“Bebaskan
Azhari dan Hentikan Segala Bentuk Intimidasi, Teror dan Provokasi Terhadap Kaum
Tani”
Perjuangan kaum tani di Indonesia terus mendapat benturan
tindasan fasis oleh negara. Melalui berbagai cara dan instrumennya, pemerintah
terus memastikan monopoli dan perampasan tanah semakin meluas. Salah satu yang
saat ini terus digencarkan adalah dengan menggunakan Taman Nasional. Taman
Nasional merupakan program pemerintah untuk bisa melakukan monopoli tanah
secara besar-besaran. Demi memuluskan monopoli dan perampasan tanah melalui
Taman Nasional, pemerintah tidak segan untuk melakukan serangkaian tindasan
fasis yang terus menindas kaum tani. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang sejak tahun 1998 telah merampas
tanah-tanah yang digarap dan dimukimi oleh kaum tani.
TNKS telah kembali melakukan tindak kekerasan dan
penangkapan terhadap Azhari dan dua petani lainnya pada Januari 2018 lalu. Hingga
saat ini, ketiga orang tersebut belum juga dilepaskan, karena dianggap sebagai
perambah hutan. Selain itu, melalui Operasi Gabungan mereka juga melakukan
pengusiran kaum tani dengan membakar rumah, merusak tanaman dan berbagai
rentetan intimidasi, teror, dan provokasi.
Tahun 2004 merupakan pertama kali TNKS melakukan
operiasinya. Tujuannya adalah membersihkan seluruh petani pemukim dan penggarap dari kawasan
Taman Nasional. Operasi dilakukan dengan cara Patroli keliling area dan menancapkan
gambar-gambar TENGKORAK di lahan dan rumah petani. Selanjutnya pada tahun 2009 operasi kembali dilakukan dengan mengerahkan 30 orang Polisi
Hutan dan Orang Bayaran, mereka membakar empat rumah penduduk beserta lumbung
padi, merobohkan satu buah rumah di Darrah Sanda serta menangkap dua orang
tokoh petani pemukim dan penggarap, di mana keduanya kemudian di hukum 1,5
tahun penjara dengan tuduhan sebagai perambah. Tidak sampai disitu, Operasi
ketiga dilakukan pada tahun 2010 dengan mengerahkan 200 personil Polisi Hutan
yang menyebabkan ribuan petani pemukim dan penggarap mengungsi, Operasi
tersebut juga telah menghancurkan 35 Hektar Tanaman Kopi.
Taman Nasional Kerinci Seblat yang berada dibawah
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terus menutup mata atas
realita bahwa 12.000 orang hidup dari bermukim dan menggarap tanah yang di
klaim oleh TNKS. Keberadaan TNKS merupakan representasi dari monopoli tanah yang
dilakukan oleh negara. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemerintah di
bawah rezim Joko Widodo tidak menganggap petani pemukim dan penggarap sebagai
warga negara Indonesia. Seluruh hak demokratisnya, bahkan hak untuk hidupnya
juga telah dirampas. Selama ini sejak zaman leluhurnya, kaum tani disana
berkembang dan maju tanpa sedikitpun bantuan dan peranan dari pemerintah.
Kenyataan tersebut semakin memperihatkan bahwa apa yang
disebut oleh pemerintah sebagai program Reforma Agraria hanyalah program palsu
dan ilusi belaka. Program yang hanya melakikan legalisasi aset, sertifikasi dan
berbagai program kemitraan hanya manipulasi dan upaya membodohi rakyat. Program
Reforma Agraria Jokowi hanya akan memuluskan monopoli dan perampasan tanah.
Selain itu, program tersebut menebar ilusi bahwa kaum tani seolah dapat
berdampingan hidup denga tuan-tuan tanah besar, sungguh ilusi yang menyesatkan.
Sementara itu, Universitas-universitas juga
terus dipergunakan untuk melegitimasi skema perampasan dan monopoli tanah yang
dilakukan oleh TNKS. Seperti yang dilakukan oleh Universitas Andalas dan Universitas
Muhammadiyah Sumatera Barat yang melakukan kerjasama dengan TNKS dalam
penelitian tanaman di dalam hutan, seolah seluruh tanaman tersebut berguna dan
dapat diakses oleh rakyat. Lebih jauh lagi, untuk melegitimasi kebermanfaatan
dan keberadaan kawasan hutan yang dikuasai oleh TNKS, Universitas Jambi dan
Universitas Batanghari juga melakukan kerjasama dengan Kementerian LHK. Tajuk
kerjasamanya adalah melibatkan Universitas untuk melakukan sosialisasi dan
edukasi terhadap masyarakat atas pentingnya keberadaan TNKS dan seluruh
programnya. Semua itu adalah bentuk kerjasama pihak kampus dengan negara yang
sangat merugikan rakyat, membodohi mahasiswa, dan menciderai keilmiahan. Kampus
harusnya dapat secara objektif menilai dan menempatkan keberpihakannya terhadap
rakyat, bukan menjadi alat legitimasi akademis untuk menindas rakyat.
Atas dasar itu, Front Mahasiswa Nasional
menyatakan sikap dan tuntutannya:
- Mengecam Penangkapan terhadap Azhari dan kedua Petani lainnya, Bebaskan segera ketiganya tanpa syarat !
- Hentikan segala bentuk Operasi, Intimidasi, Teror, dan Provokasi yang dilakukan oleh TNKS terhadap rakyat !
- Cabut Klaim Taman Nasional Kerinci Seblat, berikan tanah-tanah terhadap orang Asli, suku bangsa minoritas, petani pemukim dan penggarap serta kepada seluruh rakyat Kabupaten merangin yang tidak memiliki tanah !
- Hentikan seluruh kerjasama kampus-kampus dengan imperialisme, tuan tanah besar, dan pemerintah yang tidak berorientasi untuk kepentingan rakyat !
Pada kesempatan ini, FMN juga menyerukan kepada seluruh
pemuda mahasiswa untuk mempersatukan diri dan memajukan perjuangan bersama
rakyat, khususnya kaum tani. Pemuda-Mahasiswa harus terlibat aktif dalam
perjuangan mewujudkan reforma agraria sejati, lawan seluruh kebijakan dan
tindasan fasis rezim Jokowi-JK.
Jakarta, 21 Mei 2018
Hormat
Kami,
Pimpinan Pusat
Front
Mahasiswa Nasional
Symphati Dimas Rafi’i
Ketua
Umum
0 komentar:
Posting Komentar