“Lawan Uang Pangkal,
UKT dan Seluruh Praktik Komersialisasi Pendidikan”
Jakarta (08/06/2018),
Pimpinan Pusat Front Mahasiswa mengutuk dan mengecam tindakan represif yang
dilakukan oleh pihak rektorat melalui Satuan Pengaman kampus terhadap massa
aksi mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes). Tindakan represif,
intimidasi dan pengancaman kembali terjadi dalam dunia pendidikan tinggi. Aksi
massa yang dilakukan oleh mahasiswa Unnes dalam menolak pemberlakukan uang
pangkal berujung direspon dengan negatif oleh pihak rektorat.
Sejak tanggal 4 Juni
2018, mahasiswa Unnes melakukan aksi protesnya terhadap kebijakan kampus yang
memungut Uang Pangkal. Hal ini merupakan bentuk perjuangan melawan
komersialisasi pendidikan yang semakin menjamur di berbagai kampus. Aksi
kemudian berlanjut di hari berikutnya (5 Juni) dengan melakukan aksi diam. Namun upaya dari pihak
rektorat untuk membungkam perjuangan mahasiswa kembali terjadi. Berdasarkan
informasi yang di dapat, terdapat tiga orang mahasiswa yang kemudian mendapat
Surat Dugaan Pelanggaran Tata Tertib. Surat tersebut menunjukan bahwa kampus
semakin jauh dari prinsip ilmiah dan demokratis. Kritik, pendapat, dan ekspresi
dari mahasiswa dengan mudah dibungkam melalui Peraturan Tata Tertib Kampus.
Tindakan intimidasi dan
pengancaman tersebut tidak membuat mahasiswa Unnes mundur dari perjuangannya.
Pada 7 Juni 2018 mahasiswa kembali menggelar aksi, mahasiswa menuntut agar
Rektor Unnes dapat menemui massa aksi dan melakukan dialog bersama. Namun sejak
pagi hingga sore hari, Rektor yang berada di dalam ruanganya tidak bergeming
dan tetap bersikap tidak mau menemui massa aksi. Akhirnya, massa aksi membagi
barisannya ke beberapa titik pintu gerbang kampus. Mahasiswa tetap meminta agar
rektor menemui mereka. Namun yang terjadi justru sebaliknya, mahasiswa mendapat
tindakan represif dari Satpam Kampus ketika ingin menghampiri Rektor yang sedang
berada di dalam mobilnya dan ingin meninggalkan kampus begitu saja. Pemukulan,
Dorongan, Tendangan, beberapa mahasiswa juga di seret-seret oleh keamanan
kampus. Rektor dengan mobilnya tetap melaju meskipun massa aksi banyak yang
menghalangi, bahkan sebagian massa aksi mengabil inisiatif untuk membuat
barisan dengan berbaring di jalan. Massa aksi yang berbaring di jalan dan
menghalangi lajunya mobil Rektor kembali mendapat tindak kekerasan, mereka di
injak, dipukul, diseret oleh kemanan kampus, yang mengakibatkan satu orang
jatuh pingsan. Tidak sampai disitu, kegigihan massa aksi untuk bertemu dengan
Rektor terus dilakukan, dengan berupaya memberhentikan mobil Rektor. Namun,
dengan arogan dan bar-bar Rektor tetap melanjutkan laju mobilnya dan menerjang
massa aksi. Akibat terjangan itu salah satu massa aksi ada yang terpental dan
tak sadarkan diri.
Kejadian tersebut
semakin menambah catatan buruk tindasan fasis di dunia pendidikan selama rezim
Jokowi berkuasa. Gerakan mahasiswa di kampus-kampus terus menjadi sasaran
pembungkaman, tindakan represifitas, intimidasi dan ancaman pemberian sanksi.
Itu semua tidak lain dilakukan demi upaya rezim Jokowi yang direpresentasikan
oleh Rektor untuk melanggengkan skema liberalisasi dan praktik komersialisasi
pendidikan tinggi. Sistem UKT, naiknya biaya kuliah, penarikan Uang Pangkal,
dan berbagai bentuk pungutan lainnya terus mendapat tentangan dan perlawanan
dari mahasiswa. Demi menjalankan semua itu, pemerintah termasuk di kampus tidak
segan-segan untuk melakukan tindak kekerasan. Hal terebut merupakan cerminan
dari watak fasis rezim Jokowi saat ini. Kampus terus di sulap menjadi lembaga pendidikan yang memaksa mahasiswa untuk
berpikiran sama, tidak kritis, tidak ilmiah dan menjauhkan mahasiswa dari
rakyat tertindas.
Berbagai upaya
pembungkaman, kekerasan, intimidasi dan berbagai tindasan fasis lainnya justru
semakin memberikan pelajan penting bagi gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa
mendapatkan inspirasi dari seluruh tindasan yang dialaminya, bahwa untuk dapat
merebut kembali hak-nya dan memenangkan tuntutannya, maka perjuangan mahasiswa
harus lebih keras dan lebih kuat lagi. Sebab fakta telah membuktikan, tidak ada
niat baik dari pemerintah dan Rektorat
kampus untuk memenuhi tuntutan mahasiswa. Gerakan mahasiswa harus memperkuat
dirinya dan memajukannya dengan mempersatukan diri dengan perjuangan rakyat.
Kampus harus direbut secara paksa oleh gelombang perjuangan yang besar. Gerakan
mahasiswa harus mengembalikan kampus menjadi laboratorium yang ilmiah untuk
kemajuan rakyat dan menjadi benteng kebudayaan rakyat.
Atas kejadian tersebut,
maka kami Pimpinan Pusat FMN menyatakan sikap dan tuntutannya:
- Mengecam Tindak kekerasan, intimidasi, dan upaya pembungkaman melalui pemberian sanksi terhadap mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang melakukan perjuangannya.
- Menuntut kepada Rektor Unnes untuk mencabut kebijakan Uang Pangkal, menurunkan biaya kuliah, dan menghentikan seluruh praktik komersialisasi pendidikan.
- Menuntut kepada Rektor Unnes untuk memberikan permintaan maaf terbuka kepada seluruh mahasiswa Unnes dan Mahasiswa di Indonesia atas arogansinya, tindak kekerasanya yang menyebabkan beberapa massa aksi mengalami luka-luka, serta tindakan anti kritik dan anti demokrasi yang telah mencoreng spirit Universitas sebagai institusi kebudayaan yang maju.
- Mendukung penuh perjuangan mahasiswa Unnes dalam melawan liberalisasi dan komersialisasi pendidika serta seluruh tindasan fasis yang anti terhadap mahasiswa.
Dalam kesempatan kali ini, PP FMN juga menyerukan
kepada seluruh mahasiswa untuk memperkuat persatuannya dan memajukan perjuangan
melawan liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan. FMN juga
mengajak mahasiswa di Indonesia untuk bersama-sama menentang rencana Pertemuan
Tahunan World Bank – IMF yang akan diselenggarakan pada 8 – 14 Oktober di Nusa
Dua, Bali. Karena kedua lembaga tersebut merupakan salah satu sumber petaka
bagi pendidikan di Indonesia.
Jakarta,
8 Juni 2018
Pimpinan
Pusat
Front
Mahasiswa Nasional
Symphati
Dimas Rafi’i
Ketua
Umum
0 komentar:
Posting Komentar