Rezim Jokowi Pemberangus
Demokrasi
Kebijakan anti
demokrasi kembali dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi. Kali ini melalui
pelarangan aksi demonstrasi menjelang dan saat agenda pelantikan Presiden-Wakil
Presiden terpilih pada 20 Oktober 2019. Melalui Polda Metro Jaya, menyatakan
tidak akan menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) bagi rencana
aksi sejak 15 – 20 Oktober 2019. Alasan dikeluarkanya kebijakan tersebut adalah
antisipasi kerusuhan, menjaga kondusifitas, dan menjaga nama baik bangsa,
hingga beralasan untuk memastikan agar banyak investasi masuk ke Indonesia.
Alasan tersebut tentu membelakangi demokrasi dan fakta yang ada, di mana dalang
kerusuhan hingga jatuhnya korban jiwa dalam demonstrasi selama 23 – 30 September
2019 adalah tindakan brutal dari aparat keamanan negara. Pembubaran secara
brutal, penangkapan ribuan massa aksi, hingga penembakan menggunakan peluru
tajam adalah ulah aparat kepolisian. Sudah lima pejuang (Mahasiswa &
Pelajar) yang tewas karena brutalitas
aparat, namun kini perjuangan rakyat berusaha kembali dibungkam.
Tidak hanya melalui
Kepolisian, larangan juga terus dikeluarkan oleh pemerintah melalui sekolah dan
kampus. Pasca demonstrasi yang dilakukan oleh pelajar untuk menyampaikan
ekspresi dan tuntutan demokratisnya. Banyak sekolah di berbagai provinsi yang
memberikan sanksi, berupa pemanggilan orang tua, dipaksa menandatangani surat
pernyataan, skorsing, ancaman drop out, hingga
kekerasan fisik berupa pemukulan, dijemur di lapangan, dan lainnya. Sementara
itu upaya untuk melarang mahasiswa melakukan aksi juga dilakukan oleh
Menristekdikti dengan mengeluarkan himbauan agar mahasiswa tidak melakukan
demonstrasi hingga pelantikan selesai. Bahkan ada indikasi kampus juga akan
mengeluarkan sanksi skorsing hingg drop out kepada mahasiswa yang tetap
melakukan aksi. Upaya tersebut memperjelas bahwa institusi pendidikan mengambil
peran nyata untuk membungkam aspirasi, memberangus demokrasi dan membelakangi
kebebasan politik dari rakyat.
Aksi demonstrasi adalah
hak politik seluruh rakyat Indonesia, termasuk dalam menyikapi pelantikan
Presiden. Rakyat tidak boleh dihalangi, Justru seharusya mendapat perlindungan
hukum agar aspirasi dapat tersampaikan. Aksi demonstrasi menyikasi pelantikan
Presiden sangat layak dan penting untuk dilakukan. Bahkan rakyat Indonesia
harus melakukannya di seluruh kota. Pasalnya selama memimpin di periode
pertamanya, Jokowi telah terbukti gagal dalam menyejahterakan rakyat. Perampasan
dan monopoli tanah semakin meluas menyebabkan petani Indonesia hidup makin
miskin, klas buruh terus diperas dengan perampasan Upah melalui PP 78/2015
ditambah kenaikan iuran BPJS. Penggusuran paksa menghinggapi rakyat, hingga
melambungnya biaya pendidikan. Begitu juga dengan terus dicabutnya subsidi
publik untuk bahan bakar minyak, listrik, dan kesehatan.
Semua kebijakan
tersebut dirajut dalam Paket Kebijakan Ekonomi jilid 1 -16 yang memfasilitasi
kepentingan kapitalis monopoli internasional dan borjuasi besar dalam negeri,
tetapi menginjak rakyat sampai dasar permukaan kemiskinan akut. Klaim sebagai
pemerintah yang demokratis pun runtuh dengan berbagai tindasannya terhadap
perjuangan demokratis rakyat. Selama
Jokowi jadi presiden sejak 2014 lalu, kekerasan yang dilakukan pemerintah
melalui alat aparaturnya mencapai 3.893 kali. Sepanjang itu 4.695 orang
ditangkap, 4.874 luka, hingga 966 meninggal dunia. Kekerasan tersebut
mayoritas diterima oleh rakyat yang berjuang untuk mempertahankan ataupun
memperjuangkan hak demokratisnya.
Dari kondisi tersebut menunjukan bahwa aksi demonstrasi
besar-besaran dalam momentum pelantikan Jokowi untuk periode keduanya menjadi
sangat rasional. Tidak ada penunggang gelap dalam aksi mahasiswa dan rakyat, yang
ada justru penunggang yang nyata dalam setiap kebijakan anti rakyat yang
dikeluarkan pemerintah. Kebepihakanya terhadap investasi dan hutang dari modal
asing serta borjuasi besar dalam negeri dan tuan tanah adalah bukti pemerintahan
Jokowi ditunggangi. Rakyat perlu memperingati pemerintahan Jokowi bahwa dalam
periode pertamanya telah gagal total dan jika tetap dilanjutkan dengan
kebijakan yang demikian maka rakyat akan terus berlawan terhadap pemerintahan
Jokowi.
- Kepolisian Republik Indonesia untuk mencabut larangan untuk melakukan aksi demonstrasi dalam menyikapi Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden!
- Kepada Menteri Riset, Tekonologi dan Pendidikan Tinggi serta seluruh Rektor Universitas agar tidak melarang dengan bentuk apapun kepada mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasi, tuntutan dan ekspresinya dalam aksi demonstrasi!
- Berikan jaminan keamanan dan kebebasan bagi rakyat untuk melakukan aksi, mengemukakan pendapat, tuntutan dan ekspresi!
- Hentikan segala bentuk upaya politik pecah belah pemerintah terhadap gerakan rakyat!
Pada kesempatan kali ini, kami juga menyerukan
kepada seluruh mahasiswa dan rakyat Indonesia untuk terus memperkuat
persatuannya dan memperhebat perjuangan melawan seluruh kebijakan dan tindasan
pemerintah yang anti rakyat. Tetap teguh dalam garis perjuangan demokratis
untuk pemenuhan hak-hak demokratis rakyat Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar