Memperingati
HUT ke-15, Front Mahasiswa Nasional (FMN)
18 Mei 2018
Hidup Klas Buruh!!
Hidup Kaum Tani!!
Hidup
Pemuda-Mahasiswa!!
Hidup Seluruh rakyat
Indonesia!!
Salam Demokrasi dan Selamat
Ulang Tahun Yang ke-15!!
Atas nama Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma
Agraria, Kami Hormat dan salut yang setinggi-tingginya kepada Front
Mahasiswa Nasional di berbagai penjuru
negeri yang hari ini genap mencapai usianya yang ke-15 tahun. Selama 15 tahun
berdidirinya sebagai organisasi massa demokratis bagi Mahasiswa secara Nasional. FMN telah memberika sumbangsih
yang cukup besar terhadap gerakan Rakyat anti-imprialisme dan gerakan
anti-feodal di pedesaan dan
yang
sangat aktif mendorong
kebangkitan Gerakan tani yang terus membesar di seluruh pelosok negeri.
Pidato
ini saya beri Judul: Perhebat gerakan Anti-feodal untuk menjalankan Land Reform
Sejati.
Masalah Perampasan dan Monopoli
atas tanah telah mempertahankan eksistensi sewa tanah, bahkan terus meluas terutama praktek BAGI HASIL yang
timpang dan tidak adil bagi kaum tani di pedesaan. Lahirnya Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 seharusnya telah mengakhiri riwayat sewa tanah,
terutama dalam bentuk bagi hasil dan
berbagai varianya yang menghisap. Akan tetapi karena
monopoli tanah semakin merajalela, sehingga sewa tanah semakin mencekik dan
sistem bagi hasil lama yang tidak adil dan timpang semakin meluas. Kaum tani
miskin tidak bertanah dan
tidak memiliki
daya produksi sendiri tidak memiliki pilihan lain kecuali ambil bagian dalam
praktek penghisapan ini. Proporsi pendapatan yang diterima kaum tani yang
bekerja diatas perkebunan besar monopoli, sangatlah kecil dibandingkan dengan luasan
tanah, beban kerja dan jumlah komoditas yang dihasilkannya.
Kaum
tani yang terikat dengan sistem Inti-Plasma dalam perkebunan besar sawit dan
perkebunan besar kayu serta karet dan tebu menjadi korban utama sistem ini.
Bagian yang mereka terima secara langsung sangat tidak sebanding dengan luasan
lahan yang mereka integrasikan dengan perusahaan, demikian pula dengan tenaga
kerja yang dikerahkan. Sistem kemitraan yang dikembangkan oleh Perkebunan Besar
Kayu (HTI) untuk masa panen 5 tahun, hanya dapat memberikan pendapatan
rata-rata 200.000 rupiah per hektar bagi kaum tani yang ambil bagian dalam
sistem kemitraannya.
Selama sistem perkebunan besar Inti-Plasma, kemitraan,
bapak-asuh dan aneka variannya terus dibiarkan berkembang, sistem sewa tanah
lama yang telah eksis sejak zaman TANAM PAKSA lengkap dengan bagi hasilnya akan
terus mencekik kaum tani yang tidak bertanah dan tidak berdaya berproduksi
sendiri, sekarang dan di masa yang akan datang. Reforma Agraria Pemerintah
Jokowi-JK tidak memiliki perhatian atas masalah ini.
Monopoli
tanah telah menyediakan basis sosial berkembangnya peribaan (lintah-darat)
semakin luas dan terus menggila dari waktu ke waktu di pedesaan. Reforma
Agraria Pemerintah Jokowi-JK tidak memiliki konsens apapun tentang masalah
peribaan, bahkan pemerintah
Jokowi-JK ambil bagian dalam mendorong peribaan yang telah
menyebabkan kaum tani jatuh dalam kemiskinan parah dan kehilangan tanah serta
kekayaannya yang terakhir. Kaum tani dengan tanah terbatas, tidak memiliki
kapital sendiri yang cukup untuk produksi dan memenuhi kebutuhan hidup sendiri
selama menunggu panen, dan kehilangan nilai produksi karena harga komoditas
pertanian yang sangat rendah ekuivalen dengan tenaga kerjanya yang murah,
adalah ladang subur bagi praktek
peribaan.
Di
berbagai tempat di pedesaan Indonesia yang luas dan terutama di desa-desa
sekitar perkebunann besar, umum kita temui kaum tani menggembok rumahnya dari
luar dan dia berada di dalam untuk menghindari Koperasi-Koperasi Kredit
berbunga tinggi. Mereka ada yang bercanda satir menyebutnya BNI 46, “Minjam 4
kembali enam”. Ada yang minjam satu juta rupiah harus membayar 50.000 sehari
hingga lunas. Di beberapa tempat, utang beras, gula, rokok dan kebutuhan hidup lainnya
yang menumpuk selama menggarap lahan dan menunggu panen, telah menyebabkan kaum
tani kehilangan tanah dan terperosok dalam kemiskinan yang kian parah.
Operasi
mikrofinans di pedesaan sejak zaman Orde Baru, dimana BRI menjadi pelaku
utamanya melalui program Binmas-Inmas dengan sokongan Bank Dunia, telah
memperburuk peribaan di pedesaan. Kredit penanaman sawit-karet dan
re-plantingnya telah menyeret kaum tani dalam penderitaan berkepanjangan,
memberi keuntungan bagi tuan tanah besar dan lembaga finans internasional.
Reforma Agraria Jokowi-JK justru mempromosikan
pembagian sertifikat untuk “disekolahkan”. Istilah yang umum digunakan presiden
dalam berbagai kesempatan pembagian sertifikat. Dengan syarat produksi-input
dan out pertanian Indonesia yang sangat buruk, kredit bagi kaum tani adalah
petaka terbesar.
Dalam
kenyataan demikian, ditengah eksis dan lestarinya masalah monopoli atas tanah
dan berbagai problem turunan lain yang menyertainya, maka berbagai masalah
ekonomi, politik dan kebudayaan-pun akan terus menghantam penghidupan kaum tani dan seluruh rakyat
Indonesia. Rakyat akan terus mengalami penderitaan dan kemerosotan hidup secara
ekonomi, tertindas secarapolitik dan, terbelakang secara kebudayaan. Seluruhnya
adalah masalah yang lahir sebagai konsekwensi mutlak dari sistem setengah
jajahan dan setengah feodal (SJSF) yang terus dilindungi dan dipertahankan oleh
negara sebagai sandaran hidup yang parasit bagi tuan tanah besar, brjuasi besar komprador. Jokowi-JK Sebagai kapitalisme
birokrat tidak sedikitpun memiliki kesanggupan membangun bangsa. Kekuasaan Jokowi-JK mendapatkan kekuasaan karena sokongan
dari tuan
tanah besar, Borjuasi Besar
Komperador dan asupan kapital asing milik imperialisme yang hanya terus memperpanjang dan memperparah
penderitaan rakyat.
Karenanya,
bagi pemuda dan mahasiswa di Indonesia, mengharapkan terwujudnya pendidikan yang demokratis dan ilmiah tanpa menjalankan
land reform sejati adalah sebuah Ilusi. Pendidikan akan tetap menjadi barang
mahal dan diskriminatif bagi pemuda pedesaan, keluarga kaum tani dan buruh yang
pendapatannya sangat rendah dan bahkan tidak menentu, disertai dengan kenaikan
harga kebutuhan pokok, pajak dan aneka pungutan dana publik yang hadir
bersamaan dengan pemotongan subsidi oleh pemerintah.
Kurikulum pendidikan akan tetap tidak ilmiah karena jauh dari
kenyataan dan aspirasi rakyat, sehingga tidak mungkin dapat diaplikasikan
secara kongkrit sebagai basis pembangunan berdasarkan keadaan sosial rakyat
Indonesia. Sistem
pertanian setengah Feudal yang terbelakang merupakan penghambat utamaa dari
kemajuan tenaga produkstif di Indonesia. Selain itu Institusi-institusi beserta birokrasi didunia pendidikan juga akan
tetap anti kritik dan anti demokratis dalam menjamin kebebasan berfikir dan
berekspresi bagi Mahasiswa serta dalam pemenuhan hak demokratis lainnya.
Demikian juga dengan harapan akan tersedianya
lapangan kerja yang merata, tidak mungkin akan dapat terwujud tanpa
Industrialisasi Nasional yang sangat bergantung pada Reforma Agraria sejati
sebagai fondasi dasarnya. Artinya, pemuda dan sebagian besar rakyat Indonesia
tetap tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan kesempatan kerja yang terbuka
dan merata dengan ilusi “Kerja Padat Karya” bersama proyek pembangunan
Infrastruktur, ataupun Ilusi pekerjaan yang layak dibalik program pendidikan
Vokasi dan kejuruan. Apalagi Ilusi serupa dengan pengembangan kawasan ekonomi
khusus, penetapan objek vital Negara maupun perluasan Industri manufaktur dan
perluasan perkebunan yang kenyataannya hanya sanggup menyerap tenaga kerja yang sangat terbatas.
Berpijak pada seluruh kenyataan tersebut, maka (Red. sekali lagi) “Mewujudkan
pendidikan yang Ilmiah dan Demokratis tanpa mewujudkan land reform sejati
adalah sebuah Ilusi semata”, karena hanya dengan land reform sejatilah
kampus–kampus di negeri ini bisa mewujudkan pendidikan yang demokratis dan
ilmiah. Sehingga, pembebasan kaum tani dari problem utamanya yaitu perampasan
dan monopoli tanah yang juga menjadi akar dari setiap masalah seluruh rakyat,
sesungguhnya merupakan perjuangan utama yang harus dijalankan oleh pemuda
mahsisawa di Indonesia bersama kaum tani, klas buruh dan rakyat tertindas lainnya jika ingin mendapatkan kemerdekaan
yang sejatinya.
Pada konteks tersebut, AGRA memberikan apresiasi yang tinggi ataa
konsistensi FMN sebagai organisasi massa Mahasiswa
yang selama lima belas (15) tahun ini terus ambil bagian aktif dalam perjuangan
kaum tani dan rakyat Indonesia secara luas untuk mewujudkan Reforma Agraria
sejati, melawan dominasi, penghisapan dan penindasan yang terus dilancarkan
oleh tiga (3) musuh utamanya, yakni “Imperialisme, Feodalisme dan, Kapitalisme
Birokrat”.
AGRA juga menyampaikan kebanggaan atas kontribusi FMN yang terus
mendedikasikan alumni-alumni terbaiknya sebagai abdi rakyat yang saat ini
tersebar dan terintegrasi diberbagai sektor rakyat diberbagai daerah, utamanya
dalam gerakan kaum tani. Dan pada kesempatan ini, AGRA juga mengajak kepada
kawan-kawan FMN diseluruh daerah untuk segera bergabung bersama AGRA baik di
Nasional maupun di daerah lainnya.
Selamat
hari lahir yang ke-lima belas (15), Terus maju, semakin besar dan tetap
konsisten sebagai organisasi massa mahasiswa yang berwatak “Patriotis,
Demokratis dan, Militan” dibawah garis perjuangan Demokratis Nasional.
Hidup Kaum tani, Jayalah perjungan rakyat, Jayalah Front Mahasiswa
Nasional!!!
Jakarta 17 Mei 2018
Ketua Umum Aliansi Gerakan Reforma Agraria
0 komentar:
Posting Komentar