Majukan Perjuangan Massa Mahasiswa Bersama Rakyat, Lawan
Seluruh Kebijakan dan Tindasan Fasis Rezim Jokowi-Imperialis AS,
Demi Mewujudkan Demokrasi
Rakyat
Kondisi dan penderitaan rakyat Indonesia selama empat
tahun rezim Jokowi-JK berkuasa semakin memburuk. Pemenuhan hak demokratis
rakyat terus dirampas melalui kebijakan serta tindasan yang berorientasi untuk
melayani kepentingan imperlias Amerika Serikat (AS). Perampasan hak rakyat
dilakukan secara sistematis melalui Paket Kebijakan Ekonomi yang secara
langsung bentuk implementasi dari skema neoliberal imperialis AS. Paket
Kebijakan Ekonomi menjadi payung kebijakan seluruh sektor dan berdampak pada
seluruh sektor rakyat Indonesia. Rezim Jokowi telah memperlihatkan
keberpihakannya terhadap investasi dan hutang demi memuluskan jalan penghisapan
terhadap rakyat.
Pemenuhan hak demokratis rakyat meliputi hak ekonomi,
politik, sosial dan kebudayaan. Namun kebijakan dan aturan yang dikeluarkan
oleh rezim Jokowi justru menjauhkan rakyat dari hak demokratisnya. Pemerintah
memfasilitasi imperialis dan tuan tanah besar untuk merampas tanah dan melegitimasi monopoli tanah. Ilusi mengenai kebijakan Program Reforma Agraria dan Perhutanan
Sosial (RAPS) esensinya adalah perampasan tanah secara sistematis
bahkan melibatkan lembaga keuangan global seperti Bank Dunia. Program RAPS sama sekali tidak berorientasi untuk menghapuskan ketimpangan
pengusaan tanah. Justru memberikan
keleluasaan kapital finans kapitalis monopoli asing, melalui bank, menghisap petani
dan merampas tanah melalui penguasaan sertifikat petani yang menjadi agunan
kredit. Ditambah dengan
monopoli harga yang menyebabkan harga komoditas pertanian terus mengalami
penurunan, menyebabkan kaum tani semakin terperosok dalam kemiskinan yang
dalam. Monopoli dan perampasan tanah adalah bentuk perampasan hak
dasar rakyat. Praktik tersebut akan terus dipertahankan oleh Rezim Jokowi demi
menjaga sistem setengah feodal tetap eksis menopang kepentingan imperialis di
Indonesia.
Sementara itu klas buruh Indonesia
juga menjadi sasaran perampasan hak demokratis yang dilakukan oleh rezim
Jokowi. Melalui PP No. 78/2015 tentang Pengupahan, upah buruh terus dipangkas
dan mengalami defisit upah kian tajam. Belum lagi kebijakan pengupahan
Indonesia yang melahirkan disparitas upah antar daerah yang tinggi, di tengah
situasi harga kebutuhan pokok yang sama dan terus meningkat. Sebagai
contoh, rata-rata defisit upah riil buruh di Jakarta pada tahun 2017
dibandingkan dengan UMK DKI (Upah Nominal) sebesar 20,75%1. Sementara, apabila
dihitung dengan memperbandingkan antara upah riil dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) per kapita (total pendapatan dibagi per orang dalam satu tahun), maka
rata-rata defisit sebesar 48%. Keadaan ini menjadikan penghidupan buruh semakin
menurun.
Demikian juga kondisi buruh migran di Indonesia yang terus
menjadi sapi perahan yang hanya diambil devisanya saja tanpa diberikan jaminan
perlindungan. Kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan juga terus
terjadi, seperti diskriminasi upah buruh perempuan dan laki-laki di DKI Jakarta
yang mencapai 19%. Belum lagi berbagai kasus pelecehan seksual dan kekerasan
yang terus meningkat. Kondisi tersebut lahir dari situasi krisis yang
dipelihara oleh sistem setengah jajahan dan setengah feodal di Indonesia.
Dampak yang selanjutnya yang begitu
besar dari Kebijakan Ekonomi neoliberal pemerintah adalah pemangkasan subsidi
rakyat dan kenaikan harga kebutuhan pokok maupun fasilitas publik. Pendidikan
menjadi salah satu sektor publik yang terkena dampak liberalisasi dan
komersialisasi. Sistem
pembiayaan pendidikan yang diatur dalam UU 12/2012 yaitu Uang Kuliah Tunggal
bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) adalah bentuk dari komersialisasi pendidikan
yang nyata. Demi memenuhi hasrat untuk memonopoli profit yang semakin besar,
pembiayaan pendidikan terus dibebankan kepada rakyat. Prinsip sistem pembiayaan
UKT tidak berbeda dengan prinsip yang terdapat dalam penentuan harga BBM, yaitu
ditentukan dengan harga pasar biaya operasional. Artinya dapat dipastikan bahwa
biaya pendidikan akan selalu naik mengikuti naiknya kebutuhan biaya
operasional. Pemerintah di sisi lain jusrtu semakin memangkas anggaran untuk
membiayai pendidikan tinggi.
Perbandingan
Biaya Kuliah 2018/2019 dengan Upah Minimum 2019 :
Institut Teknologi Bandung
Rp 12.500.000 – 20.000.000
|
Upah Minimum Jawa Barat
Rp 1.668.372
|
Universitas Jenderal Soedirman
Rp 5.932.000 – 34.377.953
|
Upah Minimum Jawa Tengah
Rp 1.605.396
|
Universitas Mulawarman
Rp 7.443.000 – 26.736.000
|
Upah Minimum Kalimantan Timur
Rp. 2.747.561
|
Universitas Syah Kuala
Rp 6.229.000 – 22.459.000
|
Upah Minimum Aceh
Rp 2.916.810
|
Melalui skema
otonomi universitas, maka setiap kampus apapun itu statusnya akan didorong
untuk mencari sumber pendapatannya secara mandiri. Tentu pendapatan terbesarnya
adalah dari mahasiswa/rakyat. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan
pendapatan universitas dari APBN dan biaya pendidikan. Universitas Indonesia
pada tahun 2017 mendapat suntikan APBN sebesar Rp 619,45 miliar sedangkan dari
layanan pendidikan nya mendapat Rp 925,93 miliar. Sedangkan di Universitas
Airlangga, pendapatan kampus dari APBN hanya sebesar Rp 261,30 miliar sangat
jauh dibandingan dengan dana yang dikeruk dari rakyat yang mencapai Rp 423,12
miliar.
Konsekuensi dari krisis dan dikte imperialis AS adalah meningkatnya
tindasan fasis rezim Jokowi terhadap rakyat. Melaui berbagai peraturan seperti
UU Ormas, UU ITE dan Permenristekdikti No 55/2018 tentang Pembinaan Ideologi
Bangsa terus digunakan untuk memukul perjuangan rakyat, mendiskriminasi, dan kriminalisasi
terhadap rakyat. Di kampus, mahasiswa terus menjadi
korban pemberangusan hak demokrasi. Tindak kekerasan, intimidasi, hingga
kriminalisasi terhadap mahasiswa. FMN mencatat sepanjang tahun 2017 – 2018
sebanyak 220 mahasiswa mendapat skorsing, 2457 mahasiswa mendapat sanksi DO,
632 orang mengalami tindak kekerasan, bahkan 218 orang dikriminalisasi.
Demokrasi yang selama ini dipromosikan oleh pemerintahan
Jokowi sebatas pada demokrasi prosedural tanpa substansi. Demokrasi dan kebebasan
rakyat dipersempit menjadi demokrasi
kotak suara. Sehingga pada faktanya, rakyat terus dibayangi oleh teror,
intimidasi, hingga kekerasan yang mengancam nyawa. Di bawah kekuasaan rezim
Jokowi yang fasis, rakyat sama sekali tidak diberikan ruang untuk berjuang
menyampaikan aspirasi dan tuntutannya. Perjuangan rakyat di berbagai sektor dan
wilayah Indonesia terus dihadapkan dengan teror fasis dari rezim Jokowi. Tentu
saja hal tersebut secara gamblang telah melanggar Hak Asasi sekaligus
merampasnya dari tangan rakyat. Oleh karenya, sudah sepatutnya rakyat Indonesia
mulai saat ini menyematkan kepada Jokowi sebagai Rezim Fasis perampas hak
rakyat.
Oleh
karena itu, FMN menyerukan kepada seluruh mahasiswa untuk bersatu dan berjuang
bersama dalam menegakan demokrasi di Indonesia. Kebebasan berdemokrasi dan
pemenuhan hak rakyat hanya dapat direbut dengan memajukan perjuangan kolektif
yang besar serta bersatu dengan seluruh sektor dan golongan rakyat. FMN siap
menjadi alat perjuangan bagi seluruh mahasiswa dalam upaya mewujudkan demokrasi
sejati,
yaitu demokrasi rakyat.
1) Cabut Paket Kebijakan Ekonomi pemerintahan Jokowi-JK serta aturan pendukungnya yang
mengimplementasikan skema neoliberalisme Imperialis AS!
2) Hentikan pelaksanaan Program
Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) pemerintahan Jokowi-JK. Laksanakan land reform sejati dan
industri nasional yang mandiri!
3) Cabut PP No. 78 Tahun 2015 sebagai dasar penetapan upah minimum. Tetapkan dasar upah minimum buruh berdasarkan tingkat kebutuhan hidup
minimum! Berikan Jaminan lapangan pekerjaan dengan upah yang layak bagi
pemuda-mahasiswa Indonesia!
4) Cabut UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi! Hentikan seluruh skema
liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan! Wujudkan sistem pendidikan Nasional yang Ilmiah, Demokratis dan
Mengabdi Pada Rakyat!
5) Cabut seluruh aturan dan perundangan fasis yang meneror rakyat dan
merampas kebebasan berpendapat, berekspresi dan berorganisasi dengan ancaman
kriminalisasi dan pemenjaraan! Diantaranya: Cabut UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), UU Ormas,
serta Permenristekdikti No 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa!
6) Hentikan seluruh proses hukum
terhadap Anindya Shabrina (korban kriminalisasi UU ITE), Cabut Sanksi Skorsing 6 Mahasiswa UNM, serta
hentikan seluruh bentuk kekerasan, teror, diskriminasi, dan kriminalisasi
terhadap rakyat! Secara khusus, hentikan segala
bentuk teror, kriminalisasi, stigmatisasi terhadap rakyat Papua dan masyarakat
yang memperjuangkan hak demokratis rakyat Papua!
7) Mengecam
seluruh bentuk
kerjasama pemerintah Indonesia dengan imperialis AS beserta sekutunya dan
instrumen keuangannya (IMF, Bank Dunia, WTO) yang telah nyata merugikan rakyat!
8) Mengecam dan melawan seluruh bentuk
intervensi, provokasi, dan perang agresi imperialis Amerika Serikat beserta sekutunya di negeri di dunia!
Jayalah Perjuangan
Massa !
Jakarta, 10 Desember 2018
Hormat kami,
Pimpinan Pusat
Front Mahasiswa
Nasional
Symphati Dimas R
Ketua Umum
0 komentar:
Posting Komentar