Pada hari Senin, 24 Juli
2017, Front Perjuangan Rakyat (FPR) Cabang
Lombok Timur menggelar aksi massa di kantor Polres Lombok Timur, DPRD
Lombok Timur dan Kantor Bupati Lombok Timur. Langkah ini
adalah bentuk protes rakyat atas perampasan tanah oleh PT Sadhana Arif
Nusa, serta
tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan terhadap kaum tani di
Kec. Sambelie, Kab. Lombok Timur, Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
Aksi
damai oleh FPR cabang Lotim yang terdiri dari Front
Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Lombok timur, Aliansi
Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Cabang Lombok Timur dan
beberapa organisasi lainnya dibubarkan secara
paksa. Saat pembacaan pernyataan sikap
di depan Kantor Bupati, aparat kepolisan dari Resort Lombok Timur
memasuki barisan massa aksi, mengintimidasi, memukul, dan
menangkap massa aksi. Akibatnya, kondisi aksi yang berlangsung damai berubah menjadi
kacau, 2
(dua) massa aksi mengalami luka-luka, dan
2 (dua) orang ditangkap (Samboeza Hurrai dan Khulafaurrasyidin) oleh
Aparat Kepolisian Lombok Timur.
Sebelum
aksi tersebut, pada tanggal 17-18 Juli 2017, PT. Shadana mengunakan aparat
Kepolisian dan TNI untuk melakukan tindakan intimidasi dan kekerasan untuk mengusir
kaum tani yang sedang aksi menduduki lahan. Tindakan fasis seperti itu tersebut bukan kali
pertama terjadi. Beberapa bulan yang lalu, PT. Shadana juga menggunakan aparat kepolisian untuk menangkap 35 orang petani, 7 orang diantaranya ditetapkan menjadi tersangka
dan ditahan dengan tuduhan penyerobotan lahan. 1 orang diantaranya, ibu Rohan
(perempuan) akhirnya meninggal dunia akibat menderita sakit selama ditahan di
Polres Lombok Timur.
Rentetan kejadian tersebut hingga aksi
pada tanggal 24 Juli 2017 secara konkrit menunjukkan wajah asli rezim Jokowi-JK sebagai
rezim fasis dan anti rakyat.
Mereka lebih memilih melindungi kepentingan perusahaan daripada hak-hak rakyat. Tuntutan rakyat yang mempertahankan hak
atas tanah direspon dengan cara-cara yang tidak demokratis, sedangkan
perampasan tanah oleh perusahaan didukung dengan jaminan kebijakan dari
pemerintah termasuk pengerahan aparat militer dan kepolisian untuk pengamanan.
Apa yang terjadi pada kaum tani di
Lombok Timur juga dialami oleh kaum tani di daerah lainnya. Ini adalah gambaran
konkrit tentang buruknya perlindungan terhadap kaum tani di Indonesia. Kadar fasis rezim Jokowi-JK akan terus meningkat
seiring dengan semakin kuatnya tuntutan rakyat atas perampasan tanah dan
kebijakan yang tidak adil. Mengingat bahwasanya Jokowi-JK telah memberlakukan PERPU No 2 tahun 2017 tentang
Ormas, maka sangat terbuka peluang bagi pemerintah untuk memberlakukan sanksi
pidana dan pembubaran organisasi tani sebagai cara efektif meredam perjuangan
kaum tani yang dinilai mengancam keamanan investasi.
Patut diketahui bahwa monopoli dan perampasan lahan oleh PT Sadhana Arif Nusa didasarkan pada Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Hasil Kayu (IUPHHK)
pada tahun 2011 untuk program Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 1,883
Ha. Dari luas lahan tersebut, terdapat lahan
petani seluas 602 Ha. PT. Shadana Arif Nusa telah melakukan berbagai upaya yang pada dasarnya memaksa petani
meninggalkan lahan-lahan yang selama ini mereka garap. Petani Sambelie tehan mengolah tanah tersebut sejak tahun
1997 melalui program transmigrasi yang dibuka oleh Dinas Kehutanan. Dari proses pengajuan
lahan, PT. Shadana Arifnusa tidak pernah
melakukan sosialisasi terhadap petani. Petani merasa dirugikan dan menolak program HTI yang dicanangkan
melalui konsep kemitraan yang tidak adil dan merampas hak petani Sambelia.
Atas
kondisi tersebut, Pimpinan Pusat Front Mahasiswa
Nasional (FMN) menyatakan sikap:
- Mengecam Tindakan Represif Aparat Kepolisian Lombok Timur terhadap Petani Sambelie
- Mengecam dan Mengutuk tindakan pembubaran paksa massa aksi serta pemukulan yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian Lombok Timur terhadap Massa Aksi.
- Mendesak untuk segera membebaskan massa aksi yang ditangkap oleh Aparat Kepolisian Lombok Timur dan bertanggung jawab atas massa aksi yang mendapat tindak kekerasan dan mengalami luka-luka.
- Mendesak agar segera jatuhkan sanksi berat kepada Aparat Kepolisian yang telah melakukan intimidasi, kekerasan, dan pembubaran aksi.
- Segera Cabut izin IUPHHK PT. Shadana Arif Nusa untuk program Hutan Tanaman Industri.
- Hentikan segala bentuk tindakan fasis berupa intimidasi, kekerasan, penangkapan dan pembunuhan terhadap kaum tani dan rakyat.
- Cabut PERPU No. 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan berikan hak rakyat atas kebebeasan berserikat, berkumpul, dan mengemukakan pendapat.
Kami juga menyerukan kepada seluruh pemuda mahasiswa
untuk menguatkan perjuangan bersama kaum tani dan rakyat
Indonesia untuk melawan segala bentuk tindasan rezim fasis yang telah
menyengsarakan dan memerosotkan kehidupan rakyat Indonesia.
Jakarta,
25 Juli 2017
Pimpinan Pusat
Front Mahasiswa Nasional (FMN)
Symphati
Dimas Rafi’i
Ketua Umum
0 komentar:
Posting Komentar