LAWAN REZIM ANTI RAKYAT
JOKOWI-MA’ARUF AMIN
Sumpah Pemuda merupakan momentum bersejarah bagi
perkembangan perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan kolonialisme yang
menghisap dan menindas. 28 Oktober 1928 merupakan tonggak maju bagi pergerakan
nasional di Indonesia. Pada waktu itu, Pemuda menghimpun diri dalam Kongres Pemuda
II demi menyatukan, memperteguh pendirian dan sikapnya atas perjuangan melawan
kolonialisme. Di tengah situasi tersebut dideklarasikanlah Sumpah untuk selalu
setia mengabdi pada tanah air dan melawan segala bentuk penjajahan.
Sejarah gerakan dan kontribusi pemuda bagi perjuangan
rakyat Indonesia memiliki catatan panjang. Pemuda merupakan kelompok yang terus
mempelopori kelahiran berbagai organisasi pada masa itu dan terlibat aktif
dalam perjuangan bersenjata melawan kolonialisme. Hal tersebut merupakan buah
dari tempaan panjang perjuangan rakyat. Sehingga, pemuda dan kaum terpelajar
Indonesia memahami kedudukan dan peranannya sebagai tenaga pendorong bagi
perubahan.
Pasca 1928, pemuda di Indonesia tetap aktif dalam
perjuangan, seperti mendesak Golongan Tua untuk memproklamirkan kemerdekan
Indonesia. Pada era Orde Baru, Pemuda Mahasiswa terus mengambil sikap kritis
dan berlawan. Di tengah situasi rezim fasis soeharto, pemuda mahasiswa tetap
konsisten membangun gerakan dan berjuang. Hasilnya adalah pada tahun 1998 yang
mampu menumbangkan rezim fasis Soeharto melalui Gerakan Demokratis 98. Begitu
pula pada masa pemerintahan Jokowi, pemuda mahasiswa kembali menunjukan
persatuan dan perjuangannya, melalui aksi-aksi demonstrasi di berbagai kampus
dan daerah untuk melawan setiap kebijakan pemerintah yang anti terhadap rakyat
dan anti demokrasi. Di sisi yang lain, pemuda Indonesia juga terus mendapatkan
penindasan secara masif. Hak-hak demokratis pemuda tetap tidak terpenuhi.
Melalui pemerintahan Jokowi pada periode pertama, pemuda di berbagai sektor
terus dihisap untuk kepentingan imperialis, borjuasi besar komparador dan tuan
tanah besar.
Saat ini, rezim Jokowi telah memasuki periode kedua, namun kondisi
rakyat justru semakin buruk dan hidup miskin. Pertentangan antar kubu klas
penguasa berdamai di bawah ketiak imperialis AS untuk menindas rakyat dengan
semakin brutal. Sebutan bahwa Jokowi adalah rezim boneka dan anti rakyat tidak
dapat terbantah dan ditutup-tutupi lagi. Pada periode pertama, Jokowi sukses
menerapkan 16 Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) yang merupakan implementasi paling
bar-bar dari skema neoliberal dan dikte imperialis AS. Kini, Jokowi-Ma’ruf Amin
akan menerapkan berbagai kebijakan dan perundang-undangan anti rakyat, dan
deregulasi perundang-undangan (omnibus law) untuk memastikan kelancaran investasi
korporasi imperialis dan tuan tanah besar untuk melayani pasar ekspor komoditas.
Selaras dengan tujuan tersebut, Jokowi menyusun
Kabinet Indonesia Maju dengan orang-orang yang meski tidak kompeten
dibidangnya, namun siap dan berpengalaman melayani kepentingan imperialis
secara langsung. Dengan alasan keamanan dan stabilitas nasional, kabinet Jokowi
mempercayakan personil dengan latar Polisi dan Militer untuk menangan
urusan-urusan sipil. Sebut saja Luhut B Panjaitan Menteri Koordinator
Kemaritiman dan Investasi, Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri, dr.
Terawan Menteri Kesehatan, Fachrul Razi Menteri Agama, ditambah Moeldoko yang
tetap menjadi Kepala Staf Kepresidenan. Mereka semua dipercaya sebagai untuk
menjamin dan menguatkan kontrol politik terpusat di tangan 1 orang, sekaligus
sebagai garda yang efektif menghadang perjuangan rakyat yang terus tumbuh dan
meluas. Ini adalah salah karakter kuat fasisme dalam rezim boneka yang tidak
saja terjadi di Indonesia tetapi juga di negeri-negeri lainnya yang saat ini
menentang dominasi imperialisme AS.
Selain itu, kabinet Jokowi juga berisikan
orang-orang yang telah terhubung langsung dengan kepentingan imperialis dan
paham bagaimana memudahkan investasi korporasi dan institusi kapital finansial.
Hal tersebut dapat dilihat dari penetapan Erik Tohir sebagai Menteri BUMN,
Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk mempertahankan Sri
Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang telah terbukti sebagai operator pemulus
masuknya utang luar negeri ke Indonesia. Posisi menteri dalam Kabinet Indonesia
Maju menjelaskan bahwa Jokowi akan betul-betul menyingkirkan seluruh penghambat
investasi asing masuk ke Indonesia, menekan perjuangan rakyat, hingga
mengintensifkan skema neoliberal di Indonesia.
Secara khusus, penetapan Nadiem Makarim sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang juga membawahi urusan pendidikan tinggi
adalah pukulan bagi pemuda mahasiswa Indonesia. Dia adalah pengusaha besar
dengan korporasi Gojek (status perusahaan Penanaman Modal Asing/PMA) yang
terhubung langsung dengan perusahaan imperialis seperti Google Corp., Allianz
Strategic Investment, dan Rakuten Europe SHRL. Begitu juga dengan membangun
kerjasama dengan Sinar Mas Group untuk memperkuat kapital keuangannya, dan
kerjasama dengan ASTRA untuk melancarkan bisnis kendaraan bermotor di tengah
krisis over produksi industri otomotif. Merupakan sebuah latar belakang yang
tidak memiliki kompetensi sama sekali untuk memajukan pendidikan dan kebudayaan
di Indonesia. Dengan perannya, dunia pendidikan justru akan semakin dikuatkan
dengan ilusi pengembangan teknologi, wirausaha, dan pengembangan sumber daya
manusia yang tidak relevan dengan kemajuan rakyat. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan akan terus mendorong program vokasional untuk dikembangkan demi
menopang kebutuhan tenaga kerja murah untuk perusahaan milik imperialis dan
borjuasi besar di Indonesia.
Pemuda di pedesaan semakin dihadapkan dengan praktik monopoli dan
perampasan tanah yang semakin mempertajam kemiskinan. Di sektor perkebunan dan
pertambangan telah menguasai tanah mencapai 41,87 juta ha. Perkebunan sawit
yang hanya dikuasai oleh 25 tuan tanah besar swasta, telah mendapatkan izin HGU
sudah mencapai 29 juta ha, di mana 13 juta ha diantaranya sudah ditanami sawit.
Jumlah tersebut belum termasuk luas lahan perkebunan yang dikuasai oleh Negara.
Sedangkan untuk kawasan hutan, terdapat 531 konsesi hutan skala besar yang
diberikan diatas lahan seluas 35,8 juta ha. Negara juga menjelma sebagai tuan
tanah dengan menjalankan praktik monopoli tanah (peguasaan dan pemilikan) skala
luas. Di Jawa, Perhutani menguasai tanah seluas 2.426.445 hektar atau sebanding
dengan 19% luas daratan pulau Jawa. Melalui 51 Taman Nasional, negara menguasai
tanah seluas 16 juta hektar. Sedangkan 56% petani di Indonesia memiliki tanah
kurang dari 0,5 hektar. Monopoli dan perampasan tanah telah menyebabkan
penghidupan kaum tani semakin merosot. Pemuda sebagai tenaga produktif yang
melimpah di pedesaan kandas begitu saja karena kaum tani tidak memiliki lahan
pertanian yang cukup, lapangan pekerjaan di desa hilang ditelan monopoli tanah.
Kondisi ini juga menjadi gambaran praktik pertanian terbelakang
monopoli tanah dalam sistem setengah jajahan yang dijalankan berbagai
perusahaan skala besar dan menjadi akar masalah kebakaran hutan dan asap di
Indonesia. Sistem ini terus dipertahankan oleh rezim Jokowi dan mengabaikan
keselamatan rakyat akibat bencana asap tiap tahun. Tahun 2019, ada sekitar
857.756 hektar hutan dan lahan terbakar di Sumatera dan Kalimantan (630.451
hektar lahan mineral dan 227.304 hektar lahan gambut). Rakyat yang menjadi
korban Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mencapai sekitar 1 juta orang dan
puluhan juta rakyat semakin menderita karena tak bisa melanjutkan aktivitas
ekonomi dan sosial. Mayoritas korban yang paling dirugikan adalah kaum tani,
buruh, perempuan dan anak-anak. Bukannya serius menangani dan menyelamatkan
korban dan menangkap pemilik perusahaan pelaku pembakar hutan, rezim Jokowi
justru lebih serius mengkambing hitamkan kaum tani yang dituduh sebagai pelaku
utama pembakar hutan dan penyebab bencana asap. Korporasi pembakar lahan terus
dibiarkan beroperasi, diberikan izin baru untuk memperluas lahan, dan
pemiliknya tidak ada yang ditangkap. Sedangkan, kaum tani yang menjadi korban
asap justru ditangkap dan dikriminalisasi. Tercatat sekitar 179 orang yang
mayoritas adalah petani kecil dan penggarap di Sumatera dan Kalimantan yang
telah ditangkap dan menjalani proses hukum.
Di perkotaan, rezim Jokowi juga semakin memperdalam penghisapan dan
tindasan terhadap pemuda di sektor buruh. Selain kebijakan PP 78/2015 yang
merampas upah secara sistematis. Imperialis AS melalui Bank Dunia mendesak
rezim Jokowi untuk semakin memantapkan skema fleksibilitas tenaga kerja. Imperialis
menginginkan adanya aturan yang lebih fleksibel dalam hal pemutusan hubungan
kerja dan pembayaran pesangon, kontrak jangka pendek dan implikasinya demi
pembangunan ala imperialis. Hasilnya adalah rencana revisi undang-undang
ketenagakerjaan yang akan semakin memerosotkan kehidupan klas buruh. Ditambah
dengan kenaikan 100% iuran BPJS, di mana klas buruh sebagai pengguna BPJS
terbesar akan semakin terhisap karena rampasan melalui iuran tersebut.
Pemuda dan mahasiswa juga terus diilusi dengan
program enterpreneur dan usaha kecil-menengah. Ilusi tersebut adalah ekspresi
dari kegagalan pemerintah dalam memastikan lapangan pekerjaan bagi rakyat,
khususnya pemuda di Indonesia. Paket Kebijakan Ekonomi justru berimbas pada
kehancuran usaha kecil dan menengah dari rakyat. Pelayanan prima yang diberikan
kepada borjuasi besar komprador berkebalikan dengan pemangkasan terus menerus
subsidi rakyat. UMKM meskipun diberikan kemudahan dalam
pemberian pinjaman dengan bunga yang relatif rendah tidak akan mampu bersaing dengan
perusahaan-perusahaan besar milik imperialis dan borjuasi besar komperador.
Konsekuensi dari situasi ini adalah PHK masal karena semakin banyaknya
perusahaan yang bangkrut, dipaksa gulung tikar, diambil alih oleh perusahaan
raksasa, rakyat Indonesia akan terus dipaksa bekerja menjadi buruh di
perusahaan-perusahaan asing milik imperialis dan borjuasi besar komperador
dengan upah murah akibat semakin ketatnya persaingan untuk mendapatkan
pekerjaan. Atau menjadi penganggur dan menjadi korban kebudayaan kontra
produktif yang menghancurkan masa depan pemuda Indonesia.
Masa depan pemuda Indonesia semakin
suram di bawah kekuasaan rezim Jokowi. Pendidikan semakin sulit
dijangkau oleh seluruh rakyat. Hal ini terlihat dari semakin mengakarnya
liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan. Dampaknya tentu sangat
jelas akses pendidikan khususnya bagi keluarga buruh dan tani menjadi semakin
sulit karena biaya pendidikan semakin mahal. Di tahun 2017, Rata-rata lama
sekolah penduduk Indonesia tahun 2019 adalah 8,5 tahun, yang artinya secara
rata-rata penduduk Indonesia hanya mampu sekolah sampai dengan jenjang
pendidikan menengah pertama. Ini menunjukkan bahwa pendidikan tidaklah dapat diakses
oleh seluruh rakyat.
Situasi ini semakin dipertegas dengan angka dari 63,82 juta orang
pemuda di Indonesia. Justru aksesibilitas pemuda terhadap pendidikan di
Indonesia sangatlah sulit. Secara umum, pendidikan tertinggi pemuda mayoritas
tamatan SMA/sederajat sebesar 36,89 persen dan tamat SMP/sederajat sebesar
32,18 persen. Untuk tamatan pendidikan tinggi, hanya 9,71 % pemuda yang mampu
menamatkan pendidikan tinggi. Bahkan pada tahun 2018, dari total lulusan
SMA/sederajat yang dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan tinggi negeri maupun swasta hanya 34%.
Krisis ekonomi dan politik yang semakin akut serta
meningginya tingkat ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi
dihadapi dengan cara-cara kekerasan dan anti demokrasi. Jokowi adalah rezim
yang anti demokrasi bahkan lebih buruk dari rezim-rezim sebelumnya pasca
reformasi. Aturan perundang-undangan seperti UU KPK, RKUHP, UU Ormas, UU ITE
dan lainnya adalah contoh nyata bagaimana kebijakan pemerintah sangat
berorientasi untuk merampas ruang demokrasi rakyat. Begitu juga melalui aparat
kepolisian dan militernya yang terus melakukan pelarangan aksi demonstrasi,
teror dan intimidasi terhadap perjuangan rakyat. Contoh terdekatnya adalah saat
pemerintah merespon aksi demonstrasi mahasiswa dan pelajar dengan kekerasan,
penangkapan ribuan orang, hingga menjatuhkan lima orang korban jiwa akibat
ditembak dan kekerasan yang dilakukan aparat.
Kekerasan, teror, intimidasi dan upaya pecah belah
rakyat juga terus terjadi. Di kalangan klas buruh misalnya, dengan politik
kapitulasionis dari dua pemimpin serikat buruh besar di Indonesia (Said
Iqbal/KSPI dan Andi Gani/KSPSI) pemerintah mencoba mencari dukungan dari klas
buruh. Namun hal itu tidak akan terjadi, meskipun pimpinannya menjilat dan
berada di bawah ketiak pemerintah, klas buruh Indonesia akan tetap teguh untuk
berlawan pada setiap kebijakan rezim Jokowi. Ilusi dan pecah belah kaum tani
pun terjadi melalui program reforma agraria palsunya. Pemerintahan Jokowi
membagi-bagi sertifikat untuk mengilusi problem dasar dari kaum tani. Memaksa
kaum tani seolah dapat hidup berdampingan dengan tuan tanah besar. Sedangkan di
kalangan mahasiswa pun demikian, berbagai organisasi mahasiswa dibuat bungkam
oleh politik pecah belah Jokowi, bahkan diantaranya banyak yang melarang
anggotaya untuk terlibat aksi, mendukung korupsi hingga memuja muji pemerintah.
Sungguh cerminan pimpinan organisasi mahasiswa yang terbelakang.
Sementara itu, kebijakan politik-militer pemerintah
di Papua terus memperburuk keadaan, menambah jumlah korban kekerasan, dan
perpecahan dikalangan rakyat. Pengiriman militer ke Papua adalah ekspresi nyata
dari rezim fasis. Kini rakyat Papua tidak dapat hidup damai, hari-harinya diisi
dengan teror, intimidasi dan upaya adu domba dari pemerintah. Tidak ada jalan
lain bagi masalah di Papua selain digunakannya hak untuk menentukan nasib
sendiri secara mandiri dan berdaulat. Hanya dengan itu jalan keluar terbaik
rakyat Papua dapat diraih.
Atas dasar itu, pada momentum
Sumpah Pemuda ini Front Mahasiswa Nasional menyatakan sikap untuk melawan
seluruh kebijakan dan tindakan rezim Jokowi yang Anti terhadap pemuda dan
rakyat Indonesia, serta kami juga menuntut:
- Pemerintahan Jokowi-Ma’aruf harus bertanggung jawab terhadap masalah KARHUTLA, Padamkan Api, Rawat Korban Asap, dan berikan jaminan pelayanan kesehatan gratis bagi korban asap! Tangkap dan Penjarakan Pemilik Perusahaan pembakar lahan!
- Berikan Jaminan akses pendidikan tinggi kepada pemuda dari keluarga buruh dan tani!
- Hentikan Pemberangusan dan Pembatasan ruang demokrasi di kampus! Usut dan Tangkap Pelaku Pembunuhan Mahasiswa dan Pelajar dalam aksi demonstrasi!
- Cabut PP 78/2015 tentang Pengupahan, Berikan jaminan lapangan pekerjaan yang layak bagi pemuda dan rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya!
- Batalkan rencana kenaikan iuran BPJS serta seluruh aturan perundang-undangan yang anti rakyat!
- Hentikan kekerasan, diskriminasi, teror dan operasi militer di Papua! Berikan kebebasan bagi rakyat di Papua dalam hak menentukan nasib sendiri!
- Laksanakan segera Landreform sejati dan bangun industri nasional yang mandiri!
- Wujudkan sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat!
Pada kesempatan ini kami juga menyerukan kepada seluruh pemuda mahasiswa di Indonesia untuk memperkuat persatuan dan memajukan perjuangan melawan seluruh kebijakan rezim anti rakyat Jokowi-Ma'aruf.
Jakarta, 28 Oktober 2019
Hormat Kami,
Pimpinan Pusat
Front Mahasiswa Nasional
Symphati Dimas R
(Ketua Umum)
0 komentar:
Posting Komentar