Pencurian nilai lebih klas buruh dan perampasan
hasil kerja rakyat dalam hubungan produksi kapitalisme maupun setengah feodal,
telah menjajah rakyat dan merampas kemerdekaan itu sendiri.
Di Indonesia,
Revolusi 17 Agustus 1945 menjadi tonggak babak baru dalam sejarah perjuangan
rakyat. Perjuangan rakyat Indonesia sejak Abad 17 telah menekadkan dirinya
mengusir kolonialisasi Belanda yang merampas seluruh kekayaan rakyat. atau jauh
sebelum itu, rakyat juga telah melakukan perlawanan melawan raja-raja local
yang bertindak sebagai tuan tanah di Nusantara sebelum kolonialisasi Belanda.
Selanjutnya, 350 tahun kolonialisasi Belanda telah membuat rakyat menderita
yang berkepanjangan. Babak era VOC, Sistem Tanah Paksa hingga Politik ETIS,
merupakan masa-masa dimana rakyat menderita di dalam kemiskinan atas pendudukan
Belanda.
Akibat
penghisapan dan penindasan yang didapatkan dari colonial termasuk masa
pendudukan fasis Jepang, rakyat menyadari bahwa dengan persatuan dan perjuangan
pembebasan nasionallah mampu melenyapkannya. Detik-detik kemerdekaan ditandai
dengan drama penculikan Soekarno-Hatta oleh kelompok pemuda progresif yang
dipimpin Chairul Saleh sehari sebelum diproklamirkan kemerdekaan Indonesia,
menjadi penanda bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri dan
menyatakan diri kemerdekaannya. Tentu bukan semata-mata karena Fasis Jepang
bertekuk lutut terhadap sekutu yang ditandai pengemoban kota hirosima dan
Nagasaki yang membuat kekosongan kekuasaan di Indonesia. Akan tetapi, perjuangan rakyat yang panjang dan gigih
mengantarkannya pada semangat kemerdekaan. Jadi, kemerdekaan bukanlah kebetulan
atau pemberian. Akan tetapi, kemerdekaan adalah hasil perjuangan rakyat.
Rakyat 17
Agustus 1945 tepat pukul 10.00 WIB, Soekarno-Hatta Memproklamirkan kemerdekaan
atas nama rakyat Indonesia. Namun revolusi agustus 1945, masih belum
menjalankan tugas pokok perjuangan untuk memajukan rakyat mencapai kemerdekaan
seutuhnya. Melalaui berbagai perjanjian Reville, Linggar jati hingga KMB 1949,
menjadi bentuk kompromis atau kapitulasi pemerintahan RI yang mengembalikan
kekuatan imperialism khususnya AS menguasai Indonesia. Perjanjian KMB 1949
menjadikan Indonesia sebagai negeri setengah jajahan setengah feudal. Basis
sosial setengah feudal menjadi fondasi yang dijadikan oleh imperialis AS
sebagai sekutunya untuk menjalankan bentuk penjajahan baru (neokolonialisasi)
Indonesia.
Akibat perjanjian
KMB 1949 ini, tujuan landreform sejati dan industrialisasi nasional menjadi
mimpi di siang bolong. Prakteknya perusahaan-perusahaan asing yang didominasi
Belanda, Belgia dan AS, masih tetap bertahan di Indonesia. Tanah-tanah di
Indonesia masih dikuasai oleh tuan-tuan tanah baru baik dalam bentuk tuan tanah
klasik (raja local), tuan tanah local, borjuasi besar komprador-tuan tanah
besar (modal dan pasar terhubung dengan imperialism) dan Negara sebagai tuan
tanah.
Alhasil,
berbagai rekayasa ekonomi politik budaya dan militer diorientasikan untuk
menopang imperialism dan feodalisme. Ironinya, Indonesia sebagai negeri
setengah jajahan setengah feudal malah menjalankan perintah imperialis AS untuk
mengkoloni Papua Bagian Barat. Selanjutnya peristiwa berdarah 1965 yang mengantarkan
Soeharto di pucuk kekuasaan dictator fasis akan menjadi rejim boneka yang
merepresentatifkan kepentingan imperialis AS sepenuhnya di Indonesia. Kebijakan
dilahirkan langsung bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan akan reforma
agrarian sejati dan industry nasional; UU PMA, Perkebunan, kehutanan dan
sebagainya yang mengabdi kepada imperialism AS. Di sisi lain, Soeharto
mengembangkan mega bisnis kroni dan anteknya untuk menjadi borjuasi besar
komprador dan tuan tanah besar sebagai sekutu imperialis AS hingga saat ini.
Kondisi rakyat yang mengalami opesif fasis dari negara. Perampasan hak rakyat
atas ekonomi, politik dan budaya secara massif dijalankan. Kaum tani dan klas
buruh sebagai mayoritas rakyat Indonesia, dikontrol dan dikekang hak
demokratisnya baik demokrasi politik maupun demokrasi ekonominya. Di masa
Soeharto ini pula, dibangun indoktrinisasi bahwa klas buruh dan kaum tani tidak
diperbolehkan membangun kekuatannya. Kehidupan rakyat yang kelam di masa Orde
baru sebagai wujud nyata hilangnya kemerdekaan rakyat sekaligus semakin
menguatkan sistem setengah jajahan setengah feudal di Indonesia.
Lalu bagaimana
keadaan rakyat di era reformasi terutama masa Jokowi-JK ? apakah kemerdekaan ekonomi, politik dan budaya telah
dirasakan rakyat ? Agar lebih segar, mari sejenak mengamati tentang 3 pidato
kenegaraan Presiden RI Jokowi sekaligus dalam sidang tahunan MPR, peringatan HUT
RI ke-71 Tahun dan RAPBN 2017 di Senayan (16/08/2016).
Tak bisa
dikesampingkan bahwa menjelang HUT RI ke-71 Tahun ini, lagi-lagi tentang
kualitas Jokowi sebagai Presiden dipertanyakan.
Kabinet kerja II yang baru dilantik Jokowi pada tanggal 27 Juli 2016,
menuai berbagai protes dari rakyat. Selain wajah-wajah baru yang didaur-ulang
mengisi beberapa jabatan menteri yang sarat pelanggar HAM, agen neolib,
ternyata menteri ESDM bernama Arcandra terbukti
berkewarganegaraan AS.
Secara peraturan
hukum kewarganegaraan, konstitusi di Indonesia tidak mengenal dualisme warga negara.
Tentu hal ini sangat mengejutkan public. Sekelas menteri yang berkewarganegaraan AS bisa lolos dilantik
Presiden Jokowi. Kemudian berbagai asumsi tentu lahir. Mulai dari Jokowi
dinyatakan amatiran, kurang teliti, kecolongan hingga usaha menguatkan
antek-antek Imperialis AS di Indonesia. Namun sangat aneh juga jika kita
mengamini bahwa Jokowi kecolongan. Atau jika itu terjadi, maka sudah pasti
kualitas registrasi kependudukan Indonesia di bahwa Jokowi sangat buruk. Tapi kesimpulan bagi kita adalah Arcandra
merupakan pilihan rejim boneka Jokowi sebagai orang mahir/agen neolib yang akan
menguatkan dominasi imperialis AS khususnya sector energy dan sumber daya
mineral. Maka sudah pastilah Jokowi yang
paling bertanggung jawab atas persoalan ini.
Gloria Natapradja Hamel seorang pelajar yang gugur menjadi petugas Paskibraka besok di Istana Presiden (17/08/2016). alasan Jokowi tidak melantiknya bersama kawan-kawan lainnya, karena Gloria dianggap menggunakan paspor Prancis masuk Indonesia. Walau Gloria yang semenjak TK sampai SMA sekolah di Indonesia, Jokowi tidak sama sekali mempertimbangkan memberikan kompesasi melantiknya. Tentu persoalan ini sama dengan Menteri ESDM Arcandra. Namun bedanya bahwa Gloria adalah korban yang masih berumur anak-anak yang harus menunggu sampai usia 18 tahun nanti agar bisa disumpah menjadi WNI. hari ini (16/08/2016) Gloria membuat surat yang ditujukan kepada Presiden. Dirinya menyampaikan rasa kecintaannya kepada Indonesia dan jika telah berusia 18 tahun dirinya akan sukarela diangkat sumpah menjadi WNI. Perjuangan Gloria dalam mengikuti seleksi mulai dari tingkat kabupaten hingga dinyatakan lolos sebagai petugas Paskibraka di Istana, tentu telah berjuang sekuat-kuatnya. Tapi dengan sikap kebijakan Jokowi, telah membuat Gloria Kecewa dan sedih. maka dalam hal ini, FMN harus memberikan dukungan kepada Gloria untuk menggugat Menpora selaku Panitia Nasional dan Presiden yang merampas mimpi Gloria.
Sekarang kita focus
membahas seputar HUT RI ke-71 Tahun. Tema HUT RI ke 71 tahun kali ini adalah “Indonesia Kerja Nyata”. Jokowi si
pengusaha mebel pemilik mayoritas saham PT. Rakabu Sejahtera yang dibangun
bersama Luhut Panjaitan, memang orang yang bertipe kerja keras. Pak Jokowi
selalu menyerukan kepada rakyat agar tidak mengkritik saja, atau ngomong saja.
Tapi rakyat diminta untuk optimis dan tetap bekerja keras agar menjadi lebih
baik. Tentu seluruh rakyat sepakat dengan tema ini juga. Karena hakekatnya
setiap manusia harus bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
pangan, sandang dan papan. Rakyat Indonesia khususnya klas buruh dan kaum tani
mungkin saja lebih keras lagi bekerja
dibanding kita atau juga jika dibanding bapak Jokowi yang hanya
menandatangani arus masuk investasi dan utang dari luar negeri. Kaum tani dan
klas buruh bahkan sebelum kita lahir atau pak Jokowi, sudah menunjukkan
keteguhannya berjuangnya. Ketika Belanda dan Jepang masuk, dapat dilihat ribuan
pemberontakan dilancarkan kaum tani dan klas buruh untuk kemerdekaannya pak.
Mungkin Jokowi bisa membaca sejarah-sejarah pergolakan kaum tani maupun klas
buruh atau kalangan pemuda yang melawan colonial di Indonesia.
Tapi,
terlepaslah jika Jokowi mau mengabaikan kerja-kerja keras klas buruh, kaum
tani, pemuda mahasiswa dan rakyat di dalam perjuangan kemerdekaan untuk
membebaskan kekuatan kolonialisasi di Indonesia. Mungkin Jokowi hanya mengingat
deretan pahlawan yang dikebumikan di Taman Pahlawan Kalibata dan di Museum
Pahlawan Revolusi. Sekarang Kita akan
focus menyoroti pekerjaan pak Jokowi hampir 2 tahun sebagai refleksi di Hari
kemerdekaan RI ke 71 Tahun.
Pertama-tama
kita harus mengacungkan jempol kepada bapak Jokowi atas TOTALITAS kerja nyatanya. Sebab Jokowi terbukti
berusaha dengan sekuat tenaga dan pikirannya memuluskan kebijakan-kebijakan neo-liberalisasi
kepentingan imperialis AS di Indonesia. Paket kebijakan ekonomi, TAX AMNESTY,
Sawit Fund, PISAgro, intensifikasi penyediaan lahan untuk Tuan tanah, penguatan
industry manufaktur, megaproyek infrastuktur, pencabutan subsidi, pengetatan
anggaran hingga menguatkan komersialisasi di dunia pendidikan dan kesehatan,
kerja nyatanya Jokowi untuk menguatkan dominasi imperialis AS di Indonesia.
Esensi semacam
paket kebijakan ekonomi jilid I sampai XII secara nyata untuk memuluskan
eksport capital baik dalam bentuk investasi dan utang luar negeri yang
dikuncurkan imperialism khususnya AS di Indonesia. Jokowi berdalih dengan
investasi dan utang luar negeri, akan menjadi fondasi pembangunan yang dianggap
mensejahterahkan rakyat. Jokowi-JK dengan licinya meloloskan TAX AMNESTY yang berharap mendapatkan uang tebusan maksimal 10% dari
total tunggakan pajak. Bentuk ini mungkin dianggap Jokowi sebagai kemerdekaan
bagi borjuasi besar komprador dan tuan tanah besar yang selama ini menghindari
bayar pajak yang esensinya didapat dari perampasan hasil keringat klas buruh
dan kaum tani Indonesia. Mungkin juga kita tidak perlu mempersoalkan Jokowi
yang secara bersamaan menaikkan dan tidak mengurangi pajak bagi rakyat, mau itu
pajak penghasilan, pajak bumi bangunan, pajak kendaraan dan lain-lain. Jika telat bayar pajak, rakyat akan kena
denda.
Sementara itu,
Jokowi-JK juga terus-terusan membangun megaproyek infrastuktur. Tujuan pembangunan megaproyek infrastuktur
ini untuk memberi pelayanan fasilitas kepada para investor asing ke Indonesia.
Bahkan untuk membiayai megaproyek infrastuktur, Jokowi memberi karpet merah
bagi imperialism baik negara maju, perusahaan asing maupun bank-bank
Internasional semacam Word BANK, ADB, AIIB untuk mendanai. Walaupun Jokowi juga
paham bahwa pembangunan infrastuktur yang didanai imperialism ini, memberikan
superprofit dari bunga pinjaman dan laba dari proyek infrastuktur ke
imperialisme. Dan ke depan sudah pasti, imperialism semakin merdeka untuk
menjalankan penguatan bisnisnya ke seluruh wilayah Indonesia dengan pembangunan
fasilitas Infrastuktur.
Intensifikasi
perampasan dan monopoli tanah juga semakin terpusat ke tangan-tangan borjuasi
besar komprador dan tuan tanah besar. Pak Jokowi menyebut ini adalah kunci
suksenya untuk pengembangan perekonomian rakyat. Perkebunan, pertambangan
dianggap mampu memproduksi komoditas yang dianggap memberi pemasukan anggaran
bagi negara. Tapi kenyataannya walaupun Indonesia pengeskpor CPO-CPKO terbesar
di dunia, Indonesia masih saja mengalami defisit anggaran yang ujung-ujungnya
menjadi legitimasi untuk mengutang dan menarik investor asing kembali.
Maka sudah
jelas kawan-kawan, bawah HUT ke-71 Tahun dengan tema Indonesia Kerja Nyata, tidaklah lebih dari usaha Jokowi meminta rakyat mendukung kebijakan
neo-liberalisasi Imperialis AS di Indonesia. Namun jika Jokowi benar berhadap
demikian, maka celakalah Jokowi. Karena hakekatnya Rakyat tidak akan pernah
setuju dengan kebijakan neoliberalisasi imperialis AS yang hanya semakin
menguatkan Indonesia sebagai negeri setengah jajahan setengah feudal.
Di dalam Pidato
Kenegaraan Jokowi menegaskan bahwa pemerataan pembangunan diperlukan untuk
mengatasi 3 masalah bangsa; kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial.
Jokowi sebagai kepala negara memang sangat “terampil”
untuk menunjukkan penderitaan rakyat tanpa rasa bersalah kepada rakyat. BPS
mencatat angka kemiskinan tahun 2016 mencapai 28, 1 juta jiwa dengan pendapatan
1,5 Dollar AS/Hari. Tentu angka kemiskinan ini diperkecil pemeritah dengan
batas pendapatan yang sangat-sangat rendah.
Jadi kira-kira rakyat yang
berpendapatan di atas Rp.450.000,- ke atas, tidak masuk kategori miskin di
Indonesia. Sementara pengangguran di Indonesia meningkat menjadi 7,56 juta (1
juta lulusan perguruan tinggi). Ironyanya lagi, angka kesenjangan juga semakin
tinggi era Jokowi. Tahun 2016 menjelaskan bahwa sekitar 25 juta masyarakat
Indonesia setara dengan pendapatan penduduk lainnya di Indonesia yang berjumlah
225 juta. Kekayaan di Indonesia semakin terpusatkan lagi ke segelintir
perusahaan-perusahaan korporasi sebagai sekutu imperialis AS di Indonesia. Jika
diperas lagi mereka hanya 1% seperti pemilik Djarum, Salim Group, Eka Tjipta
Widjaya/Sinar Mas, Lippo Group, Murdaya Poo dan sebagainya.
Pidatonya
Jokowi Juga seolah-olah memberikan kita kepercayaan diri menghadapi persaingan
global. Dirinya mengajak rakyat untuk mewujudkan Indonesia sebagai bangsa
pemenang dalam tataran sistem globalisasi. Penekanan ini hanyalah omong kosong
besar tanpa makna. Jokowi hanya berusaha membangun rasa optimis di
tengah-tengah semakin menderitanya rakyat akibat krisis yang disebabkan
dominasi imperialis AS di Indonesia. Namun kita tahu bahwa rasa optimis tidak
akan lahir apabila Indonesia masih dicengkram kuat imperialism dan feodalisme
di bawah pemerintahan boneka Jokowi. Persaingan global sudahlah berakhir.
Karena dewasa ini, tidak akan ada pertumbuhan sejatinya yang dapat diraih
rakyat di negara dunia ketiga semacam Indonesia. Karena tahapan dunia saat ini
adalah fase kapitalisme monopoli internasional yang hanya akan mempertahankan Indonesia
sebagai penghasil bahan mentah murah, tenaga kerja, tempat pemasaran, eksport
capital dan surplus capital bagi imperialis AS. Intinya, Jokowi menjadikan
persaingan global seolah-olah keniscayaan untuk diterima di Indonesia yang
esensinya membiarkan imperialism semakin leluasa mengeksploitasi alam dan
masyarakat Indonesia.
Pidato
kenegaraan Jokowi juga membahas RUU APBN 2017. Prioritasnya tetap menyukseskan
para investor asing masuk ke Indonesia. Jokowi juga menekankan usaha
meningkatkan pendapatan dari pungutan pajak yang tentu hanya akan membebani
rakyat. Karena pajak bagi rakyat tidak ubahnya seperti upeti yang semakin
merampas nilai lebih kelas buruh dan hasil kerja kaum tani.
Jadi selama 3
sesi pidato kenegaraan yang disampaikan Jokowi menjelang HUT 71 Tahun
Indonesia, hanyalah usaha untuk mengajak rakyat mendukung berbagai
program-program kebijakan neo-liberalisasi Jokowi yang semakin menyengsarakan
rakyat. Jokowi meminta secara terbuka
kepada rakyat mendukung pemerintahannya untuk melayani imperialism AS di dalam
negeri. Di sisi lain, pidato ini Jokowi berusaha menutupin berbagai kegagalan
kebijakan neolib imperialis AS yang dilancarkannya di Indonesia dan menangkis
kebangkitan gerakan rakyat. Singkatnya;
Jokowi hanya ingin mempertahankan Indonesia sebagai negeri setengah jajahan
setengah feudal dan kemerdekaan hanyalah kepunyaan imperialis AS dan
feodalisme.
Lantas apalagi
harapan bagi rakyat di usia kemerdekaan HUT ke-71 Tahun ? jawabnya adalah
membangun kekuatan rakyat dengan terus memasifkan pekerjaan membangkitkan,
mengorganisasikan dan menggerakkan massa rakyat. Itulah jalan
satu-satunya. Dengan mengobarkan
perjuangan massa rakyat menjadi jalan penyelamat di tengah kemiskinan,
penderitaan yang dipertahankan Jokowi-Jk sebagai rejim boneka imperialis AS.
Membongkar dan memblejeti kebijakan ekonomi, politik budaya dan militer
Jokowi-JK adalah tugas untuk menunjukkan watak asli pemerintahan boneka yang
melayani kepentingan imperialis AS dan feodalisme. Perjuangan-perjuangan massa
demokratis nasional dalam rangka memajukan reforma agaria sejati dan industry
nasional, menjadi lompatan maju yang memberikan rakyat kemerdekaan sepenuhnya
yang bebas dari kekuatan imperialis AS dan feodalisme.
Setengah
jajahan setengah feudal di Indonesia niscaya akan dihapuskan melalui perjuangan
yang tiada henti-hentinya memajukan perjuangan demokratis nasional. Dengan
perjuangan demokratis nasional pula, pendidikan khususnya kampus akan mampu menghapuskan
bentuk-bentuk kepentingan neoliberalisasi imperialis AS dan feodalisme yang
mengeroposkan institusi pendidikan itu.
Karena
kemerdekaan sejatinya adalah diperjuangkan, bukanlah pemberian. Sebagaimana kita
yakini, Bahwa “Perjuangan rakyat
melawan imperialism, feodalisme dan kapitalisme birokrat menjadi bagian untuk
mencapai kemerdekaan sejati bagi rakyat”. Majukan
Perjuangan Mahasiswa dan Rakyat, untuk mencapao kemerdekaan sejatinya.
Jayalah
Perjuangan Rakyat Indonesia !
Jayalah
perjuangan FMN !
16, Agustus
2016
Hormat kami,
PIMPINAN PUSAT
FRONT MAHASISWA NASIONAL
RACHMAD P PANJAITAN
KETUM
0 komentar:
Posting Komentar