Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Palangkaraya (KBM
UNPAR) menyelengarakan Audiensi bersama pihak Rektorat terkait persoalan Uang
Kuliah Tunggal (UKT) pada tanggal 1/4/2017. Audensi ini berakhir ricuh, saat pihak Satuan Pengamanan
(Satpam) menarik mahasiswa yang ingin
mengajukan
penambahan waktu audiensi,
karena pembahasan belum selesai. Hal
ini tidak terlepas dari sempitnya waktu yang ditetapkan oleh Rektorat dalam
audiensi tersebut yang menyebabkan waktu berkahir sebelum seluruh pembahasan
selesai. Mahasiswa yang ingin mengajukan tambahan waktu kemudian di dorong, dan
mahasiswa lainnya dihalang-halangi oleh Satpam, dan puncaknya terjadi pemukulan
dan ada pula mahasiswa yang diinjak oleh pihak keamanan kampus. Dalam
pengamanan audiensi ini, Rektorat juga menggunakan Resimen Mahasiswa (Menwa).
Tindakan
represif tersebut semakin membuktikan bahwa kampus saat ini menjadi ruang yang
anti demokrasi. Berbagai aspirasi dan tuntutan mahasiswa terus dibenturkan
dengan kekerasan hingga kriminalisasi oleh pihak kampus. Protes mahasiswa UPR terhadap
kebijakan UKT sebelumnya telah disampaikan melalui aksi demonstrasi namun belum
juga mendapat respon positif dari Rektorat. Hal inilah yang mendorong
diadakannya audiensi. UKT merupakan masalah pendidikan yang paling panas saat
ini. Pasalnya sistem UKT pada kenyataanya merupakan sistem pembiayaan yang
semakin melegitimasi komersialisasi pendidikan. Karena UKT, biaya kuliah setiap
tahunnya menjadi naik. Hal inilah yang semakin besar melahirkan perlawanan
mahasiswa di kampus-kampus terhadap sistem UKT.
Tindakan anti demokrasi seperti intimidasi, kekerasan dan Drop Out terhadap
mahasiswa yang berjuang semakin marak terjadi di Indonesia. Kebijakan drop Out terhadap 24 mahasiswa yang dilakukan
oleh Rekor Univesitas Muhammdiyah Sumatera Utara (UMSU) karena berjuang untuk perbaikkan
kondisi kampus, kebijakan Drop Out terhadap 3 mahasiswa Univesitas Islam Makassar (UIM) yang mempertanyakan massa jabatan
Rekor
merupakan beberapa contoh dari tindakan fasis di dalam kampus. Hal ini tentu
merupakan ciri yang melekat di Indonesia sebagai negeri setengah jajahan
setengah feodal. Rezim Boneka di bawah pimpinan Jokowi-JK terus melancarkan
tindasan demi memastikan penetingan milik imperialisme AS dan tuan tanah besar,
termasuk dengan memasung kebebasan dan hak demokratis mahasiswa di kampus.
Mengguatnya praktek liberalisasi, privatisasi dan
komesialisasi di dunia pendidikan akan berjalan lurus dengan meningkatnya tindakan
anti demokrasi di kampus-kampus kedepan. Keadaan tersebut harus disambut oleh seluruh pemuda
mahasiswa dengan memperluas dan memperkuat organisasi sebagai syarat untuk memajukan
perjuangan massa demi mewujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi
pada rakyat.
Atas dasar itu,
kami Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional
menyatakan sikap dan menuntut:
- Rektorat Universitas Palangkaraya harus menyampaikan permintaan maafnya secara terbuka kepada mahasiswa dan rakyat atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Satpam dan Menwa saat pelaksanaan Audiensi.
- Rektorat Universitas Palangkaraya harus memberikan ruang secara luas kembali kepada mahasiswa untuk melakukan audiensi, penyampaian tuntutan dan aspirasi hingga demostrasi.
- Hentikan segala bentuk tindakan intimidasi, kekerasan hingga pembatasan penyampaian pendapat.
- Penuhi Tuntutan Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Palangkaraya (KBM UNPAR), khususnya mengenai UKT.
- Mendukung penuh perjuangan Mahasiswa Universitas Palangkaraya dalam melawan komersialisasi pendidikan yang terwujud dari UKT.
- Menyerukan kepada seluruh mahasiswa untuk memperbesar organisasi sejati sebagai alat perjuangan sehingga mampu memajukan dan memperbesar gelombang perjuangan massa di kampus-kampus dan bertalian erat dengan rakyat.
Jakarta, 2 April 2017
Hormat kami,
PIMPINAN
PUSAT
FRONT
MAHSISWA NASIONAL
SYMPHATI DIMAS RAFI’I
SYMPHATI DIMAS RAFI’I
KETUA
0 komentar:
Posting Komentar