“Presiden Joko Widodo
Harus Segera Menetapkan Status Bencana Nasional”
Jakarta,
20 Agustus 2018, gempa bumi yang terjadi di Pulau Lombok, provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) masih terus terjadi. Sejak 29 Juli 2018 hingga saat ini kurang
lebih sudah terjadi 817 kali gempa bumi dan 36 kali diantaranya berkekuatan
besar. Bahkan gempa susulan bukan tidak mungkin akan terus terjadi. Nasib dan
kondisi kehidupan rakyat di Lombok terus diselimuti teror dan ketakutan setiap
harinya. Hingga saat ini, rentetan gempa telah merenggut korban jiwa sebanyak
548 orang, korban luka-luka 7.773 orang, dan total pengungsi 417.529 orang.
Dari korban tersebut tercatat 14 orang siswa
meninggal dunia, sedangkan 56 orang siswa mengalami luka-luka, sebanyak 19 orang
dirawat inap. Hingga saaat ini, Tercatat
sebanyak 3.639 siswa dan guru mengungsi dan kegiatan belajar terganggu karena
rusaknya fasilitas pendidikan dan terganggunya kondisi psikologis siswa dan
pendidik. Selain itu, kerusakan besar juga terjadi pada bangunan fisik.
Sebanyak 67.875 rumah mengalami kerusakan, unit perkantoran, sekolah, dan
fasilitas publik lainnya pun rusak.
![]() |
Dengan
kondisi tersebut pemerintah harus memiliki respon yang cepat dan konstruktif
dalam upaya menjamin pemenuhan kebutuhan dari korban gempa. Salah satu aspek
penting yang harus diperhatikan adalah kondisi pendidikan bagi pelajar
diseluruh jenjangnya. Berdasarkan data
sementara dari
BNPB terdapat 671 unit fasilitas pendidikan rusak, terdiri dari PAUD sebanyak 124 unit, SD sebanyak 341 unit,
SMP sebanyak 95 unit, SMA sebanyak 55 unit, SMK sebanyak 50 unit dan SLB sebanyak 6 unit. Hal tersebut tentu semakin memperparah kondisi
pelajar yang terhambat mendapatkan pelayanan pendidikan. Hal tersebut harus
menjadi perhatian dari pemerintah pusat. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Pemerintah justru sangat lambat dan tidak memprioritaskan penanganan korban
gempa. Hal ini dapat terlihat dari penyediaan fasilitas pendidikan darurat
dengan menggunakan tenda yang hingga saat ini baru berdiri sebanyak 21 unit
dari total kebutuhan minimal sebanyak 319 unit.
Begitu
pula soal penganggaran untuk pemulihan kondisi rakyat korban bencana.
Pemerintahan Joko Widodo memperlihatkan ketidakberpihakannya terhadap rakyat
dengan rendahnya alokasi anggaran yang dikucurkan untuk korban gempa. Tercatat
hingga saat ini anggaran yang dikucurkan melalui BNPB hanya sebesar Rp 34,9
miliar. Angka yang sangat kecil tersebut tidak akan ada artinya bagi kepastian
hidup korban gempa. Di lain sisi, pemerintah justru dengan jahat mengalokasikan
uang rakyat untuk menjamu dan memfasilitasi pertemuan Bank Dunia dan IMF pada 8
– 14 Oktober mendatang di Nusa Dua, Bali. Kedua lembaga yang merupakan aktor
yang memiliki andil dalam memiskinkan rakyat dan membelenggu negara melalu
utang dan pinjamannya justru difasilitasi dengan anggaran sebesar Rp 855
miliar. Bahkan untuk agenda Asian Games pemerintah mampu mengalokasikan
anggaran sebesar Rp 7,2 triliun. Sungguh kondisi yang kontras dengan tindakan
pemerintah terhadap korban gempa.
Di
tengah situasi yang semakin sulit karena terus dirundung gempa dan lambatnya
respon pemerintah. Kondisi korban gempa akan terus memburuk karena hingga
kondisinya saat ini Presiden Joko Widodo tidak juga segera menetapkan status
sebagai Bencana Nasional. Kondisi korban, dampak kerusakan, dan rentetan gempas
susulan yang terus terjadi sesungguhnya adalah kondisi yang objektif untuk
menetapkanya menjadi bencana nasional. Jika ditetapkan menjadi bencana
nasional, maka seluruh aspek dan kerja pemulihan kondisi korban dan kerusakan
fisik akan menjadi lebih maksimal dan cepat. Hal ini akan membantu percepatan
pemulihan kondisi rakyat di Lombok. Bahkan rakyat dari berbagai elemen telah
banyak menuntut kepada pemerintah untuk segera menetapkan status bencana
nasional.
Pemerintah
pusat dan tingkat provinsi (NTB) justru menunjukan arogansinya dalam menyikapi
tuntutan tersebut. Presiden Joko Widodo, melalui mulut jajarannya
seperti Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Sekretaris Kabinet Pramono
Anung menjelaskan alasan tidak memutuskan gempa di Lombok sebagai bencana
nasional karena akan mengganggu bisnis pariwisata di Lombok hingga Bali, yang
menurut mereka jika status tersebut dikeluarkan maka akan berdampak pada Travel
Warning dan lebih merugikan negara. Bahkan dengan arogan pula Gubernur NTB
Zainul Majdi (Tuan Guru Bajang) menyatakan bahwa pulau Lombok tetap aman dan
mengundang para wisatawan untuk datang ke Lombok. Pandangan tersebut tentu menunjukan
bahwa pemerintah hanya memikirkan berjalannya bisnis pariwisata ketimbang
kondisi rakyat yang menjadi korban. Sungguh hal tersebut memperlihatkan watak
anti rakyat dari pemerintah.
Berdasar pada kondisi tersebut, Front Mahasiswa Nasional
menyatakan tuntutan kepada Presiden Joko Widodo:
- Presiden Joko Widodo harus segera menetapkan bencana di Lombok sebagai Bencana Nasional !
- Pemerintah harus memprioritaskan secara maksimal bantuan dan anggaran bagi pemulihan korban bencana, bukan untuk bisnis pariwisata apalagi untuk memfasilitasi pertemuan Bank Dunia-IMF !
- Pemerintah harus memastikan ketersediaan layanan pendidikan dan layanan Trauma Healing bagi seluruh pelajar dan anak-anak di Lombok !
- Pemerintah harus memberikan Penanganan maksimal bagi seluruh korban dengan memenuhi hak atas tempat tinggal, kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan, serta jaminan keamanan bagi seluruh rakyat Lombok !
Front Mahasiswa Nasional juga menyerukan kepada seluruh mahasiswa di
Indonesia untuk berjuang bersama rakyat, mengabdikan diri demi membantu saudara
kita yang menjadi korban gempa bumi di Lombok. Selain itu, mahasiswa juga harus
aktif menuntut kepada pemerintah untuk segera menetapkan status bencana
nasional.
Hormat Kami,
Pimpinan Pusat
Front
Mahasiswa Nasional
Sympahti Dimas Rafi’i
Ketua Umum
0 komentar:
Posting Komentar