![]() |
Jakarta, 6/2/2017, Front
Perjuangan Rakyat (FPR) kembali menggelar Aksi Demonstrasi, mengecam kebijakan rasial Pemerintah
Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang melarang tujuh Negara untuk warganya
masuk ke AS. Massa aksi juga mengecam penahanan, deportasi dan kriminalisasi
oleh pemerintah AS terhadap muslim, Imigran, pengungsi dan warga Asing lainnya,
terutama yang berasal dari Meksiko, Rusia, Negara-negara berpenduduk mayoritas
muslim dan tujuh Negara lainnya yang mendapatkan pelarangan khusus seperti, Irak, Suriah, Iran, Libia,
Somalia, Sudan, dan Yaman.
Kali ini FPR menggelar aksinya didepan kantor kedutaan besar AS,
yang bertempat di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Dalam perjalanan
aksinya, massa aksi sempat dihadang aparat Kepolisian, namun massa tetap
bertahan dengan terus meneriakkan yel-yel dan seruannya.
Wahyusuf,
Koordinator lapangan Aksi menyampaikan bahwa, aksi dilakukan untuk Solidaritas kepada seluruh
umat muslim, pengungsi dan warga asing lainnya yang terkena dampak oleh kebijakan
Donald Trump.
“Aksi ini juga sekaligus
untuk mengecam seluruh kebijakan rasial, diskriminatif dan anti Demokrasi
Donald Trump, sebagai bagian skemanya dalam memastikan dan memperkuat
dominasinya diberbagai negeri, serta kontrolnya atas minyak dan sumberdaya alam
lainnya diberbagai negeri”, jelas Yusuf.
Emilia
Yanti Siahaan, Sekjend Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyampaikan bahwa, kebijakan Trump
merugikan jutaan kaum buruh dan klas pekerja di AS, terutama para pekerja yang
datang dari luar negeri. Karenanya, kebijakan rasial dan diskriminatif Donald
Trump mencerminkan Watak Amerika sebagai pimpinan Imperialisme global yang
rakus merampas hak, menghisap dan menindas klas buruh dan rakyat luas, kecamnya.
Mewakili sektor tani, Moh.
Ali (Sekjend. AGRA) menyampaikan bahwa, kebijakan Donald trump sejatinya
menunjukkan watak Trump yang anti rakyat seperti halnya rezim-rezim pelayan
Kapitalis monopoli sebelum-sebelumnya di AS. Selain kebijakan rasial dan
diskriminatifnya saat ini, AS akan terus mengeluarkan berbagai kebijakan anti
rakyatnya, untuk terus menjarah kekayaan alam dan menghisap rakyat diberbagai
Negeri, terang Ali.
Sebelumnya, dibawah pemerintahan Barrack Obama, Jutaan kaum tani
telah kehilangan tanah yang kemudian diserahkan kepada tuan tanah, borjuasi
besar komprador, bahkan kepada Imperialisme secara lansung, oleh Pemerintah
Boneka yang berkuasa di Negeri ini. Akibatnya, kaum tani kian terjebak dalam
kemiskinan dan kemerosotan hidup yang semakin parah. Ribuan kaum tani juga terus menjadi korban tindak kekerasan,
intimidasi dan kriminalisasi oleh pemerintah, demi mengamankan kepentingan dan
menjamin perputaran kapital milik imperialis tetap berputar dan menciptakan
keuntungan berlipat-lipat di Indonesia, tambah
Ali.
Karenanya, sebagai organisasi tani nasional yang menghimpun
petani, perempuan pedesaan, nelayan dan suku bangsa minoritas, juga sebagai
anggota koalisi petani Asia (Asian Peasant Coalition-APC) dan Liga Perjuangan
Rakyat International/International league of people struggle (ILPS), AGRA
mengecam kebijakan diskriminatif dan rasis Donald Trump yang hakekatnya adalah
anti rakyat. AGRA juga menyampaikan solidaritas dan dukungan kepada seluruh
umat muslim, pengungsi, imigrant, para pekerja dan kelompok-kelompok minoritas
lainnya di AS agar mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasarnya, tutup Ali.
Kurniawan
Sabar,
Direktur Institute for National and Democracy Studies (INDIES) menegaskan
bahwa, dibalik kebijakan politiknya yang diskriminatif dan rasis, sesungguhnya Donald
Trump juga berkepentingan untuk terus memperkuat dominasinya diberbagai negeri,
terutama untuk mengamankan penguasaannya atas minyak dan sumberdaya alam di
tujuh Negara yang dikenai pelarangan masuk AS.
Negara-negara yang dikenakan pelarangan masuk AS dengan keputusan
Presiden Trump, merupakan Negara-negara yang selama ini terus di agresi dan
dibombardir oleh Imperialisme AS, demi mempertahankan kepentingannya atas
sumberdaya alam dan untuk mempermudah control terhadap negara-negara lainnya
yang dianggap dapat mengganggu kepentingan AS. Disamping itu,
kebijakan-kebijakan AS semacam ini, adalah upaya Imperialialisme AS untuk
memecah-belah persatuan rakyat, meredam kemarahan dan kebencian rakyat AS secara
khusus, serta untuk menghalau laju perlawanan rakyat yang terus berkembang semakin
maju dan meluas diberbagai Negeri, Jelas
Wawan.
Karsiwen, Ketua keluarga besar
buruh migrant Indonesia (KABARBUMI), sekaligus mewakili International Migrant
Alliance (IMA) juga menyampaikan bahwa, saat ini telah mencapai sekitar 120
ribu orang terlantar dibandara-bandara AS, dan sekitar 60 ribu pengajuan visa
ke AS yang ditolak. Semuanya adalah akibat kebijakan protektif Trump yang rasis
dan diskriminatif, kemudian berlindung dibalik isu terorisme dan penyelundupan
Narkoba. Akibat kebijakan tersebut, jutaan warga asing di AS, baik pengungsi
maupun buruh migrant dan lainnya, kini sudah banyak yang ditahan, dikriminalkan
dan terancam dideportasi, termasuk sekitar 40 ribu WNI yang ada di AS.
Nasib buruh migrant di AS saat ini, tidak jauh berbeda dengan
jutaan buruh migran diberbagai Negeri yang terjerat berbagai penghisapan, tindak
kekerasan dan kriminalisi. Namun kondisi yang memperburuk keadaan BMI di AS,
adalah karena mereka terancam deportasi dan tidak dapat bekerja kembali, akibat
kebijakan Donald Trump. Sementara itu, Jokowi dan segenap pemerintahan
Indonesia tidak memberikan sikap apapun, khususnya untuk melindungi BMI dan seluruh
WNI yang ada di AS, tambah Iwenk.
Harry
Sandy Ame, Sekjend ILPS Indonesia menyampaikan bahwa, Kebijakan Trump ini
adalah legitimasi bagi pemerintah AS dan Imperialisme secara global, untuk
mengkambing-hitamkan korban kemiskinan dan perang serta agresi yang dipimpin AS
diberbagai Negeri sebagai sumber maslah kemiskinan, sempitnya lapangan kerja
dan masalah terorisme di AS. Namun dibalik itu, selain untuk menebar ketakuta,
memperkuat pengaruh dan kontrolnya diberbagai Negeri, melalui kebijakan
tersebut Pemerintah AS berupaya menutupi ketidakmampuannya menjawab tuntutan
rakyat AS untuk pemenuhan hak atas jaminan social, lapangan pekerjaan dan
hak-hak dasar rakyat lainnya.
“Salut
dan hormat atas semangat kawan-kawan sekalian yang meskipun dengan jumlah yang
tidak banyak, terguyur hujan dan terbakar terik dalam aksi ini, namun masih
tetap semangat dan terus bertahan. Perlu Saya sampaikan, bahwa sejak Trump
ditetapkan sebagai presiden hingga dilantik sampai keluarnya Kepres-nya yang
diskriminatif dan rasis ini, ILPS telah menggelar Aksi global diberbagai negeri
dan aksi-aksi parallel di AS yang melibatkan berbagai kalangan Rakyat”, jelas Sandy.
Artinya, sesungguhnya kita tidaklah kecil dan kita tidak sendiri.
Kita akan terus memperbesar dan memajukan perjuangan kita. Karenanya, aksi hari
ini juga bukanlah solidaritas semata, melainkan sikap tegas atas semua motif
dibalik kebijakan rasial Trump saat ini, dan kebijakan-kebijakan lainnya yang
segera akan menyusul, adalah kebijakan yang tidak lain kepentingannya untuk
terus berupaya keluar dari krisis di AS dan krisis global Imperialisme, serta
untuk terus melipat-gandakan keuntungan melalui penghisapan dan penidasan
terhadap Rakyat, tambahnya.
Setelah melakukan Orasi-orasi secara bergantian, aksi ditutup
dengan pembacaan pernyataan sikap bersama Front Perjuangan Rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar